KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
Rahmat dan Hidayah serta Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikantugas makalah
ini dengan lancar dan tepat pada waktunya. Makalah dari mata kuliah Ilmu Lingkungan yang membahas tentang AMDAL
industry kakao di Medan.
Makalah ini dimaksudkan untuk
memberikan wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya amdal dari suatu kegiatan
pembangunan. Makalah ini tidak lepas dari kekurangan karena manusia bukanlah
makhluk yang sempurna. Tetapi kami telah berusaha untuk membuat makalah ini
dengan sebaik mungkin. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi rujukan
dalam mremperoleh ilmu pengetahuan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah pertanian merupakan bahan yang terbuang
di sektor pertanian. Pada pertanian konvensional atau modern pada umumnya tidak
terdapat pengelolaan limbah, sebab dalam pertanian konvensional semua inputnya
seperti pupuk menggunakan bahan kimia. Limbah dianggap suatu bahan yanag tidak
penting dan tidak bernilai ekonomi. Padahal jika kaji dan didilola, limbah
pertanian dapat diolah menjadi beberapa produk baru yang bernilai ekonoomi
tinggi.
Dalam era millennium ini, dalam dunia usaha
bisnis internasional telah berkembang paradigma pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang dikaitkan dengan terbitnya isu manajemen
lingkungan dalam bentuk penerbitan sertifikat ISO 14000. Isu tersebut
menekankan pada pengelolaan sumber daya alam yang efektif dan efisien dengan
meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya. Paradigma
pembangunan berkelanjutan tersebut memiliki tiga pilar utama, yaitu ekonomi,
ekologi, dan social. Secara ekonomi, pembangunan agribisnis / agroindustri
harus dapat menciptakan pertumbuhan yang tinggi untuk mrncapai kesejahteraan,
khususnya bagi stakeholder agribisnis / agroindustri. Secara ekologi,
pembangunan tersebut hendaknya menekan seminimal mungkin dampak lingkungan yang
ditimbulkan oleh kegiatan pengelolaan sumber daya alam. Secara social,
memberikan kemanfaatan pada masyarakat luas. Paradigma global di atas juga
harus diantisipasi oleh para stakeholder agribisnis dan agroindustri, mengingat
dalam konteks yang lebih luas (dimana agribisnis mencakup juga budang kehutanan,
perkebunan, dan perikanan laut), agribisnis ,merupakan salah satu sektor usaha
yang rentan terhadap isu lingkungan.
Pada prinsipnya, ekologi industri menerangkan
bagaimana seharusnya suatu industri melakukan kerjanya dengan menggunakan
sumber daya yang terbatas dengan menghasilkan limbah yang seminimum mungkin.
Hal ini dapat diraih dengan cara-cara antara lain; (1) melakukan efisiensi
penggunaan sumber daya, (2) memperpanjang umur produk, melakukan pencegahan
pencemaran, melakukan daur ulang dan panggunaan kembali, dan (50 membangun
taman-taman ekoindustri.
Pada industri Cocoa Ventures Indonesia di
Medan, untuk mengatasi masalah ini, maka salah satu cara yang dapat
dilaksanakan adalah melaksanakan pengolahan limbah pertanian kakao. Limbah
tersebut meliputi limpah pra-panen dan limbah pasca-panen. Tujuan dari
pengolahan limbah sendiri adalah untuk menjaga kstabilan ekologi pertanian
kakao. Tanaman kakao banyak menghasilkan limbah. Limbah tersebut antara lain
adalah pulp, kulit buah, dan daging buah. Selain itu, terdapat limbah pra-panen
merupakan daun dan seresah pohon.
Pengolahan limbah kakao sangat perlu dilakukan
dikarenakan tanaman kakao merupakan tanaman yang secara umum dimanfaatkan
bagian bijinya saja. Bagian buah lain tidak digunakan menjadi bahan utama.
Pemanfaatan limbah buah kakao maupun pemanfaatan limbah pra-panen pada tanaman
kakao (Kristanto, 2004).
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui cara mengelola limbah kakao mulai dari pra-panen,
panen, dan pasca panen.
2.
Mengetahui hasil dari pengelolaan limbah kakao.
1.3 Manfaat
1.
Mahasiswa mengetahui cara pengelolaan limbah kakao.
2.
