KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah
SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan
syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat
fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Masa kehamilan dengan judul “ SAFE MOTHERHOOD KELUARGA BERENCANA “
Penulis tentu menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan
serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Penulis pun berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan
penduduk terbanyak di dunia. Ledakan penduduk ini terjadi karena laju
pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Kondisi ini jelas menimbulkan dua sisi
yang berbeda. Disatu sisi kondisi tersebut bisa menjadi salah satu kekuatan
yang besar untuk Indonesia. Tetapi di satu sisi kondisi tersebut menyebabkan
beban negara menjadi semakin besar. Selain menjadi beban negara juga
menimbulkan permasalahan lain. Banyaknya jumlah penduduk yang tidak disertai
dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang mampu menampung seluruh angkatan
kerja bisa menimbulkan pengangguran, kriminalitas, yang bersinggungan pula
dengan rusaknya moralitas masyarakat.
Karena berhubungan dengan tinggi
rendahnya beban negara untuk memberikan penghidupan yang layak kepada setiap
warga negaranya, maka pemerintah memberikan serangkaian usaha untuk menekan
laju pertumbuhan penduduk agar tidak terjadi ledakan penduduk yang lebih besar.
Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menggalakkan
program KB (Keluarga Berencana).
Program KB pertama kali dilaksanakan
pada masa pemerintahan Soeharto yaitu saat Orde Baru. Melalui KB masyarakat
diharuskan untuk membatasi jumlah kelahiran anak, yaitu setiap keluarga
memiliki maksimal dua anak. Tidak tanggung-tanggung, KB diberlakukan kepada
seluruh lapisan masyarakat, dari lapisan bawah hingga lapisan atas dalam
masyarakat. Oleh sebab itu makalah ini disusun untuk mengetahui seluk beluk
mengenai penyelenggaraan KB di Indonesia, mulai dari sejarah, proses
pelaksanaan, kelebihan dan kekurangan dari KB, serta dampak positif maupun
dampak negatf dari pelaksanaan KB.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana sejarah adanya program KB di Indonesia?
2.
Bagaimana peran pemerintah dan masyarakat dalam program KB?
3.
Bagaimana gambaran program KB di Indonesia?
1.3
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui sejarah dan pengertian KB
2.
Untuk mengetahui peran dari pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan program
KB
3.
Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program KB di Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Safe
Motherhood
Safe Motherhood merupakan upaya
untuk menyelamatkan wanita agar kehamilan dan persalinannya sehat dan aman,
serta melahirkan bayi yang sehat. Tujuan upaya Safe Motherhood adalah
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil, bersalin, nifas, dan menurunkan
angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir. Upaya ini terutama ditunjukan
pada negara yang sedang berkembang karena 99% kematian ibu di dunia terjadi di
negara-negara tersebut.
WHO mengembangkan konsep Four
Pillars of Safe Motherhood untuk menggambarkan ruang lingkup upaya
penyelamatan ibu dan bayi (WHO, 1994). Empat pilar upaya Safe Motherhood
tersebut adalah keluarga berencana, asuhan antenatal persalinan bersih dan
aman, dan pelayanan obstetri esensial.
1.
Keluarga berencana. Konseling dan pelayanan keluarga berencana harus
tersedia untuk semua pasangan dan individu. Dengan demikian, pelayanan keluarga
berencana harus menyediakan informasi dan konseling yang lengkap dan juga
pilihan metode kontrasepsi yang memadai, termasuk kontrasepsi darurat. Pelayanan
ini harus merupakan bagian dari program komprehensif pelayanan kesehatan
reproduksi. Program keluarga berencana memiliki peranan dalam menurunkan risiko
kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan, dan
menjarangkan kehamilan.
2.
Asuhan antenatal. Dalam masa kehamilan:
a.
Petugas kesehatan harus memberi pendidikan pada ibu hamil tentang cara menjaga
diri agar tetap sehat dalam masa tersebut.
b. Membantu wanita hamil serta keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran bayi.
c. Meningkatkan kesadaran mereka tentang kemungkinan adanya risiko tinggi atau
terjadinya komplikasi dalam kehamilan/ persalinan dan cara mengenali komplikasi
tersebut secara dini. Petugas kesehatan diharapkan mampu mengindentifikasi dan
melakukan penanganan risiko tinggi/komplikasi secara dini serta meningkatkan
status kesehatan wanita hamil.
3.
Persalinan bersih dan aman. Dalam persalinan:
a. Wanita harus ditolong oleh tenaga kesehatan profesional yang memahami cara
menolong persalinan secara bersih dan aman
b. Tenaga kesehatan juga
harus mampu mengenali secara dini gejala dan tanda komplikasi persalinan serta
mampu melakukan penatalaksanaan dasar terhadap gejala dan tanda tersebut.
c.
Tenaga kesehatan harus siap untuk melakukan rujukan kom
plikasi persalinan yang tidak dapat diatasi ke tingkat pelayanan
yang lebih mampu.
4.
Pelayanan obstetri esensial. Pelayanan obstetri esensial bagi ibu yang mengalami
kehamilan risiko tinggi atau komplikasi diupayakan agar berada dalam jangkauan
setiap ibu hamil. Pelayanan obstetri esensial meliputi kemampuan fasilitas
pelayanan kesehatan ‘untuk melakukan tindakan dalam mengatasi risiko tinggi dan
komplikasi kehamilan/persalinan.
Secara keseluruhan, keempat tonggak
tersebut merupakan bagian dari pelayanan kesehatan primer. Dua di antaranya,
yaitu asuhan ante-natal dan persalinan bersih dan aman, merupakan bagian dari
pelayanan kebidanan dasar. Sebagai dasar/fondasi yang dibutuhkan untuk
menca-pai keberhasilan upaya ini adalah pemberdayaan wanita.
