MAKALAH BENDUNGAN ASI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Makalah Bendungan Asi” .
Pada penulisan makalah ini, saya berusaha menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh semua orang, sehingga lebih mudah dipahami oleh pembaca. Makalah penulisan ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama mahasiswa kesehatan.
Saya menyadari dalm penyusunan makalah ini tidaklah sempurna, masih banyak kekurangan dan kelemahan didalam penulisan makalah saya, baik dalam segi bahasa dan pengolahan maupun dalam penyusunan. Untuk itu, sangat mengharapkan saran yang sifatnya membangun demi mencapainya suatu kesempurnaan dalam makalah ini.
Bandar Lampung, Oktober 2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan yang di perlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 – 8 mgg, sedangkan yang terpenting dalam nifas adalah masa involusi dan laktasi. Asuhan pada masa nifas diperlukan karena masa ini merupakan masa kritis baik ibu maupun janin.
Perawatan masa nifas sangat di perlukan untuk mencegah dan mendeteksi adanya komplikasi yang terjadi setelah persalinan ,antara lain perdarahan, infeksi, dan gangguan psikologis. Dengan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengangkat kasus bendungan ASI
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengembangkan pola pikir dan menambah pengetahuan serta untuk memperoleh pengalaman nyaa dan teori yang selama ini diperoleh dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mampu memberikan dan melaksanakan Asuhan Kebidanan dengan 7 langkah Varney, antara lain
1. Melakukan pengkajian
2. Membuat analisa data dan diagnosa masalah
3. Mengantisipasi diagnosa dan masalah potensial
4. Mengidentifikasi kebutuhan segera
5. Menyusun rencana Asuhan Kebidanan sesuai dengan diagnosa / masalah
6. Memberikan Asuhan Kebidanan sesuai rencana
7. Mengevaluasi pelaksanaan Asuhan Kebidanan.
1.3 Metode Penulisan
Metode Penulisan Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis menggunakan metode penulisan secara deskriptif dengan pendekatan studi kasus melalui teknik sebagai berikut :
1. Anamnesa / wawancara
Yaitu mengumpulkan data dengan cara tanya jawab secara langsung dengan pasien dan keluarganya juga kepada petugas kesehatan setempat.
2. Studi Kepustakaan
Mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan judul makalah di atas yaitu nifas normal.
3. Observasi
Melakukan pengamatan dalam melakukan asuhan kebidanan secara langsung kepada pasien.
4. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari sehingga dapat dijadikan pendukung selama menganalisa data
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Masa Nifas
2.1.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama 6-8 minggu (Saifuddin, 2005).
2.1.2 Tujuan Asuhan Masa Nifas
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
2. Mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
(Winkjosastro, 2006)
2.1.3 Program dan Kebijakan Teknis dalam Asuhan Masa Nifas
Pada masa nifas dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan, yang dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi. Kunjungan pertama dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan dengan tujuan mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Mendeteksi dan merawat penyebab perdarahan dan merujuk bila perdarahan berlanjut. Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Pemberian ASI membantu proses hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, serta menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi (Winkjosastro dkk,2006).
Kunjungan kedua, dilakukan pada 6 hari setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, yaitu uterus berkontraksi dan fundus di bawah umbilikus. Menilai adanya tanda infeksi atau perdarahan abnormal. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda penyulit. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi.
Kunjungan ketiga dilakukan pada dua minggu setelah persalinan, yang mana kunjungan ini tujuannya sama dengan kunjungan yang kedua. Setelah kunjungan ketiga maka dilakukanlah kunjungan pada 6 minggu setelah persalinan yang merupakan kujungan terakhir selama masa nifas, yang mana kunjungan ini bertujuan untuk menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu atau bayi alami, juga memberikan konseling untuk mendapatkan pelayanan KB secara dini. (Saifuddin et al, 2005).
2.1.4 Perubahan pada Masa Nifas
1. Perubahan fisik berupa pengeluaran lokea, bekas implantasi uri, luka perineum, nyeri abdomen bagian suprapubik, tanda vital meliputi tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu, perubahan servik, dan ligamen.
a. Lokea
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi selaput plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut dinamakan lokea, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Lokea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/ alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Secret mikroskopik lokea terdiri dari eritrosit, peluruhan decidua, sel epitel dan bakteri. Lokea mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran Lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya :
1) Lokea rubra/ merah (kruenta), lokea ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah dan mengandung darah dari perobekan/ luka pada plasenta dan serabut dari decidua dan chorion. Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah.
2) Lokea serosa, lokea ini muncul pada hari kelima sampai kesembilan postpartum. Warnanya biasanya kekuningan atau kecokelatan. Lokea ini terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
3) Lokea alba, lokia ini muncul lebih dari hari ke-sepuluh postpartum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit, selaput lender, serviks dan serabut jaringan yang mati (Sekolah Bidan, 2008).