Masyarakat dan petani dapat menggunakan makalah ini
sebagai acuan referensi untuk mengelola limbah kakao.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Ekologi Industri
Pada prinsipnya, ekologi industri menerangkan
bagaimana seharusnya suatu industri melakukan kerjanya dengan menggunakan
sumber daya yang terbatas dengan menghasilkan limbah yang seminimum mungkin.
Hal ini dapat diraih dengan cara-cara antara lain;
1.
melakukan efisiensi penggunaan sumber daya.
2.
memperpanjang umur produk, melakukan pencegahan pencemaran,
melakukan daur ulang dan panggunaan kembali, dan (50 membangun taman-taman
ekoindustri (Rachmayanti, 2004).
2.2 Dasar Pengolahan Limbah
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988, yang dimaksud
dengan pencemaran adalah Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan
(komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehngga kualitas
udara/air menajdi kurang atau tidak dapar berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukannya.
Dengan semakin meningkatnya perkembangan
sektor industri dan transportasi, baik indutri minyak dan gas bumi, pertanian,
industri kimia, industri logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas manusia
lainnya, maka semakin meningkat pulabtingkat pencemaran pada perairan, udara
dan tanah akibat berbagai kegiatan tersebut(Rachmayanti, 2004).
Untuk mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan oleh berbagai aktivitas tersbeut maka perlu dilakukan pengendalian terhadap
pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan,
termasuk baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara
ambien, baku mutu udara emisi dan sebagainya (Rachmayanti, 2004).
2.3 Karakteristik Limbah Pertanian Secara Umum
Limbah merupakan bagian dari produk hasil
pertanian yang pengelelolaannya perlu mendapat perhatian, karena dapat menjadi
sumber bencana bagi manusia. Jika tidak dikelola dengan baik maka limbah
pertanian sering menjadi tempat bersarang/berkembangbiak hama dan penyakit,
terjadinya pencemaran (polusi) udara berupa gas Metan (CH4), CO2 dan
N2O (Baharuddin, 2010). Secara umum, limbah pertanian merupakan limbah
organik. Limbah pertanian memiliki ciri-ciri umum. Ciri umum atau
karakteristik tersebut dibagi dalam dua kategori, yaitu karakteristik secara
fisika dan kimia.
KARAKTERISTIK
|
SUMBER LIMBAH
|
Fisika :
|
|
Warna
|
Bahan Organik,
limbah industri dan domestic
|
Bau
|
Penguraian Limbah
Industri
|
Padatan
|
Sumber Air, Limbah
industri dan domestic
|
Suhu
|
Limbah Industri dan
Domestik
|
Kimia :
|
|
Karbohidrat
|
Limbah Industri,
Perdagangan dan Domestik
|
Minyak dan Lemak
|
Limbah Industri,
Perdagangan dan Domestik
|
Pestisida
|
Limbah hasil
pertanian
|
Penol
|
Limbah Industri
|
Tabel 2.1 : Karakteristik Limbah Pertanian
2.4 Limbah Padat Pertanian
Pada limbah tanaman kakao, kebanyakan limbah
yang dihasilkan adalah limbah padat. Limbah padat memiliki cara pengolahan yang
berbeda. Secara umum, berdasarkan sifatnya, pengolahan limbah padat dapat
dilakukan melalui dua cara yaitu diolah dan tanpa pengolahan. Limbah padat tanpa
pengolahan dapat dibuang ketempat tertentu yang dapat difungsikan sebagai
tempat pembuangan akhir karena karena limbah tersebut tidak mengandung unsur
kimia yang beracun dan berbahaya. Tempat pembuangan limbah semacam ini dapat
didaratan ataupun di laut, berbeda dengan limbah padat yang mengandung senyawa
kimia berbahaya atau terkontaminasi virus, limbah semacam ini harus diolah
terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir (Rachmayanti, 2004).
2.5 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum
limbah diolah
Dalam pengolahan limbah, terdapat
beberapa faktor yang harus dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Jumlah Limbah. Apakah Limbah dapat ditinggulangi sendiri di
dalam pabrik tanpa menggunakan peralatan pengolahan ataupun penganngkutan. Jika
jumlah limbah hanya sedikit maka tidak membutuhkan penanganan khusus seperti
tempat dan sarana pembuangannya, tetapi jika limbah yang dibuang ,
misalnya, 4 m3/hari, sudah tentu membutuhkan tempat pembuangan akhir
dan sarana angkutan tersendiri.