Ada dua alasan yang menyebabkan Safe
Motherhood perlu mendapat perhatian. Pertama, besarnya masalah kesehatan ibu
dan bayi baru lahir serta dampak yang diakibatkannya. Data menunjukkan bahwa
seperempat dari wanita usia reproduktif di negara berkembang mengalami
kesakitan yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Dampak
sosial dan ekonomi kejadian ini sangat besar, baik bagi keluarga, masyarakat,
maupun angkatan kerja di suatu negara. Keberadaan seorang ibu merupakan tonggak
utama untuk tercapainya keluarga yang sejahtera dan kematian seorang ibu
merupakan suatu bencana bagi keluarganya. Kedua, Safe Motherhood pada
hakikatnya merupakan intervensi yang efisien dan efektif dalam menurunkan angka
kematian ibu.
BAB III
ANALISIS MASALAH
3.1 Kasus
Pelaksanaan program Keluarga
Berencana (KB) di Provinsi Bengkulu dinilai terbaik secara nasional dari segi
angka kelahiran total (total fertility rate - TFR) maupun tingkat kesertaan KB
sebesar 70 persen lebih. Pelaksanaan program KB di Provinsi Bengkulu dilihat
dari hasil survei demografi kesehatan ibu (SDKI) 2007 cukup menggembirakan
dengan TFR 2,4, di bawah TFR nasional 2,6, kata Kepala BKKBN Provinsi Bengkulu
Hilaluddin Nasir di Bengkulu, Selasa (3/11). Dengan TFR 2,6 (nasional) berarti
tingkat kemampuan seorang ibu untuk melahirkan anak mencapai lima sampai enam
anak. Sedangkan dengan TFR 2,4 (Bengkulu) berarti tingkat kemampuan seorang ibu
untuk melahirkan anak adalah empat sampai lima anak. "Penilaian terbaik
nasional itu dilontarkan Kapuslitbang KB - KR, Dr Ida Bagus Permana pada
Workshop Faktor-faktor Penurunan Fertilitas di Bengkulu, 28 Oktober lalu,"
kata Hilaluddin didampingi Kasi AKIE, Sohibi. Tingkat kesertaan KB di Provinsi
Bengkulu juga terbaik nasional karena mencapai 73,9 persen atau meningkat 5,7
persen bila dibandingkan dengan hasil SDKI 2002-2003.
Ternyata tingginya kesertaan ber-KB
(CPR) ini memberikan kontribusi yang besar untuk menurunkan TFR, katanya.
Pencapaian angka CPR di daerah ini sebesar 70 persen lebih merupakan angka
pencapaian terbaik nasional yang patut diakui. Hal itu menunjukkan partisipasi
masyarakat di daerah itu telah tumbuh dan berkembang melalui peran pelaksana
dan pengelola KB. Dia mengatakan pencapaian angka tersebut akan diusahakan lebih
meningkat pada masa mendatang, sebagai wujud kontribusi nyata Provinsi Bengkulu
dalam menunjang pelaksanaan Program KB Nasional, hingga pertumbuhan penduduk
dapat ditekan melalui pemahaman tentang program KB di tengah masyarakat,
katanya. Dikatakannya, Kapuslitbang KB-KR berharap dengan pencapaian angka CPR
73,9 persen, angka TFR di daerah itu akan menjadi 2,0.
Angka TFR
sebesar itu dapat disebabkan peserta KB aktif pada usia paritas tua, masih
tingginya usia pernikahan dini penggunaan alat kontrasepsi yang kurang efektif
berupa kondom dan pil. Untuk
mengatasi hal itu, diperlukan perubahan pola yang diperankan pengelola dan
pelaku KB di lapangan untuk memberikan pemahaman tentang KB dan kesehatan
reproduksi. Diperlukan langkah nyata dengan melakukan pendekatan sosialisasi
dalam penggunaan kontrasepsi yang efektif. Juga diperlukan peran pengambil
kebijakan dalam menekan angka pernikahan pada usia 21 tahun ke atas dan
perlunya peserta KB aktif pada usia muda dengan paritas rendah, katanya.
3.2 Epidemiologi
Dalam
melihat prinsip-prinsip pemberdayaan terkait dengan upaya penurunan AKI dan
AKB, studi ini mengacu pada buku Panduan Umum Pemberdayaan Masyarakat di Bidang
Kesehatan Ibu dan Anak Republik Indonesia dan Unicef, 1999) Pada dasarnya
terdapat 7 prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan pemberdayaan.Ketujuh
prinsip tersebut antara lain: prinsip menumbuh kembangkan potensi masyarakat,
meningkatkan kontribusi masyarakat, mengembangkan budaya gotong royong, bekerja
bersama masyarakat, pendidikan berbasis masyarakat, kemitraan dan
desentralisasi.
Untuk mengetahui bahwa kegiatan yang
dilakukan oleh suatu organisasi posyandu merupakan pemberdayaan, tidak harus
mengandung semua prinsip sebagaimana tersebut di atas. Walaupun posyandu hanya
menumbuhkembangkan salah satu prinsip saja, kondisi ini sudah dapat dikatakan
bahwa posyandu sudah melakukan kegiatan pemberdayaan. Studi ini tidak
mengungkap apakah posyandu telah melakukan kegiatan pemberdayaan, tetapi lebih
kepada upaya untuk mengungkap prinsip-prinsip apa saja yang sudah diterapkan
dan dikembangkan oleh posyandu.
Keadaan di lapangan menunjukkan bahwa
banyak potensi masyarakat setempat yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan.
Potensi tersebut antara lain dapat berupa pimpinan masyarakatnya, organisasi
sosial kemasyarakatan, dana dan sarana masyarakat, pengetahuan dan teknologi
tepat guna yang dikuasai oleh masyarakat serta potensi yang berupa kemampuan
masyarakat untuk mengambil keputusan. Banyak kesamaan kondisi antara daerah
Manado dan Palangkaraya. Mereka tidak sadar bahwa banyak potensi yang dapat
dikembangkan. Ketidak sadaran ini membuat mereka tidak pernah melakukan
identifikasi sumberdaya potensi yang ada di lingkungan sekitarnya.