Bila pengeluaran lokia tidak lancar maka disebut lochiastasis. Kalau lokea tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering disebabkan retroflexio uteri. Lokea mempunyai suatu karakteristik bau yang tidak sama dengan sekret menstrual. Bau yang paling kuat pada lokea serosa dan harus dibedakan juga dengan bau yang menandakan infeksi (Sekolah Bidan, 2008).
Lokea disekresikan dalam jumlah banyak pada awal jam pertama postpartum yang selanjutnya akan berkurang sejumlah besar sebagai lokea rubra, sejumlah kecil sebagai lokea serosa dan sejumlah lebih sedikit lagi lokia alba. Umumnya jumlah lokea lebih sedikit bila wanita postpartum berada dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas manakala wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar manakala dia berdiri. Total jumlah lokea yang dikeluarkan sekitar 240 hingga 270 ml (Varney’s Midwifery, 2004).
b. Bekas Implantasi Uri
Placenta bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada minggu ke enam 2,4 cm dan akhirnya pulih (Mochtar, R, 2002).
c. Robekan Perineum
Luka pada jalan lahir seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks, umumnya (bila tidak seberapa luas) akan sembuh dalam 6 – 7 hari bila tidak disertai infeksi. Infeksi mungkin mengakibatkan sellulitis yang dapat menjalar sampai terjadi keadaan sepsis (Mochtar, R, 2002).
d. Rasa Sakit
Rasa sakit yang disebut after pains (merian atau mules-mules) adalah disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2 – 4 hari pasca persalinan. Perasaan mules ini lebih terasa bila wanita tersebut sedang menyusui. Perasaan sakit itupun timbul bila masih terdapat sisa selaput ketuban, sisa plasenta, atau gumpalan darah di dalam kavum uteri. Hal ini diberikan pengertian pada ibu ini jika sampai mengganggu dapat diberikan obat anti sakit dan obat anti mules (Wiknjosastro, 2006).
e. Tanda-tanda Vital
Suhu badan wanita in partus tidak lebih dari 37,2° Celcius. Sesudah partus dapat naik + 0,5° Celcius dari keadaan normal, tetap tidak melebihi 38,0° Celcius. Sesudah 12 jam pertama melahirkan, umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu badan lebih dari 38,0° Celcius, mungkin ada infeksi. Nadi berkisar umumnya antara 60 – 80 denyutan per menit. Segera setelah partus dapat terjadi bradikardia. Bila terjadi takikardia sedangkan badan tidak panas, mungkin ada perdarahan berlebihan. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan. Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum. Tetapi ini akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit lain yang menyertainya dalam waktu ± 2 bulan tanpa pengobatan (Wiknjosastro, 2006).
f. Servik
Setelah persalinan bentuk servik masih sedikit berdilatasi seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistennya lunak. Kadang terdapat laserasi. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2 – 3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari (Mochtar, R, 2002).
g. Ligamen
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir secara berangsur mengecil dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor (Mochtar, R, 2002).
2. Perubahan Psikologi
Gangguan psikologis yang sering terjadi pada masa nifas yaitu:
a. Post partum blues, merupakan gangguan psikologis yang ditandai dengan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi ditandai dengan gejalagejala: cemas tanpa sebab, menangis tanpa sebab, tidak percaya diri, sensitif, mudah tersinggung dan merasa kurang menyayangi bayinya;
b. Post partum syndrome (pps), merupakan gangguan psikologis yang ditandai dengan kesedihan dan kemurungan yang biasa bertahan satu sampai dua tahun;
c. Depresi post partum, ibu yang merasakan kesedihan, kebebasan, interaksi sosial, dan kemandiriannya berkurang. Gejalanya : sulit tidur, nafsu makan hilang, perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol (Huliana, M, 2003).
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase sebagai berikut (Huliana, M, 2003):
a. Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman secara persalinan sering berulangkali diceritakan.
b. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3 – 10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam merawat bayinya. Selain itu, perasaan ibu sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang dijaga. Oleh sebab itu, ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Pada fase ini sudah ada keinginan tinggi untuk merawat bayinya.
2.1.5 Perawatan Paska Persalinan
Menurut Mochtar (2002) perawatan masa nifas meliputi :
1. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam paska persalinan. Kemudian boleh miring kanan dan miring kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari ke 2 duduk, hari ke 3 exercise, hari ke 4-5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan penyembuhan luka.
2. Diet
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya mengkonsumsi makanan yang mengandung protein, banyak cairan, serat dan vitamin.
3. Miksi
Hendaknya miksi dapat dilakukan sendiri secepatnya. Terkadang wanita mengalami sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi M.sphincter ani selama persalinan, juga karena adanya distensi kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan katererisasi.
4. Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 3 – 4 hari paska persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi dapat diberikan obat pencahar per oral atau supositoria.
5. Perawatan payudara (mammae)
Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya punting susu lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara :
a. Pembalutan mammae sampai tertekan
b. Pemberian obat esterogen untuk supresi LH seperti tablet lynoral dan parlodel. Dianjurkan sekali menyusukan bayinya karena sangat baik untuk kesehatan bayinya.
6. Laktasi
Untuk menghadapi masa laktasi sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan pada kelenjar mamma yaitu :
a. Proliferasi jaringan pada kelenjar mamae, alveoli dan jaringan lemak bertambah.
b. Keluar cairan kolostrum dari duktus laktiferus disebut kolostrum bewarna kekuningan.
c. Hipervasularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana seluruh vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
d. Setelah persalinan pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang. Maka timbul pengaruh lactogenic hormone (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Di samping itu pengaruh oksitosin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari postpartum. kontraksinya buruk , sakit pada punggung atau nyeri pada pelvik yang persisten , perdarahan pervagina abnormal seperti perdarahan segar, lochea rubra banyak, persisten, dan berbau busuk ( Barbara, 2004 ).
2.2. Konsep Bendungan ASI
2.2.1 Definisi
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu. Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. (Sarwono, 2005).
Payudara terasa lebih penuh tegang dan nyeri terjadi pada hari ketiga atau hari ke empat pasca persalinan disebakan oleh bendungan vera edan pembuluh dasar bening. Hal ini semua merupakan bahwa tanda asi mulai banyak di sekresi, namun pengeluaran belum lancar.
Bila nyeri ibu tidak mau menyusui keadaan ini akan berlanjut, asi yang disekresi akan menumpuk sehingga payudara bertambah tegang. Gelanggang susu menonjol dan putting menjadi lebih getar. Bayi menjadi sulit menyusu. Pada saat ini payudara akan lebih meningkat, ibu demam dan payudara terasa nyeri tekan (oserty patologi: 196) Saluran tersumbat = obstructed duct = caked brecs t. terjadi statis pada saluran asi (ductus akhferus) secara local sehingga timbul benjolan local (Wiknjosastro, 2006).
2.2.2 Faktor Penyebab Bendungan ASI
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
1. Pengosongan mamae yang tidak sempurna
Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa
2. hisapan bayi yang tidak aktif
Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI.
3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI.
4. Puting susu terbenam
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI.
5. Puting susu terlalu panjang
Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI.
2.2.3 Gejala Bendungan ASI
Gejala yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI adalah :
1. Bengkak pada payudara
2. Payudara terasa keras
3. Payudara terasa panas dan nyeri
(Saifuddin, 2005)
2.2.4 Pencegahan
1. Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30 menit) setelah dilahirkan
2. Susui bayi tanpa dijadwal (on demand)
3. Keluarkan asi dengan tangga atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi
4. Perawawatan payudara pasca persalinan (obserti patologi 169)
5. Menyusui yang sering
6. Memakai kantong yang memadai
7. Hindari tekanan local pada payudara
(Wiknjosastro, 2006)
2.2.5 Penatalaksanaan
1. Kompres air hangat agar payudara menjadi lebih lembek
2. Keluarkan asi sebelum menyusui sehingga asi keluar lebih mudah ditangkap dan di isap oleh bayi
3. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI
4. Untuk mengurangi ras sakit pada payudara berikan kompres dingin
5. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh dara getah benih dilakukan pengurutan (marase) payudara yang dimulai dari putting kearah korpus
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa Nifas merupakan proses pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil, proses pengambilan data, pemeriksaan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi berjalan lancar. Tingkat pencapaian tujuan dan kesembuhan klien akan berhasil bila klien aktif dan ada dukungan dari keluarga.
3.2 Saran
1. Tenaga Kesehatan
a. Diharapkan petugas kesehatan lebih meningkatkan konseling tentang menyusui secara eksklusif.
b. Diharapkan petugas kesehatan bisa mempertahankan pelayanan kebidanan yang sudah memenuhi standart.
2. Pasien
a. Diharapkan pasien aktif bertanya kepada petugas meskipun belum ada keluhan.
b. Hendaknya pasien secara rutin control ke petugas kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Eny Retna, S.SiT, M.Kes dan Diah Wulandari , SST, M.Keb. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta, Nuha Medika.
Dewi, Vivian dan Tri Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta, Salemba Medika.
Mochtar, Rustam. 2002. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Mansjuer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Aesculap FKUI.
Manuaba. Ida Bagus Gdc. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Saifudin , Abdul Bari. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBPSP
Wiknjosastro . 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta :YBPSP
http://ichiekiky.blogspot.co.id/2012/06/makalah-bendungan-asi.html dakses tanggal, 10 Desember 2016 Pukul. 17:30 Wib
Tidak ada komentar:
Posting Komentar