2. Sifat fisik dan kimia
limbah. Limbah padat terdiri
dari berbagai macam wujud dan bentuk, tergantung pada jenis industrinya. Sifat
fisik limbah akan mempengaruhi pilihan temapt pembuangan akhir , srana
pengangkutan dan pilihan sistem pengolahan. Disamping sifat fisik limbah, sifat
kimia merupakan sifat yang tidak dapat diabaikan. Sifat kimia limbah pada akan
merusak dan mencemari lingkungan secara kimia yang dapat menimbulkan reaksi
saat-saat membentuk senyawa baru. Limbah padat yang berupa lumpur dari pabrik
pulp dan dan rayon akan mencemari air tanah melalui penyerapan kedalam tanah.
3. Kemungkinan pencemaran
dan kerusakan lingkungan.
Lingkungan terdiri dari berbagai komponen, baik yang sensitif maupun yang tidak
terhadap berbagai komponen polutan. Perlu diketahui komponen lingkungan yang
rusak akibat pencemaran pada tempat pembuangan akhir.
4. Tujuan Akhir yang
hendak dicapai. Ada beberapa tujuan
yang hendak dicapai dalam upaya pengolahan limbah. Tujuan ini tergantung dari
kondisi limbah, bersifat ekonomis atau non ekonomis. Untuk Non-ekonomis,
pengolahan ditujukan untuk pencegahan (preventive) kerusakan lingkungan,
sedangkan limbah yang memiliki nilai ekonomis mempunyai tujuan meningkatkan
efisiensi produk secara keseluruhan dan untuk memanfatkan kembali bahan
yang masih berguna dengan tujuan lain. Bagaimanapun pengelolaan akhir limbah
harus mendapatkan perhatian yang utama. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan
pendahuluan untuk mendapatkan limbah yang lebih mudah mengelolanya, misalnya
mudah dipindahkan, mudah diangkut, tidak menimbulkan bau pada saat dibawa ke
tempat pembuangan akhir dan lain-lain.
2.6 Cara Pengolahan Limbah Padat Secara Umum
Berdasarkan beberapa pertimbangan diatas,
pengelolaan limbah padat dapat dilakukan melallui proses-proses sebagai
berikut:
1. Pemisahan. Pemisahan perlu dilakukan karena dalam
limbah terdapat berbagai ukuran dan kandungan bahan tertentu. Disamping itu
juga untuk menyesuaikan dengan kondisi peralatan dan sekaligus mencegah
kerusakan peralatan (mesin) karena tidak sesuai dengan komponen bahan pencemar
dalam limbah.
2. Penyusutan Ukuran.Ukuran bahan diperkecil untuk mendapatkan
ukuran yang lebih homogen sehingga mempermudah pemberian perlakuan pada
pengolahan berikutnya, dengan maksud antara lain :
A.
Ukuran bahan menjadi lebih kecil.
B. Volume bahan lebih kecil (dipadatkan).
C.
Berat dan volume bahan lebih kecil. Cara ini pada umumnya dilakukandengan
pembakaran (insenerasi) pada alat incinerator
1. Pengomposan.Pengomposan adalah terjadi ketika bahan
kimia yang terdadapat didalam limbah diuraikan secara biokimia, sehingga
menghasilkan bahan organik baru yang lebih bermanfaat. Hasil pengomposan dapat
digunakan untuk pupuk tanaman. Sebelum dilakukan proses pengomposan mungkin
perlu dilakukan pemisahan ataupun penyusutan ukuran agar hasil kompos lebih
baik. Pengomposan banyak dilakukan terhadap limbah yang mudah membusuk, limbah
padat perkotaan (Municipal Solid Waste = MSW), buangan industri, lumpur pabrik,
dan sebagainya (Nasrullah dan A. Ella, 1993).