Walau demikian, secara langsung ataupun
tidak, dalam kenyataan sehari-hari mereka sudah memanfaatkan keberadaan
beberapa potensi yang ada. Posyandu sudah memanfaatkan keperdulian tokoh
masyarakat setempat untuk terlibat dalam kegiatannya. Keberadaan tokoh
masyarakat ditempat pelaksanaan kegiatan posyandu, dinilai para kader posyandu
sebagai hal yang sangat menunjang kegiatan posyandu. Selain itu, yang banyak
perduli dengan posyandu adalah PKK. PKK organisasi sosial yang mensupport
posyandu.
Selama ini budaya gotong royong di
masyarakat masih bagus. Demikian juga dengan gotong royong dalam rangka
mengatasi masalah kesehatan ibu dan bayi. Prinsip memperkuat dan mengembangkan
budaya gotong royong antara lain dilakukan dengan memfasilitasi pelaksanaan
kegiatan. Budaya gotong royong tersebut diwujudkan dalam bentuk bersamasama
mengingatkan para ibu untuk menghadiri kegiatan Posyandu. Posyandu sebagai
lembaga berbasis masyarakat, dalam melaksanakan kegiatannya sudah berusaha
untuk melibatkan masyarakat. Prinsip bekerja bersama masyarakat sudah dilakukan
posyandu mulai dari mengidentifikasi permasalahan sampai melakukan pengawasan
dan evaluasi kegiatan.
Penilaian
kader terhadap keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan Posyandu dalam skala
nilai 1 sampai 10, gambarannya adalah sebagai berikut: Walau para kader
posyandu merasa telah memfasilitasi keterlibatan masyarakat, tetapi partisipasi
masyarakat masih terbatas pada pelaksanaan kegiatan. Dalam
melaksanakan kegiatannya, posyandu sudah melakukan kemitraan dengan PKK dan
Puskesmas. Dalam menjalankan kemitran ini, setiap pihak sudah memahami
kedudukan dan kemampuan masing-masing. Contohnya dalam melakukan penyuluhan
kesehatan. Sadar akan keterbatasan di bidang pengetahuan, kalau ada kegiatan
penyuluhan maka kader posyandu akan menyerahkan tugas itu kepada petugas
kesehatan. Di antara mereka sudah ada upaya untuk saling menghubungi,
mendekati, membantu dan saling menghargai.
Bila kita melihat prinsip
desentralisasi, di mana setiap posyandu diharap mampu mengembangkan otonomi
dirinya untuk melaksanakan kegiatan dan otonomi kelompok sasarannya untuk mampu
mengambil keputusan. Mengenai kemampuan mengambil keputusan, karena peran orang
tua dan adat begitu kuat, seorang ibu jarang sekali mampu mengambil keputusan.
Untuk memeriksakan dan melakukan pertolongan persalinan secara cepat kepada
tenaga kesehatan terlatih
3.3 Sejarah Dan Pengertian Keluarga Berencana
1.
Sejarah singkat dan pengertian KB
Pelopor
gerakan Keluarga Berencana di Indonesia adalah Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia atau PKBI yang didirikan di Jakarta tanggal 23 Desember 1957 dan
diikuti sebagai badan hukum oleh Depkes tahun 1967 yang bergerak secara silent
operation. Dalam rangka membantu masyarakat yang memerlukan bantuan secara
sukarela, usaha Keluarga Berencana terus meningkat terutama setelah pidato
pemimpin negara pada tanggal 16 Agustus 1967 dimana gerakan Keluarga Berencana
di Indonesia memasuki era peralihan jika selama orde lama program gerakan
Keluarga Berencana dilakukan oleh sekelompok tenaga sukarela yang beroperasi
secara diam-diam karena pimpinan negara pada waktu itu anti kepada Keluarga
Berencana maka dalam masa orde baru gerakan Keluarga Berencana diakui dan
dimasukkan dalam program pemerintah. Struktur organisasi program gerakan
Keluarga Berencana juga mengalami perubahan tanggal 17 Oktober 1968
didirikanlah LKBN yaitu Lembaga Keluarga Berencana Nasional sebagai semi
Pemerintah, kemudian pada tahun 1970 lembaga ini diganti menjadi BKKBN atau
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang merupakan badan resmi
pemerintah dan departemen dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan
program Keluarga Berencana di Indonesia.
Keluarga berencana adalah suatu usaha
untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan
memakai alat kontrasepsi. Keluarga Berencana yaitu membatasi jumlah anak dimana
dalam satu keluarga hanya diperbolehkan memiliki dua atau tiga anak saja.
Keluarga berencana yang diperbolehkan adalah suatu usaha pengaturan atau
penjarangan kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas
kesepakatan suami istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan
keluarga, masyarakat, maupun negara. Dengan demikian KB disini mempunyai arti
yang sama dengan pengaturan keturunan.
Penggunaan istilah keluarga berencana
juga sama artinya dengan istilah yang umum dipakai di dunia internasional yakni
family planning atau planned parenthood, sepert yang digunakan oleh International
Planned Parenthood Federation (IPPF) nama sebuah organisasi KB internasional
yang berkedudukan di London. KB juga berarti suatu tindakan perencanaan
pasangan suami istri untuk mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur
interval kelahiran dan menentukan jumlah anak sesuai dengan kemampuan serta
sesuai dengan situasi masyarakat dan negara. Dengan demikian KB berbeda dengan
birth control yang artinya pembatasn atau penghapusan kelahiran. Istilah birth
control dapat berkonotasi negatif karena bisa berarti aborsi atau sterilisasi
(pemandulan).
Perencanaan keluarga merujuk kepada
pengguanaan metode-metode kontrasepsi oleh suami istri atas persetujuan bersama
diantara mereka, untuk mengatur kesuburan mereka dengan tujuan untuk
menghindari kesulitan kesehatan, kemasyarakatan dan ekonomi dan untuk
memungkinkan mereka memikul tanggung jawab terhadap anak-anaknya dan
masyarakat. Ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)
Menjarangkan anak untuk memungkinkan penyususan daan penjagaan kesehatan ibu
dan anak
b)
Pengaturan masa hamil agar terjadi pada waktu yag aman
c)
Mengatur jumlah anak, bukan saja untuk keperluan keluarga malainkan juga untuk
kemampuan fisik, financial, pendidikan dan pemeliharaan anak
2.