2.7 Perbandingan beberapa komponen pada Tanaman Kakao
Perbandingan beberapa komponen, baik kulit
buah, pulp maupun placenta bermanfaat untuk memberikan nilai tambah pada
cokelat. Persentase bagian-bagian di dalam buah cokelat adalah sebagai berikut:
No
|
Komponen
|
Persen segar
|
Persen kering
|
1
|
Kulit
|
68,5
|
47,2
|
2
|
Placenta
|
2,5
|
2,0
|
3
|
Biji
|
29,0
|
5,8
|
Tabel 2.2: Kandungan Prosentase Buah Kakao
Kulit buah cokelat dapat dimanfaatkan sebagai
campuran bahan makanan ternak. Kandungan proteinnya mencapai 20,4%. Kulit buah
cokelat jika dibenamkan ke dalam tanah akan meningkatkan jumlah hara yang
tersedia. Disamping itu, kulit buah cokelat juga dapat digunakan sebagai
sumber gas bio, dan bahan bakar pembuat pektin (Nasrullah dan A. Ella, 1993).
Pulp sebagai limbah pada fermentasi biji cokelat berguna dalam
pembuatan alkohol dan cocoa jelly. Pulp mengandung 10-15% gula, 1% pektin, dan
1,5% asam sitrat serta senyawa-senyawa lain, seperti kalium, kalsium,
magnesium, albuminoid, dan lain-lain (Nasrullah dan A. Ella, 1993).
2.8 Cara Meminimalisasi Limbah Tanaman Kakao
Cara mengurangi limbah panen pertanian
kakao sangat dibutuhkan pada pertanian yang berkelanjutan. Cara mengurangi
limbah seperti ini lebih efisien karena tidak membutuhkan ongkos produksi yang
lebih banyak. Terdapat beberapa cara sederhana yang berkelanjutan untuk
mengurangi limbah tanaman kakao (Rachmayanti, 2004). Cara mengurangi limbah
tersebut pada tanaman kakao adalah sebagai berikut:
1.
Pemetikan dan sortasi buah: Kakao adalah tanaman yang waktu pemanenannya adalah
musiman. Kakao varietas Amelanado mencapai puncak panen yang lebih
tajam dari kakao Amazon. Amelonado menunjukkan bahwa 75% panen tahunan terjadi
antara periode September-Januari, sedangkan pada varietas Amazon tidak lebih
dari 50 % panen pada periode yang sama. Semakin rendah jumlah panen puncak,
akan semakin menguntungkan karena penyebaran waktu panen yang merata dapat
menurunkan jumlah kebutuhan dan kapasitas alat-alat pengolahan. Selain
itu,penyebaran waktu panen akan jugamenurunkan kuantitas hasil limbah yang
dihasilkan, sehingga memudahkan petani untuk mengolah limbah tersebut
(Wahyudi et.al., 2008).
2.
Waktu pemetikan: Pemetikan terhadap buah yang muda dan buah yang terlewat tua
seharusnya dihindari. Buah yang masih muda masih memiliki yang gepeng, sehingga
limbah kulit dan daging buah kakao masih banyak. Selain itu, kakao yangsudah
tua akan memiliki biji yang telah berkecambah. Biji yang telah berkecambah
tidak akan bisa diolah menjadi bahan baku atau semi baku lain, sehingga akan
menjadi limbah panen. Limbah panen yang terlalu banyak akan menyulitkan para petani
untuk mengolahnya.
3.
Penyimpanan buah: Pemeraman buah dilakukanselama 5-12 hari tergantung
kondisi setempat dan derajat kematangan buah. Selama pemeraman buah, dihindari
buah kakao yang terlampau masak, rusak, atau diserang jamur, yakni dengan
cara diantaranya adalah: Mengatur tempat pemeraman agar bersih dan terbuka,
Memberi alas pada permukaan tanah dan penutup permukaan dengan daun kering.
Cara ini akan dapat menurunkan jumlah biji kakao yang rusak daari sekitar 15%
menjadi 5%. Hal – hal tersebut dapat mengurangi pertumbuhan jamur pada
biji kakao. Biji kakao yang terkena serangan jamur akan menurunkan hasil
kualitas produksi dan mungkin tidak dapat diolah dan menjadi limbah.
4.
Pemecahan Buah. Pemecahan buah dapat dilakukan dengan pemukul kayu, pemukul berpisau,
atau dengan teknologi modern. Pemecahan berpisau sering digunakan meskipun cara
ini tidak dianjurkan karena dapat merusak biji kakao. Biji kakao yang rusak
akan mudah terserang jamur. Kakao yang terserang jamur tidak dapat
difermentasikan dan alhasil akan menjadi limbah.
2.9 Kakao
Indonesia merupakan salah satu negara
pembudidaya tanaman kakao paling luas di dunia dan termasuk negara penghasil
kakao terbesar ketiga setelah Ivory Coast dan Ghana, yakni dengan nilai
produksi tahunannya mencapai 572 ribu ton. Berdasarkan data dari Direktorat
Jendral Perkebunan (2006), pada tahun 2003 luas areal penanaman kakao telah
mencapai 917 ribu hektar dan tersebar di seluruh provinsi, kecuali DKI Jakarta
(T. Wahyudi dan P. Rahardjo dalam Rizky D.P).
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan
perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping
itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan
agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan
kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang
sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan
sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sector perkebunan setelah karet dan
minyak sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta.
Kakao merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang menempati peringkat ketiga ekspor sektor perkebunan dalam
menyumbang devisa negara, setelah komoditas karet dan CPO. Pada 2006 ekspor
kakao mencapai US$ 975 juta atau meningkat 24,2% dibanding tahun sebelumnya
(Suryani dan Zulfebriansyah, 2005). Luas areal perkebunan kakao di Indonesia
pada 2006 mencapai 1,19 juta hektar dengan rata-rata pertumbuhan lahan 7,4% per
tahun. Produksi buah kakao tahun 2006 mencapai 779,5 ribu ton atau tumbuh
rata-rata 3,8% per tahun. (Suryani dan Zulfebriansyah, 2005).
Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah
merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao (Theobroma
cacao L.) Buah coklat yang terdiri dari 74 % kulit buah, 2 % plasenta
dan 24 % biji. Hasil analisa proksimat mengandung 22 % protein dan 3-9 % lemak
(Nasrullah dan A. Ella, 1993 dalam Baharuddin). Pakar lain menyatakan kulit
buah kakao kandungan gizinya terdiri dari bahan kering (BK) 88 % protein kasar
(PK) 8 %, serat kasar (SK) 40,1 % dan TDN 50,8 % dan penggunaannya oleh ternak
ruminansia 30-40 % dilaporkan oleh Anonimus (2001). Komponen utama dari
buah kakao adalah kulit buah, plasenta, dan biji. Kulit buah merupakan komponen
terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70% berat buah masak. Persentase
biji kakao di dalam buah hanya sekitar 27-29%, sedangkan sisanya adalah
plasenta yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji.
2.10 Pengelolaan Limbah Kakao
Semakin meningkatnya produksi kakao baik
karena pertambahan luas areal pertanaman maupun yang disebabkan oleh
peningkatan produksi persatuan luas, akan meningkatkan jumlah limbah buah
kakao. Komponen limbah buah kakao yang terbesar berasal dari kulit buahnya atau
biasa disebut pod kakao, yaitu sebesar 75 % dari total buah (Ashadi, 1988).
Jika dilihat dari data produksi buah kakao yang mencapai 779,5 ribu ton, maka
limbah pod kakao yang dihasilkan sebesar 584,6 ribu ton/tahun. Apabila limbah
pod kakao ini tidak ditangani secara serius maka akan menimbulkan masalah
lingkungan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Limbah Pra Panen Kakao
1.
Pemanfaatan Limbah Daun Kakao sebagai Kompos
Limbah
daun kakao adalah masalah linkungan yang paling sulit di atasi, baik dari
faktor volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan
limbah, dimana sering membuat kerugian daripada keuntungan. Untuk mengatasi
limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah yang baik dan ramah
lingkungan yaitu dengan sebagian limbah ada yang diolah kembali atau daur ulang
sebagai limbah yang bermanfaat tanpa timbulkan kerugian. Dengan kemajuan zaman
di harapkan pengolahannya jauh lebih baik dan optimal menyeluruh sehingga
masalah linkungan cepat tertasi, tak ada pencenmaran udara, air, maupaun tanah
sekalipun.
2. Manfaat Limbah Daun Kakao Menjadi Pupuk
1. Mengurangi Volume limbah daun yang dibuang
di TPA
Karena daun dikomposkan di tempat
di mana kompos tersebut diambil, maka dengan sendirinya volume daun yang
diangkut ke TPA akan berkurang.
2. Menghemat Sumber Daya
Berkurangnya
volume daun yang diangkut ke TPA juga mengakibatkan implikasi lain. Misalnya:
berkurangnya armada angkutan yang dibutuhkan, berkurangnya tenaga kerja yang dibutuhkan,
menghemat bahan bakar. Semua ini akan menghemat biaya yang diperlukan untuk
pengelolaan limbah faun kakao.