Kelebihan KB
Kelebihan
dari program KB disini antara lain sebagai berikut :
1.
Mengatur angka kelahiran dan
jumlah anak dalam keluarga serta membantu pemerintah mengurangi resiko ledakan
penduduk atau baby boomer
2.
Penggunaan kondom akan membantu
mengurangi resiko penyebaran penyakit menular melalui hubungan seks
3.
Meningkatkan tingkat kesehatan
masyarakat. Sebab, anggaran keuangan keluarga akhirnya bisa digunakan untuk
membeli makanan yang lebih berkualitas dan bergizi
4.
Menjaga kesehatan ibu dengan cara
pengaturan waktu kelahiran dan juga menghindarkan kehamilan dalam waktu yang
singkat.
5.
Mengkonsumsi pil kontrasepsi
dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium. Bahkan dengan
perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan salah satu
faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal.
Ini berarti program tersebut dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kesehatan
Keluarga Berencana memberikan keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri,
keluarga dan masyarakat Dengan demikian, program KB menjadi salah satu program
pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan
anak. Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat
menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu
terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran
mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan ekonomi pada
pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, KB juga membantu remaja
mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih balk dengan merencanakan
proses reproduksinya.
3.4 Peran Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Program KB
1.
Peran Pemerintah
Usaha
pemerintah dalam menghadapi kependudukan salah satunya adalah keluarga
berencana. Visi program keluarga berencana nasional telah di ubah mewujudkan
keluarga yang berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga
yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal,
berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis (Saifudin, 2003). Program
Keluarga Berencana Nasional merupakan salah satu program dalam rangka menekan
laju pertumbuhan penduduk. Salah satu pokok dalam program Keluarga Berencana
Nasional adalah menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk
berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia.
Cara yang digunakan untuk mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera
yaitu mengatur jarak kelahiran anak dengan menggunakan alat kontrasepi
(Wiknjosastro, 2005).
Macam-macam metode kontrasepsi adalah
intra uterine devices (IUD), implant, suntik, kondom, metode operatif untuk
wanita (tubektomi), metode operatif untuk pria (vasektomi), dan kontrasepsi pil
(Saifudin, 2003).Kurangnya peran pemerintah dalam menggalakkan program KB
mengakibatkan tingginya pertambahan pendudukan yang akan meningkatnya tingginya
pertambahan penduduk yang akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan pelayanan
kesehatan, pendidikan, lapangan pekerjaan yang cukup, berdampak pada naiknya
angka pengangguran dan kemiskinan (Herlianto, 2008). Cara yang baik dalam
pemilihan alat kontrasepsi yaitu ibu mencari informasi terlebih dahulu tentang
cara-cara KB berdasarkan informasi yang lengkap, akurat dan benar. Untuk itu
dalam memutuskan suatu cara konstrasepsi sebaiknya mempertimbangkan penggunaan
kontrasepsi yang rasional, efektif dan efisien.
KB merupakan program yang berfungsi bagi
pasangan untuk menunda kelahiran anak pertama (post poning), menjarangkan anak
(spacing) atau membatasi (limiting) jumlah anak yang diinginkan sesuai dengan
keamanan medis serta kemungkinan kembalinya fase kesuburan (ferundity) (
Sheilla, 2000 ). Penyuluhan kesehatan merupakan aspek penting dalam pelayanan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi karena selain membantu klien untuk
memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya,
juga membantu klien dalam menggunakan kontrasepsinya lebih lama sehingga klien
lebih puas dan pada akhirnya dapat meningkatkan keberhasilan program KB.
Penyuluhan kesehatan tidak hanya memberikan suatu informasi, namun juga
memberikan keahlian dan kepercayaan diri yang berguna untuk meningkatkan
kesehatan (Efendy, 2003). Dengan kesadaran karena adanya informasi tentang
berbagai macam alat kontrasepsi dengan kelebihannya masing-masing, maka ibu-ibu
akan termotivasi untuk menggunakan alat kontrasepsi. Karena Motivasi merupakan
dorongan untuk melakukan suatu perbuatan atau tingkah laku, motivasi bisa
berasal dari dalam diri maupun luar (Moekijat, 2002).
Media adalah salah satu cara untuk
menyampaikan informasi. Salah satu contoh media adalah flip chart yang sering
disebut sebagai bagan balik yang merupakan kumpulan ringkasan, skema, gambar,
tabel yang dibuka secara berurutan berdasarkan topik materi pembelajaran yang
cocok untuk pembelajaran kelompok kecil yaitu 30 orang (Nursalam, 2008 ).
Selain itu bagan ini mampu memberikan ringkasan butir-butir penting dari suatu
presentasi untuk menyampaikan pesan atau kesan tertentu akan tetapi mampu untuk
mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku seseorang (Syafrudin, 2008).
Badan dari
pemerintah yang mengurus program keluarga berencana adalah BKKBN (Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Badan ini mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan keluarga berencana. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43, BKKBN menyelenggarakan fungsi:
1.
Perumusan kebijakan nasional di
bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana
2.
Penetapan norma, standar,
prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan
keluarga berencana;
3.
Pelaksanaan advokasi dan
koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga
berencana;
4.
Penyelenggaraan komunikasi,
informasi, dan edukasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan
keluarga berencana;
5.
Penyelenggaraan pemantauan dan
evaluasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga
berencana;
6.
Pembinaan, pembimbingan, dan
fasilitasi di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga
berencana.
2.
Peran masyarakat
Berbicara
tentang partisipasi masyarakat Indonesia terhadap pelaksanaan KB, pastinya
terdapat kelebihan serta kekurangan dalam partisipasinya. Partisipasi
bersentuhan langsung dengan peran serta masyarakat, baik dalam mengikuti
program tersebut ataupun sebagai aktor pendukung program Keluarga Berencana.
Untuk itu kita akan berbicara mengenai kedua hal tersebut, serta bagaimana
seharusnya kita berperan dalam mendukung kesuksesan KB juga akan sedikit kita
bahas. Pertama, berbicara terkait partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan
KB yang ternyata kenaikannya hanya sedikit bahkan bisa juga disebut dengan
stagnan.
Dalam media massa kompas.com disebutkan
bahwa: Dalam lima tahun terakhir, jumlah peserta keluarga berencana hanya
bertambah 0,5 persen, dari 57,4 persen pasangan usia subur yang ada pada 2007
menjadi 57,9 persen pada tahun 2012. Sementara itu jumlah rata-rata anak tiap
pasangan usia subur sejak 2002-2012 stagnan di angka 2,6 per pasangan.
Rendahnya jumlah peserta KB dan tingginya jumlah anak yang dimiliki membuat
jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan mencapai 312,4 juta
jiwa. Padahal jumlah penduduk saat itu sebenarnya bisa ditekan menjadi
288,7 juta jiwa. Tingginya jumlah penduduk ini mengancam pemanfaatan jendela
peluang yang bisa dialami Indonesia pada tahun 2030. Jendela peluang adalah
kondisi negara dengan tanggungan penduduk tidak produktif, oleh penduduk
produktif paling sedikit. Kondisi ini hanya terjadi sekali dalam sejarah tiap
bangsa. Agar jendela peluang termanfaatkan, angka ketergantungan penduduk
maksimal adalah 44 persen. Artinya, ada 44 penduduk tidak produktif, baik
anak-anak maupun orangtua, yang ditanggung 100 penduduk usia produktif berumur 15
tahun hingga 60 tahun.
Menurut Julianto, untuk mencapai angka
ketergantungan 44 persen, jumlah peserta KB minimal harus mencapai 65 persen
dari pasangan usia subur yang ada pada tahun 2015. Sementara itu jumlah anak
per pasangan usia subur juga harus ditekan hingga menjadi 2,1 persen anak pada
2014. Akan tetapi, target ini masih jauh dari kondisi yang ada. Angka
ketergantungan pada 2010 masih mencapai 51,33 persen, turun 2,43 persen
dibandingkan dengan tahun 2000. Provinsi yang memiliki angka ketergantungan 44
persen pada tahun 2000 ada lima provinsi, tetapi pada 2010 hanya tinggal satu
provinsi, yaitu DKI Jakarta. Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk justru naik
dari 1,45 persen pada tahun 2000 menjadi 1,49 persen pada 2010. Persentase
kehamilan pada ibu berumur 15-49 tahun pun naik dari 3,9 persen pada 2007
menjadi 4,3 persen pada 2012. Jumlah pasangan usia subur yang ikut KB pada 2012
hanya 57,9 persen. Adapun masyarakat yang ingin ber-KB tetapi tidak terjangkau
layanan KB hanya turun dari 9,1 persen pada 2007 ke 8,5 persen pada 2012.
Terbatasnya dana untuk program KB dan
kependudukan menjadi penyebab utamanya. "BKKBN menargetkan angka
ketergantungan 44 persen dapat dicapai pada 2020. Dengan demikian, jika
hasilnya tidak tercapai, masih ada waktu perbaikan menuju 2030,"
tambahnya. Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Nurdadi
Saleh mengatakan, jika jumlah penduduk tak dikendalikan, persoalan fasilitas
pendidikan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas dan penyediaan lapangan
kerja akan terus menjadi masalah. Karena itu, semua pihak harus mendorong
kembali agar pelaksanaan KB di Indonesia bisa sukses kembali seperti pada
dekade 1990-an.
Angka kenaikan yang cukup stagnan ini
tentunya menjadi sebuah pertanyaan besar, sebenarnya apa yang menjadi
permasalahan sehingga partisipasi masyarakat untuk ikut KB sangat minim. Kita
sudah tahu permasalahan yang akan muncul ketika laju pertumbuhan penduduk tidak
dapat dibendung, mulai dari masalah kemiskinan, SDM rendah dan lain sebagainya.
Kalau kita lihat proses sosialisasi KB sendiri masih menemui banyak kendala,
mulai dari masyarakat yang tidak atau kurang peduli dengan program tersebut
sampai pada pelaksanaan program KB tersebut. Saat ini peran Petugas Lapangan
Keluarga Berencana (PLKB) masih minim dalam menjalankan tugasnya. Hal ini juga
ada kaitannya dengan jumlah petugas yang hanya sedikit, sampai-sampai satu
orang harus menghandle 3-4 desa dengan jumlah penduduk yang mencapai ratusan
bahkan ribuan. Seharusnya ada peran dari masyarakat, missal Ibu-ibu PKK dalam
mendukung terwujudnya program ini. Ada pula indikasi bahwa metode KB yang
diterapkan saat ini kurang tepat, sehingga tidak berjalan maksimal.
Untuk mengatasi permasalahan KB tersebut
perlu peran dari semua lapisan kehidupan, baik pemerintah (dari pusat-kota)
hingga masyarakat itu sendiri. Kepedulian akan tujuan bersama harus
ditingkatkan. Perlu juga pelaksanaan KB yang aman dengan sosialisasi yang baik
dari satu keluarga ke keluarga lain. Penyediaan tempat untuk informasi dan
layanan KB yang baik. Pemberian reward and punishment juga perlu dijalankan
dengan baik, agar peraturan yang ada tidak dilanggar dengan seenaknya saja.
Akan tetapi yang paling penting adalah kesadaran masyarakat itu sendiri dalam
melaksanakan program KB bagi dirinya, keluarga, serta masyarakat. Sebenarnya
ada beberapa faktor yang dapat mendorong terlaksananya program KB dengan baik,
diantaranya : faktor ideology, penyediaan alat kontrasepsi, faktor ekonomi,
faktor lokasi sosialisasi program KB, dan faktor kebijakan negara.