3. Peningkatan
Nilai Tambah
Limbah
indentik dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau.
Memang stigma ini tidak sepenuhnya salah. Namun, dengan membuat sampah organik
menjadi kompos akan memberikan nilai tambah bagi sampah. Kompos memiliki nilai
ekonomi dan tidak berbau.
4. Menyuburkan
tanah dan tanaman.
5. Manfaat
untuk kebersihan lingkungan.
3.2 Limbah Panen Kakao
1. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Ternak
Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah
merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao (Theobroma
cacao L.) Buah coklat yang terdiri dari 74 % kulit buah, 2 % plasenta
dan 24 % biji. Hasil analisa proksimat mengandung 22 % protein dan 3-9 % lemak.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ternak domba, bahwa penggunaan kulit
buah kakao dapat digunakan sebagai substitusi suplemen sebanyak 15 % atau 5 %
dari ransum. Sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak, limbah kulit
buah kakao perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin
yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari 6-8 %
menjadi 12-15 %. Pemberian kulit buah kakao yang telah diproses pada ternak
sapi dapat meningkatkan berat badan sapi sebesar 0,9 kg/ hari (Hasnah, Tanpa
Tahun).
Melalui proses fermentasi, nilai gizi limbah
kulit buah kakao dapat ditingkatkan, sehingga layak untuk pakan penguat kambing
maupun sapi, bahkan untuk ransum babi dan ayam. Salah satu fermentor yang cocok
untuk limbah kulit buah kakao adalah Aspergillus niger .
Manfaat fermentasi dengan teknologi ini antara lain :
- Meningkatkan kandungan protein.
- Menurunkan kandungan serat kasar.
- Menurunkan kandungan tanin (zat penghambat pencernaan).
Cara pengolahan fermentasi berbeda dengan
tanpa fermentasi. Cara fermentasi yaitu dengan cara mengumpulkan limbah kulit
buah kakao dari hasil panen lalu dicingcang. Kemudian dijemur pada sinar
matahari sampai kering yang ditandai dengan cara mudah dipatahkan atau mudah
hancur kalau diremas. Setelah kering ditumbuk dengan menggunakan lesung atau
alat penumbuk lainnya, kemudian dilakukan pengayakan. Untuk meningkatkan mutu
pakan ternak, maka tepung kulit buah kakao dapat dicampur dengan bekatul dan
jagung giling masing-masing 15 %, 35 % dan 30 %. Ini artinya bahwa ransum
tersebut terdiri atas 15 % tepung kulit buah kakao, 35 % bekatul dan 30 % jagung
giling (Hasnah, Tanpa Tahun).
Namun kelemahan pengolahan limbah ini
membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses fermentasi dan pengeringan.
sebelumnya dalam proses pengolahan limbah pod kakao sebagai pakan ternak ini
harus dilakukan sortasi terlebih dahulu. Dimana pod yang terjangkit dan busuk
dipisahkan. Sehingga yang diolah hanya pod yang mempunyai kualitas baik.
Sehingga pakan ternak yang dihasilkan juga baik.
Kelemahan dalam pengolahan limbah pod kakao
tanpa fermentasi ini ialah serat kasar (lignin) yang terdapat pada kulit tidak
akan berkurang. Sehingga jika digunakan sebagai pakan ternak akan sulit untuk
dicerna. Jika sulit dicerna maka akan mempengaruhi proses pencernaan
metebolisme ruminansia tersebut. Maka dari itu disarankan melalui proses
fermentasi.
2. Pemanfaatan Limbah Pod Kakao sebagai Pakan Ikan
Pakan merupakan komponen biaya operasional
terbesar dalam kegiatan terbesar dalam kegiatan budidaya perikanan. Kebutuhan
akan pakan dapat menyerap hingga 60% dari total biaya produksi. Sumber
bahan baku penyusun pakan yang terbesar saat ini adalah tepung ikan. Penggunaan
tepung ikan dapat menyumbang 40-60% dari total bahan baku penyusun pakan.
Namun, angka import tepung ikan yang dikeluarkan BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan
penurunan dari tahun ke tahun. Pada 2006 mencapai angka 88.825 ribu ton, pada
tahun 2008 menjadi 67.597 ribu ton. Trend penurunan tersebut seiring dengan
penurunan produksi tepung ikan dunia. Dari sisi perdagangan internasional,
kondisi ini berdampak pada merangkaknya harga jual tepung ikan.
Salah satu alternatif substansi bahan baku
ikan yang dapat dilakukan adalah dengan pemanfaatan limbah pertanian.
Pemanfaatan limbah kulit buah kakao dapat dipilih sebagai salah satu alternatir
bahan baku pakan ikan dikarenakan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi
sekitar 8-10% dan melimpahnya ketersediaan jumlah bahan ini di daerah-daerah
yang ada di Indonesia dan belum termanfaatkan dengan baik. Indonesia merupakan
negara produsen terbesar ketiga penghasil kakao dunia.
Salah satu alternatif pengolahan limbah yaitu
dengan memanfaatkan mikroorganisme yang akan melakukan proses biologis
(bioproces) dalam mengolah senyawa-senyawa yang tidak dibutuhkan dalam bahan
baku pakan dan mendapatkan senyawa yang diinginkan dalam proses pembuatan bahan
pakan. Beberpa jenis mikroorganisme yang berpotensi untuk proses fermentasi
kulit buah kakao diantaranya adalah Aspergilus niger, Trichoderma sp,
dan Koruria rosea. Pemanfaatan Aspergilus niger menurut
hasil penelitian Okpako et al dalam Kurnianzah Aziz dkk (2011) dapat
meningkatkan kadar protein sebesar 24%, kadar abu 7,52%, dan mengurangi sianida
7,35 mg/kg. Koruria rosea dapat meningkatkan kadar asam amino
lysine 3,46%, histidine 0,94%, dan kadar methionin sebesar 0,69%.
Fungsi lain dari mikroorganisme yang sudah
disebutkan diatas juga sebagai pengurai serat-serat kasar pada kakao menjadi
halus. Untuk menghaluskan kandungan serat kasar juga dapat dilakukan dengan
serangkaian proses seperti mekanis, biologi, dan kimiawi. Maka dari itu untuk
mempercepat proses pembuaatan pakan ikan dengan limbah kulit kakao dapat
dilakukan dengan serangkaian proses tersebut. Saat ini, proses pengolahan limbah kulit kakao
sebagai pakan ikan jarang dilakukan oleh para pengelola perkebuana kakao. Biasaya
limbah kulit kakao diolah menjadi pupuk kompos dan sebagai pakan ternak. Maka
dari itu, jika para petani kakao mengetahi pasokan pakan ikan didunia mulai
berkurang, maka para petani akan gencar untuk mengusahakan pengolahan ini. Maka
dari itulah, disini perlu diadakan sosialisai mengenai hal ini kepada para
petani oleh pemerintah atau oleh pihak penyuluh pertanian.
Kelemahan pengolahan limbah kulit kakao
sebagai tepung pakan ikan belum diteliti lebih dalam, yang diteliti disini
hanyalah kandungan pada kulit kakao tersebut cukup baik bagi pertumbuhan ikan.
Adapun menurut penelitian, kulit kakao mempunyai kandungan protein yang cukup
tinggi sehingga cukup bagi pertumbuhan ikan. Selain itu, kelemahanya adalah
masih belum ada percobaan yang cukup dalam menerapkan hal ini. Karena pada
umumnya ikan juga pilih-pilih pakan. Disini juga tidak terdapat penelitian
lebih dalam tentang pertumbuhan dan perkembangan ikan selama mengkomsumsi pakan
dari limbah kulit kakao ini. Adapun lebih singkatnya pembuatan limbah kulit
kakao sebagai tepung pakan ikan dapat dilaihat pada skema.
3.3 Limbah Pasca Panen
1. Pemanfaatan Limbah Pulp sebagai Nata De Coco
Salah satu produk hasil samping yang dapat
dihasilkan dari cairan lender biji kakao adalah nata cacao. Produk tersebut
hamper sama dengan nata de coco yanga bahannya berasal dari air kelapa. Dengan
proses fermentasi yang serupa yaitu pemnafaatan bakteri acetobacter xylinum,
cairan lender biji kakao dapat menghasilkan nata. Cara embuatan nata de cacao
sama dengan pembuatan nata de coco yaitu relative sederhanan dan mudah
dikerjakan, hanya saja memerlukan suasana yang bersih dan kondisi yang aseptis.