Kedua, kita akan berbicara terkait
partisipasi masyarakat terhadap program KB sebagaimana mereka bertindak sebagai
aktor pendukung. Aktor pendukung bisa berasal dari kalangan mahasiswa,
akademisi, medis, sampai aparat pemrintah (kota sampai desa). Partisipasi
mereka dalam meyerukan program KB demi menekan laju pertumbuhan penduduk serta
masalah lain yang mungkin timbul masih belum maksimal. Seharusnya bekal
pendidikan juga bisa dimaksimalkan untuk sosialisasi, demi partisipasi aktif
berbagai elemen dalam mendukung pelaksanaan program Keluarga Berencana.
Sedangkan peran yang perlu kita lakukan dalam mendukung peningkatan partisipasi
masyarakat dalam program KB diantaranya ; Peran kita dalam mensosialisasikan
program KB mulai dari keluarga sendiri, sampai tetangga kita. Memaksimalkan
organisasi masyarakat seperti Karang Taruna dan PKK untuk mendukung sosialisasi
KB di masyarakat dan terakhir kita perlu membangun jaringan kuat yang mampu
berinergi mendukung program KB agar terlaksana dengan efektif dan efisien.
3.5 Faktor pendorong masyarakat menggunkan KB
KB merupakan salah satu sarana bagi
setiap keluarga baru untuk merencanakan pembentukan keluarga ideal, keluarga
kecil bahagia dan sejahtera lahir dan bathin. Melalui program KB diharapkan
lahir manusia Indonesia yang berkualitas prima, yaitu manusia Indonesia yang
memiliki kualitas diri antara lain beriman, cerdas, trampil, kreatif, mandiri,
menguasai iptek, memiliki daya juang, bekerja keras, serta berorientasi ke
depan. Karena itu KB seharusnya bukan hanya menjadi program pemerintah tetapi
program dari setiap keluarga masyarakat Indonesia. Masyarakat memiliki
kebebasan untuk memilih metode kontrasepsi yang diinginkan. Dari hasil
wawancara terhadap 40 ibu-ibu di desa “X”, 10 orang di antara mereka memilih untuk
menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat dan 30 orang lainnya
memilih untuk tidak menggunakan metode kontrasepsi ini. Responden memiliki
alasan yang beragam mengenai keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan
metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
Faktor
pendorong masyarakat menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
Masyarakat pengguna metode kontrasepsi
sederhana tanpa alat memiliki alasan yang berbeda-beda mengenai hal yang
mendorong mereka lebih memilih kontrasepsi tersebut. Adapun factor pendorong
masyarakat memilih metode ini dengan alasan tidak perlu mengeluarkan biaya
untuk alat kontrasepsi. Mereka bisa memanfaatkan keuangan untuk keperluan rumah
tangga yang lain sehingga dapat menghemat pengeluaran. Serta dapat melibatkan
suami dalam penggunaan kontrasepsi ini seperti pada senggama terputus dimana
suami yang memegang peranan penting, sehingga tidak istri saja yang harus
menggunakan kontrasepsi. Mereka juga beranggapan, dengan tidak menggunakan alat
dapat terhindar dari efek merugikan bahan kimia yang terkandung di dalam alat
kontrasepsi. Hal ini juga dapat menghindarkan diri dari kemungkinan alergi yang
ditimbulkan oleh karena pemakaian alat kontrasepsi. Selain itu, alat
kontrasepsi menurut mereka dapat menyebabkan sakit dalam pamakaiannya, seperti
penggunaan KB suntik 3 bulan dimana akseptor akan mengalami sakit akibat
tusukan jarum setiap 3 bulannya. Siklus menstruasi dapat menjadi tidak teratur
serta berat badan akan naik pada umumnya, sehingga akan mengurangi daya tarik
bagi suami mereka karena kenaikan berat badan yang bertahap. Oleh sebab itu,
mereka lebih memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
Berdasarkan hal
tersebut telah dijelaskan bahwa untuk menggunakan keluarga berencana alamiah
secara efektif, pasangan perlu memodifikasi prilaku seksual mereka. Pasangan
harus mengamati tanda-tanda fertilitas wanita secara harian dan mencatatnya.
Mengenal masa subur dan tidak melakukan aktifitas seksual pada masa subur jika
tidak menginginkan kehamilan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat tidak
mempengaruhi siklus menstruasi wanita. Alasan responden yang beragam tersebut
sesuai dengan kajian teori mengenai metode kontrasepsi sederhana tanpa alat.
Dengan menggunakan metode ini, tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh karena
tidak memasukkan benda asing maupun bahan kimia lain. Dalam penggunaannya pun
tidak tergantung dengan tenaga medis, sehingga dapat lebih ekonomis.
Faktor
Pendorong tidak Menggunakan Metode Kontrasepsi Sederhana Tanpa Alat.
Sebagian besar responden di desa “X”
tidak menggunakan metode kontrasepsi sederhana tanpa alat. Dari 40 responden,
30 orang memilih untuk tidak menggunakan metode KB tanpa alat. Mereka memiliki
alasan yang beragam. Pada umumnya, mereka beralasan bahwa metode tersebut
“ribet” karena perlu waktu dan latihan untuk dapat mengetahui secara tepat masa
suburnya. Selain itu, penentuan masa subur ini tidak dapat dilakukan hanya
berdasarkan pengamatan 1 siklus mentruasi saja, setidaknya perlu pengamatan
selama 6 bulan untuk lebih amannya, sehingga dapat terhindar dari kehamilan
yang tidak diinginkan. Selain itu bagi mereka yang mempunyai siklus haid yang
tidak teratur akan sulit untuk menentukan sendiri kapan atau tidak berada pada
masa subur. Keefektivan tergantung dari kemauan, pemahaman dan disiplin
pasangan maupun akseptor sendiri. Oleh karena itu, mereka lebih memilih
menggunakan KB dengan alat yang lebih efektif dan efisien.
Dengan
pemakaian yang berkala sehingga mereka tidak perlu ribet lagi untuk memikirkan
cara berhubungan seksual setiap harinya untuk mencegah kehamilan atau mengatur
jarak kehamilannya.Dan ada juga kerugiannya karena metode kontrasepsi sederhana
tanpa alat memerlukan waktu pantang berkala yang relative lama, sehingga dapat
mengurangi keharmonisan rumah tangga. Suami yang tidak dapat menahan
keinginannya untuk melakukan hubungan suami istri, dapat melampiaskan
keinginannya tersebut di luar rumah. Bagi pasangan yang salah satunya
terinfeksi penyakit menular seksual (PMS), metode kontrasepsi sederhana tanpa
alat ini dihindari. Pasalnya, metode ini tidak melindungi pihak yang tidak
terinfeksi, seperti pada penggunaan kondom.
3.6 Gambaran Program
KB DI Indonesia
1.
Gambaran Keberhasilan KB
Gotong royong. Itulah kunci keberhasilan
pelaksanaan program keluarga berencana (KB) di Indonesia. Demikian disampaikan
oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dalam sambutannya
pada sesi plenary London Summit on Family Planning, pada 11 Juli 2012. Menko
Kesra memaparkan keberhasilan program KB di Indonesia, pelajaran yang dapat
dipetik oleh negara-negara lain, khususnya sesama negara berkembang, negara
anggota G20, dan kerja sama Selatan-Selatan, serta komitmen pemerintah
Indonesia terhadap pelaksanaan program KB selanjutnya. Pendekatan gotong royong
inilah yang "dijual' atau dipromosikan oleh Menko Kesra ke berbagai
negara peserta London Summit sebagai kunci sukses pelaksanaan program KB di
Indonesia. Menko Kesra menjelaskan bahwa pelaksanaan KB di Indonesia
dilaksanakan dengan dukungan dari berbagai pihak secara gotong royong.
Semua komponen, termasuk pemerintah,
swasta, lembaga dan organisasi masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan
wartawan memberikan dukungan dalam bentuk berbeda-beda. Wartawan
mendukung program KB melalui penyebaran informasi kepada masyarakat melalui
media massa sementara tokoh agama dan adat menyampaikan informasi program KB
kepada masyarakat melalui pengajian, pertemuan adat, dan lain-lain. Program KB
telah berkontribusi terhadap penurunan angka fertilitas di Indonesia dari 5,6
anak per wanita pada 1970-an menjadi 2,3 anak per wanita pada 2000-an (SDKI
2002-2003, 2007). Selama 30 tahun, program KB telah berhasil menghindari
sebanyak 100 juta kelahiran.
Menko Kesra
memaparkan, “Ada empat langkah kunci dalam keberhasilan penurunan angka
fertilitas tersebut, yakni partisipasi akar rumput untuk mencapai daerah
pedesaan, komunikasi inovatif untuk mewujudkan norma keluarga kecil bahagia
sejahtera (NKKBS), kemitraan pemerintah dan swasta, dan pergeseran fokus ke pelayanan
berkualitas.” Langkah
kunci keberhasilan KB di Indonesia yaitu :
Pertama, menggunakan partisipasi akar
rumput untuk mencapai daerah pedesaan pada tahun 1970. Pada tahun tersebut
pemerintah merekrut pekerja lapangan sebanyak 40.000 dan 100.000 sukarelawan
untuk membawa masyarakat ke tempat pelayanan. Mereka berada di tingkat desa
serta petugas dan kader itu datang mengunjungi rumah ke rumah untuk membahas
metode keluarga berencana, memberikan konseling, dan membuat rujukan ke
puskesmas.
Kedua, pemerintah meluncurkan sebuah
program inovatif yang mendayagunakan dan mengoptimalkan semua jalur dan saluran
komunikasi kampanye KB yang dirancang untuk membawa perubahan norma sosial dari
norma banyak anak menjadi norma sedikit anak, yang disebut "norma keluarga
kecil, bahagia, dan sejahtera sehingga norma itu melembaga di masyarakat.
Ketiga menyadari bahwa pemerintah, dalam
hal ini tempat-tempat pelayanan pemerintah tidak mungkin bisa memberikan
pelayanan secara optimal akan pemenuhan pelayanan KB. Di sisi lain, ada potensi
lain yang perlu digali, maka sekali lagi dilakukan gotong royong atau bermitra
dengan pihak swasta.
Keempat, sejak pertengahan 1990-an, pola
penggarapan KB tidak hanya terfokus pada kuantitas, tetapi juga sudah diarahkan
ke kualitas layanan.
Selain itu terdapat juga lima faktor di
balik keberhasilan KB di Indonesia, yaitu kemauan politik (political will)
termasuk dukungan anggaran, pembentukan Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) pada 1970 yang independen dari Departemen Kesehatan,
pengelolaan program yang efektif dari tingkat nasional hingga akar rumput, data
dan sistem pelaporan, dan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan
(stakeholder). Dalam sesi paralel London Summit on Family Planning Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Sugiri Syarief memaparkan tentang
desentralisasi program KB di Indonesia, kepala BKKBN menjelaskan berbagai
tantangan yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan program KB di
era desentralisasi dan strategi yang dikembangkan untuk menghadapi
tantangan-tantangan tersebut.
London Summit on Family Planning
diselenggarakan di London pada 11 Juli 2012 oleh Bill and Melinda Gates
Foundation bekerja sama dengan pemerintah Inggris melalui Department for
International Development. Pertemuan ini diadakan untuk meminta komitmen
komunitas global (pemerintah, swasta, donor, dan masyarakat madani) untuk
memperluas ketersediaan informasi, pelayanan, dan pasokan alat KB agar dapat
menambah sebanyak 120 juta perempuan dan anak perempuan di negara-negara
termiskin di dunia yang memakai alat kontrasepsi tanpa paksaan atau
diskriminasi pada tahun 2020. Pertemuan ini mendukung hak dan alat bagi
perempuan dan anak perempuan untuk dapat merencanakan hidup mereka sendiri,
termasuk memutuskan, secara bebas dan untuk kepentingan mereka sendiri, apakah
mereka akan punya anak, serta kapan dan berapa anak yang akan mereka miliki.
Selain itu, pertemuan ini juga mendukung pelaksanaan dan dibangun dengan
memanfaatkan momentum yang diciptakan oleh Strategi Global untuk Kesehatan
Perempuan dan Anak (Global Strategy for Women’s and Children’s Health) – Setiap
Perempuan, Setiap Anak (Every Woman, Every Child) – Sekretaris Jenderal PBB dan
kemitraan pemerintah-swasta dan masyarakat madani yang inovatif melalui Koalisi
Pasokan Kesehatan Reproduksi (Reproductive Health Supplies Coalition) dan
kampanye Bergandeng Tangan (Hand to Hand) mereka, yang diluncurkan di Majelis
Umum PBB pada September 2010. Pertemuan ini diikuti oleh berbagai negara,
negara dan organisasi donor, LSM, dan organisasi pendukung. Ada 4 kepala negara
dan 28 menteri yang hadir termasuk dari Indonesia.
Melalui London Summit on Family Planning
diharapkan revitalisasi gerakan KB global dan komitmen berbagai pihak akan
dapat menyelamatkan dan mengubah hidup jutaan perempuan dan anak perempuan di
negara-negara termiskin di dunia. Kerja sama komunitas global akan dapat
menyelamatkan hidup dan meningkatkan kesehatan, sosial, dan ekonomi keluarga,
masyarakat, dan negara sekarang, juga generasi mendatang. (AT)
2.
Sasaran program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2
yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang
ingin dicapai. Sasaran langsungnya adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang
bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi
secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan
pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan
kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang
berkualitas, keluarga sejahtera. Ada beberapa sasaran keluarga berencana.
Sasaran program keluarga berencana (KB) nasional lima tahun kedepan seperti
tercantum dalam RPP JM 2004-2009 adalah sebagai berikut:
Menurunnya
rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) secara nasional menjadi satu, 14%
per-tahun.
-
Menurunkan angka kelahiran total
FertililtyRate (TFR) menjadi 2,2 perperempuan.
-
Meningkatnya peserta KB Pria
menjadi 4,5 %.
-
Meningkatnya pengguna metode
Kontrasepsi yang efektif dan efisisen
-
Meningkatnya partisipasi keluarga
dalam pembinaan tumbuh kembang anak.
-
Meningkatnya jumlah keluarga
prasejahtera dan keluaga sejahtera 1 yang aktif dalam usaha ekonomi
produktif.
-
Meningkatnya jumlah institusi
masyarakat dalam penyelenggraan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi
3.
Pelaksanaan Program KB
Salah satu cara untuk mewujudkan
keluarga yang sakinah adalah mengikuti program Keluarga Berencana (KB). KB
secara prinsipil dapat diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan
keluarga sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh
sangat sejalan dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi
umatnya, KB merupakan salah satu upaya pemerintah yang dikoordinir oleh Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB), dengan program untuk
membangun keluarga-keluarga bahagia dan sejahtera serta menjadikan keluarga
yang berkualitas. KB dapat dipahami juga sebagai suatu program nasional yang
dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan
pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan
jasa.
Pelaksanaan program tersebut salah
satunya adalah dengan cara menganjurkan. setiap keluarga agar mengatur dan
merencanakan kelahiran anak, dengan menggunakan alat kontrasepsi modern. Sebab,
dengan mengatur kelahiran anak, keluarga biasanya akan lebih mudah
menyeimbangkan antara keadaan dan kebutuhan, pendapatan dan pengeluaran. Dan
pada akhirnya dapat lebih mudah membentuk sebuah keluarga bahagia dan
sejahtera. Bila pertumbuhan penduduk dapat ditekan, maka masalah yang
dihadapi tidak seberat menghadapi pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Safe Motherhood adalah usaha-usaha yang
dilakukan agar seluruh perempuan menerima perawatan yang mereka butuhkan selama
hamil dan bersalin. Empat
pilar safe motherhood yaitu keluarga berencana, pelayanan antenatal, persalinan
yang aman, dan pelayanan obstetri esensial Making Pregnancy Safer (MPS) merupakan strategi
sektor kesehatan yang ditujukan untuk mengatasi masalah kembar kesehatan dan
kesakitan ibu. Tujuan
MPS Menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.
Upaya
menurunkan kematian ibu merupakan masalah kompleks yang melibatkan berbagai
aspek dan disiplin ilmu termasuk faktor sosial ekonomi dan budaya masyarakat
sebagai mata rantai yang berkaitan. Sehingga, selain komitmen politik
pemerintah sebagai pengambil keputusan yang akan menentukan arah dan prioritas
pelayanan kesehatan, juga diperlukan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan.
Tidak ada intervensi tunggal yang mampu menyelesaikan masalah kematian ibu.
Oleh karena
itu, berbagai upaya untuk mengatasi hal ini melalui Strategi Menyelamatkan
Persalinan Sehat, meskipun dalam pelaksanaannya masih menemui beberapa kendala,
perlu untuk didukung. Kesehatan
ibu adalah hal yang vital bagi keberlangsungan hidup manusia dan hal ini
menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memelihara dan meningkatkannya.
3.2 Saran
Dalam penyusunan
makalah ini kami menyadari
masih banyak kekurangan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu kami
mengharap saran yang membangun dari pembaca sebagai penyempurna dari makalah
yang kami susun.
DAFTAR PUSTAKA
Abd
ar-Rahim ‘Umran. 1997. Islam dan KB. Jakarta: Lentera
Hartanto,
Hanafi. 2004.Keluarga Berencana dan Kontrasepsi.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Masjfuk
Zuhdi. 1991. Masail Fiqhiyah. Jakarta: CV Haji Mas Agung
Prawirohardjo,
Sarwono. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
Prihatmiati,
Atiek. 2003. Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Pemilihan Type Alat
Kontrasepsi Suntik pada Ibu Menyusui
1q1q.
2 mei 2008. Kekurangan dan kelebihan alat kontrasepsi. http://i-comers.com/2008/05/02.
12 Maret 2010
http://nurelfata.blogspot.com/
http://kesehatan.kompas.com/read/2009/11/03/14564725/Bengkulu.Terbaik.dalam.Pelaksanaan.KB.
http://rizanurzaman.blogspot.com/2012/11/sejarah-keluarga-berencana.html