Raktor yang berpengaruh pada pembuatan nata
meliputi sumber gula, suhu fermentasi, tingkat keasaman medium, lama
fermentasi dan aktivitas bakterinya. Gula merupakan salah satu nutrisi yang
sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Sampai pada konsentrasi tertentu penambahan gula akan meningkatkan pertumbuhan
bakteri acetobter xylinum sehingga pembentukan nata dari hasil perombaan gula
menjadi semakin tinggi. Untuk memperoleh hasil nata de cacao yang
lebih putih, dalam pembuatannya harus dilakukan pengenceran limbah cair biji
kakao. Hal ini disebabkan cairan biji kakao mengandung yang langsung diambil
dari pabrik pengolahan biji kakao masih mengandung kotoran-kotoran dan masih
berwarna kuning cokelat. Adapun tujuan pengenceran media (limbah cair biji
kakao) adalah untuk memucatkan warna kuning cokelat dari limbah cair biji kakao
agar nata yang dihasilkan lebih putih.
Tahapan pembuatan starter:
1. Timbang bahan yang
sudah disiapkan.
2. Siapkan larutan
pertama berupa air kelapa yang telah diendapkan dan disaring, ambil 1.060
ml air kelapa. Panaskan sampai mendidih.
3. Tambahkan asam asetat
glacial 25% dan 100 gr glukosa. Aduk hingga gula larut.
4. Buat larutan kedua
berupa larutan urea yang dimasukkan dalam 60 ml air kelapa, kemudian panaskan
hingga mendidih.
5. Tuang larutan kedua
dengan larutan pertama yang telah disiapkan.
6. Pindahkan dalam botol
starter dan tutup dengan kapas steril dan tunggu sampai dingin.
7. Tambahkan 10% biakan,
agar biakan tumbuh miring pada permukaan gunakan aquades steril sebanyak 10 ml.
8. Letakkan botol kedalam
rak inkubasi selama 6-8 hari sampai terbentuk lapisan putih pada media.
Tahapan pembuatan nata de cacao adalah:
1. Pulp cacao diiris
tipis kemudian dicuci sampai bersih.
2. Bahan dimasukkan ke
dalam blander kemudian ditambahkan air dengan
perbandingan 1:15.
3. Setelah diblender
bahan disaring untuk memisahkan ampasnya dengan sari buah.
4. Sari buah ditambahkan
sukrosa 75%, amonium sulfat 0,5%, asam asetat hingga pH mencapai 3,7.
5. Dilakukan pemanasan
terhadap medium fermentasi pada suhu 100oC selama 30 menit, kemudian
didinginkan.
6. Setelah dingin
ditambahkan starter nata kemudian dituang dalam nampan.
7. Medium diinkubasi
selama 14 hari, kemudian dilakukan pemanenan nata.
8. Lembaran nata yang
terbentuk dicuci dan dipotong kecil-kecil, kemudian direbus sampai mendidih
(suhu 30oC).
9. Air rebusan nata
diganti dengan air yang baru dan direndam selama semalam. Hal ini dilakukan
sebanyak 2-3 kali sampai aroma asamnya hilang.
10.
Nata direbus dalam larutan gula 25 % selama 20 menit dan
direndam selama semalam. Setelah itu baru dikemas
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Limbah pertanian adalah bahan yang terbuang disektor
pertanian
2. Limbah pertanian dibagi menjadi 4 yaitu limbah pra panen,
limbah panen, limbah pasca panen, dan limbah industri
3. Limbah pra panen kakao adalah berupa daun yang dapat diolah
menjadi pupuk kompos
4. Limbah panen berupa kulit kakao yang dapat diolah menjadi
pakan ternak ruminansia baik melalui proses fermentasi dan/atau tidak serta
dapat diolah diolah menjadi tepung pakan ikan
5. Limbah pasca penen berupa pulp kakao dapat diolah menjadi
nata de coco dan juga dapat dijadikan sebagai bahan campuran dalam pembuatan
kertas.
4.2 Saran
1. Bagi petani sebaiknya melakukan pengelolaan limbah agar
bermanfaaat dan bernilai ekonomi.
2. Bagi mahasiswa sebaiknya mempelajari lebih
dalam proses pengelolaan limbah pertanian.
3. Bagi menteri pertanian sebaiknya melakukan
program penyuluhan kepada para petani untuk mengelola limbah
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar