LAPORAN PENDAHULUAN
KETUBAN PECAH DINI (KPD)
A. TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian
Ketuban pecah dini
(KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya persalinan
yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilannya mencapai
37 minggu dengan atau tanpa kontraksi. (mitayani,2011.buku keperawatan
maternitas, hal:74)
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai
pecahnya ketuban sebelum waktu nya melahirkan, hal ini dapat terjadi pada
akhirnya kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan, (Sujiyati, 2009, asuhan
patologi kebidanan ,hal:13)
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan
pecahnya selaput janin sebelum proses persalinan dimulai, pada usia kurang dari
37 minggu. (errol norwiz, dan john, obstetric dan ginekologi, 2007, hal:56)
Kesimpulan dari ketiga pengertian
diatas adalah
Ketuban pecah dini adalah pecah/rupturnya
selaput amnion sebelum dimulainya persalinan, dan sebelum usia kehamilan
mencapai 37 minggu, dengan kontraksi atau tanpa kontraksi.
2.
Etiologi
a.
Persalinan prematur
b.
Korioamnionitis
terjadi dua kali sebanyak KPD
c.
Malposisi atau
malpresentasi janin
d.
Faktor yang
mengabitkan kerusakan serviks
1) Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya
aborsi terapeutik, LEEP, dan sebagainya
2) Peningkatan paritas yang memnungkinkan kerusakan
serviks selama pelahiran sebelumnya
3) Inkompeteni serviks
e. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali
atau lebih
f. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat ibu
1)
Kelebihan berat badan
sebelum kehamilan
2) Penambahan berat badan sebelum kehamilan
g. Merokok selama kehamilan
h. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban
kurang kuat daripada ibu muda
i. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.(buku obstetric
dan ginekologi,2009,geri morgan)
3.
Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat
menyebabkan ketuban pecah dini dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau
kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak mikroorganisme servikovaginal,
menghasilkan fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam
arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan
selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan
produk sekresi akibat aktivitas monosit/makrofag, yaitu sitokrin, interleukin 1,
factor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang
diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janinyang ditemukan dalam cairan
amnion , secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang
masuk kedalam cairan amnion juga akan merangsang sel-sel disidua untuk
memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya
persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan
kulit ketuban adalah mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat
infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau produk host yang disekresikan
sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit
ketuban .Banyak flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan
memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga kulit ketuban.Elastase
leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III papa
manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi
karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen
tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain , termasuk katepsin
B , katepsin N, kolagenase yang dihasilkan netrofil dan makrofag , nampaknya
melemahkan kulit ketuban . Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator
plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi plasmin , potensial , potensial
menjasi penyebab ketuban pecah dini.(http://www.scribd.com/doc/83328609/Ketuban-Pecah - Dini)
4.
Tanda dan gejala
Tanda yang terjadi adalah
keluarnya cairan ktuban merembes melalui vagina, aroma air ketuban berbau amis
dan tidak seperti bbau amoniak,mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes dengan cirri pucat dan bergaris warna darah,cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.tetapi bila anda
duduk atau berdiri,kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
“mengganjal “atau menyambut kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri
perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang
terjadi. (buku asuhan patologi kebidanan, sujiyatini, 2009, hal:14)
5.
Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1) Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial
2) Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan
dukung untuk mngurangi atau berhenti.
3) Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama
hamil
4) Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada
trisemester akhir bila ada faktor predisposisi.
b. Panduan mengantisipasi : jelaskan pasien yang memiliki
riwayat berikut ini saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila
ketuban peccah.
1)
Kondisi yang
menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan prolaps tali pusat
a)
Letak kepala selain vertex
b)
Polihdramnion
2) Herpes aktif
3) Riwayat infeksi streptokus beta hemolitiukus
sebelumnya
c. Bila ketuban telah pecah
1) Anjurkan pengkajian secara saksama. Upayakan
mengetahui waktu terjadinya pecahnya ketuban
2) Bila robekan ketuban tampak kasar :
a) Saat pasien berbaring terlentang , tekan fundus untuk
melihat adanya semburan cairan dari vagina.
b) Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan
pada slide untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.
c) Sebagian cairan diusapkan kekertas Nitrazene. Bila
positif, pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak melakukan
hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak dilakukan pemeriksaan pervagina
menggunakan jeli K-Y.
3) Bila pecah ketuban dan / atau tanda kemungkinan
infeksi tidak jelas, lakukan pemeriksaan pekulum steril.
a) Kaji nilai bishop serviks (lihat Nilai Bishop, tabel
5-2).
b) Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.
c) Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril
yang dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning dubawah mikroskop.
4) Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien
terjangkit herpes Tipe 2, rujuk ke dokter.
d. Penatalaksanaan konservatif
1) Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24-72 jam setelah ketuban pecah.
2) Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang
dimasukan kevagina, kecuali spekulum steril ; jangan melakukan pemeriksaan
vagina.
3) Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat.
a) Ukur suhu tubuh empat kali sehari ; bila suhu
meningkatkan secara signifikan, dan / atau mencapai 380 C, berikan
macam antibiotik dan pelahiran harus diselesaikankan.
b) Observasi rabas vagina : bau menyengat menyengat,
purulen atau tampak kekuningan menunjukan adanya infeksi.
c) Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus
serta laporkan perubahan apa pun
e. Penatalaksaan agresif
1) Jel prostaglandin atau misoprostol (meskipun tidak
disetujui penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter
2) Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila
serviks tidak berespons
3) Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya
persalinan. Bila tidak ada tanda, mulai pemberian pitocin
4) Berikan cairan per IV , pantau janin
5) Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak
efektif.
6) Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan
serviks untuk di indikasi, kaji nilai bishop (lihat label 5-2) setelah pemeriksaan
spekulum. Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan
yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai
persalinan dimulai atau induksi dimulai
7) Periksa hitung darah lengka bila ketuban pecah. Ulangi
pemeriksaan pada hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada
tanda infeksi
8) Lakukan NST setelah ketuban pecah ; waspada adanya
takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi
9) Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :
a) Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
b) Terjadi takikardia janin
c) Lokia tampak keruh
d) Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
e) Kultur vagina menunjukan strepkus beta hemolitikus
f) Hitung darah lengkap menunjukan kenaikan sel darah
putih
f. Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah
ketuban pecah
1) Pesalinan spontas
a) Ukur ssuhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan
antibiotik bila ada demam
b) Anjurkan pemantauan janin internal
c) Beritahu dokter
spesialis obstetri dan spesialis anak atau praktisi perawat neonates
d) Lakukan kultur sesuai panduan
2) Indikasi persalinan
a) Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
b) Ukur suhu tubuh setiap 2 jam
c) Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam
panduan , banyak yang memberikan 1-2 g ampisilin per IV atau 1-2 g Mefoxin per
IV ssetiap 6 jam sebagai profilakis . Beberapa panduan lainnya menyarankan
untuk mengukur suhu tubuh ibu dan DJJ
untuk menentuan kapan aantibiotik mungkin diperlukan.(buku obstetric dan
ginekologi,2009,geri morgan)
6.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang bkeluar dari vagina
perlu di periksa warna konsentrasi,baud an PH nya.Cairan yang keluar dari
vagina kecuali air ketuban mungkin juga urine atu secret vagina,Sekret vagina
ibu hamil pH :4,5 dengan kertas nitrazin tidak berubah warna ,tetap kuning .1.a
tes lakmus (tes nitrazin),jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).Ph air ketuban 7-7,5 darah dan infeksi
vagina dapat menghaslkan tes yang positif palsu .1b. mikroskop (tes pakis
),dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun psikis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah
cairan ketuban yang sedikit .Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidroamion.Walaupun
pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya ,namun pada umunya KPD
sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.(buku asuhan
patologi kebidanan, sujiyatini,2009,hal:16-17)
7.
Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi
pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan,yang terjadi
pada 10-40% bayi baru lahir.Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.Semua
ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya
korioamnionitis (radang pada korion dan amnion).Seklain itu kejadian prolaps
atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin
meningkat pada KPD Praterm.Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal terjadi
pada KPD praterm.Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD prater mini
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
a. Infeksi intrauterine
b. Tali pusat menumbung
c. Prematuritas
d. Distosia
(buku asuhan patologi
kebidanan,sujiyatini,2009,hal:17)
B.
TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a. Identitas ibu
b. Riwayat penyakit
2.
Riwayat kesehatan
sekarang ;ibu dating dengan pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan mencapai 37
minggu dengan atau tanpa komplikasi
3.
Riwayat kesehatan
dahulu
a. Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan
amnion
b. Sintesi ,pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual
c. Infeksi vagiana /serviks oleh kuman sterptokokus
d. Selaput amnion yang lemah/tipis
e. Posisi fetus tidak normal
f. Kelainan pada otot serviks atau genital seperti
panjang serviks yang pendek
g. Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi
nutrisi.
4.
Pemeriksaan fisik
a.
Kepala dan leher
1)
Mata perlu diperiksa
dibagian skelra,konjungtiva
2)
Hidung ,ada atau
tidaknya pembebngkakan konka nasalis .Ada /tidaknya hipersekresi mukosa
3)
Mulut :gigi
karies/tidak ,mukosa mulut kering dan warna mukosa gigi,
4)
Leher berupa
pemeriksaan JVP,KGB Dan tiroid
b. Dada
1) Troraks
Inspeksi kesimetrisan dada, jenis
oernapasan torakaab-dominal, dan tidak ada retraksi dinding dada.Frekuensi
pernapasan normal.
Palpasi :payudara tidak ada
pembengkakan
Auskultasi:terdengar Bj 1 dan
II di IC kiri/kanan,Bunyi napas normal
vesikuler
2) Abdomen
Inspeksi : ada a/tidak bekas
operasi, striae dan linea
Palpasi : TFU kontraksi ada/tidak,
Posisi, kandung kemih penuh/tidak
Auskultasi: DJJ ada/tidak.
c. Genitalia
1) Inspeksi : kebersihan ada/tidaknya tanda-tanda
REEDA(Red, Edema, discharge, approxiamately); pengeluaran air ketuban (jumlah, warna,
bau 0dan lender merah mda kecoklatan.
2) Palpas : pembukaan serviks(0-4)
3) Ekstrimitas :edema ,varises ad/tidak.
5.
Pemeriksaan
diagnostic
a. Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya
anemia,infeksi
b. Golongan darah dan faktor Rh
c. Rasio lestin terhadap spingomielin (rasio US):menentukan
maturitas janin
d. Tes ferning dan kertas nitrazine:memastikan pecah
ketuban
e. Ultrasonografi ;menentukan usia gestasi ,ukuran janin
,gerakan jantung janinmdan lokasi plasenta.
f. Pelvimetri ;identifikasi posisi janin
C.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Risiko tinggi infeksi
maternal yang berhubungan dengan prosedur infasif,pemeriksaan vagina berulang
dan rupture membrane amniotic
2.
Kerusakan perutakaran
gas pada janin nyang berhubungan dengan adanya penyakit
3.
Risiko tinggi cedera
pada janin yang berhubungan dengan melahirkan bayi premature /tidak matur
4.
Ansietas yang
berhubungan dengan krisis situasi,abcaman pada diri sendiri/janin
5.
Risiko tinggi
penyebaran infeksi /sepsis yang berhubungan dengan adanya infeksi ,prosedur
infasif ,dan peningkatan pemahaman lingkungan.
6.
Resiko tinggi
keracunan karena toksik yang berhubungan dengan dosis/efek samping tokolitik
7.
Risiko tinggi cedera
pada ibu yang berhubungan dengan intervensi pembedahan, penngunaan obat
tokolitik
8.
Intoleransi aktivitas
yang berhubungan dengan hipersensitivitas
9.
Risiko tinggi
kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan masukan cairan
D.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1.
Diagnosis 1 :
Ansietas yang berhubungan dengaan krisis situasi, ancaman konsep diri, ancaman
yang dirasakan/actual dari kesejahteraan maternal, dan janin transmisi
interpersonal.
Tujuan : Ansietas
pada iibu dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Mengungkapkan rasa takut pada keselamatan ibu dan
janin
b. Mendiskusikan perasaan tentang kelahiran caesarea
c. Pasien tampak benar – benar rileks
d. Menggunakan sumber / system pendukung dengan efektif
Intervensi :
a.
Kaji respon psikologi
pada kejadian dan ketersediaan system pendukung
Rasional : makin ibu merasakan
ancaman, makin besar tingkat ansietas.
b.
Pastikan apakah
prosedur direncanakan atau tidak direncanakan.
Rasional : pada kelahiran
caesarea yang tidak direncanakan, ibu dan pasangan biasanya tidak mempunyai
waktu untuk persiapan psikologi dan fisiologi.
c.
Tetap bersama ibu,
dan tetap bicara perlahan, tunjukan empati.
Rasional : membantu transmisi
ansietas interpersonal dan mendemonstrakan perhatian terhadap ibu.
d.
Beri penguatan aspek
positif dari ibu dan janin
Rasional : memfokuskan pada
kemungkinan keberhasilan akhir dan membantu membawa ancaman yang dirasakan/
actual kedalam prespektif.
e.
Anjurkan ibu dan
pasangannya mengungkapkan atau mengekspresikan perasaan
Rasional : membantu membatasi
perasaan dan memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaaan ambivalen atau
berduka. Ibu dapat merasakan ancaman emosional pada harga diri nya karena
perasaannya bahwa ia telah gagal, wanita yang lemah.
f.
Dukung atau arahkan
kembali mekanime koping yang diekspresikan
Rasional : mendukung mekanisme
kopin dasar dan otomatis meningkatkan kepercayaan diri serta penerimaan dan
menurunkan ansietas.
g.
Berikan masa privasi
terhadap rangsangan lingkungan seperti jumlah orang yang ada sesuai kenginan
ibu.
Rasional : memungkinkan
kesempatan bagi ibu untuk memperoleh informasi, menyusun sumber – sumber, dan
mengatasi cemas dengan efektif.
2.
Diagnosis 2 : Resiko
tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif pecah ketuban,
kerusakan kulit dan penurunan Hb.
Tujuan : Infeksi
tidak terjadi
Kriteria Hasil :
a) Klien bebas infeksiPencapaian tepat waktu dalam
pemulihan luka tanpa komplikasi
Intervensi :
a) Tinjau ulang kondisi factor resiko yang ada
sebelumnya.
Rasional : kondisi dasar ibu :
seperti DM dan hemoragi menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan
luka yang buruk. Adanya proses infeksi dapat meningkat resiko kontaminasi
janin.
b) Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi ( misalnya
peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih atau bau / warna secret vagina.
Rasional : pecah ketuban terjadi
24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korioamonitis sebelum
mengintervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
c) Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam
bila ketuban telah pecah.
Rasional : membantu mengurangi
resiko infeksi asenden.
KOLABORASI
d) Lakukan persiapan kulit praoperatif, scrub sesuai
protocol.
Rasional : menurunkan kontaminan
kulit memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi pasca-operatif
e) Dapatkan kultur darah vagina dan plasenta sesuai
indikasi.
Rasional : mengidentifikasi
organisme yang meninfeksi dan tingkat keterlibatan.
f) Catat Hb dan Ht catat perkiraan kehilangan darah
selama prosedur pembedahaan.
Rasional : resiko infeksi pasca
melahirkan serta penyembuhan lebih lama bila kadar Hb rendah dan kehilangan
darah berlebihan.
g) Berikan antibiotic spectrum luas parental pada
pra-operasi
Rasional : Antibiotik profilaktik
dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi sebagai pengobatan
pada infeksi sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi.
LP GAWAT JANIN
A. Pengertian
Fetal
Distres (Gawat Janin) adalah kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan
penyelamatan akan berakibat buruk.Hipoksia adalah keada jaringan yang kurang
oksigen,sedangkan hipoksemia adalah kadar oksigen dalam darah yang kurang (Ilmu
Kesehatan Anak.Nelson.Vol 1. Edikator Rischard E.Berham, Robert M.Kliegman Ann
M.Arvin, edikator edisi B.Indonesia :A.Samik Wahab.Ed:15 jakarta: EGC,1999)
Fetal
Distres adalah keadaan ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen dan nutrisi
janin sehingga menimbulkan perubahan metabolisme janin menuju metabolisme
anaerob menyebabkan hasil akhir metabolismenya terakhir bukan karbondioksida
(Pengantar Kuliah Obstetri. Prof.dr.I.B.G. Manuaba, Sp.OG (K),dr.I.A.
Chandranita Manuaba, Sp.OG,dr.I.B.G.Fajar Manuaba, Sp.OG.
jakarta:EGC,2007)
B. Etiologi
Penyebab
dari Fetal Distress yaitu:
1. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya
aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat)
1) Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik
uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin.
2) Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi
vena kava, posisi terlentang.
3) Solusio plasenta.
4) Plasenta previa dengan pendarahan.
5)
2. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya
aliran darah uterus-plasenta dalam waktu lama)
1) Penyakit hipertensi
2) Diabetes melitus
3) Postmaturitas atau imaturitas
3. Kompresi (penekanan) tali pusat
C. Patofisiologi
Faktor
yang mengakibatkan fetal distres terdapat tiga hal, yaitu :
1. faktor ibu yang mengandung
a.
Anemi / kekurangan darah otomatis hb darah akan turun
juga, sehingga oksigenpun berkurang.
b.
Hipertensi merupakan suatu pertanda adanya sumbatan pada
vaskuler shingga tubuh mengompensasi yaitu dengan berkontaksinya vaskuler
sehingga menimbulkan hipertensi. Dan sumbatan inilah yang dapat mengurangi
aliran pada vaskuler, dalam hal ini adalah pada plasenta, sehingga janin tidak
dapat memenuhi kebutuhan yang cukup akan nurisi dan oksigen.
c.
Dibetes militus (DM pada dasarnya gula dapat menjadikan
suatu aliran darah menjadi mengental(viskositas). Maka dari itu akan dapat
menimbualkan sebuah gangguan pada laju/aliran darah, terutama pada plasenta.
2. Faktor uteroplasental
a. Kelainan tali pusat
bentuk
plasenta yang yang normal ialah ceper dan bulat. diameternya antara 15-20 cm
dan tebal 1,5-3 cm. panjang tali pusat adalah sektar 55 cm.
1) Tali pusat pendek
Kadang
tali pusat sedemikian pendeknya sehingga perut anak berhubungan dengan
plasenta,dalam hal ini selalu disertai
umbelikalis.
Tali psat harus lebih panjang dari 20-30m
untuk memungkinkan kelahiran anak ,bergantung
pada apakah plasenta terletak dibawah atau diatas.
Tali psat yang terlalu pendek dapat
menimbulkan herniaumbilikalis, solusio
plasenta, persalinan tak maju dalam
pengeluaran dan karena tali pusat tertarik mungkin bunyi jantung menjadi
buruk dan inversio uteri.
2) Tali pusat terlalu panjang
Memudahkan
terjadinya lilitan tali pusat, lilitan tali pusat
Biasanya
terdapat pada leher anak. Lilitn tali pusat menyebabkan tali pusat menjadi
relatif pendek dan mungkin juga menyebabkan
letak defleksi. setelah kepala anak lahir, lilitan perlu di bebaskan
melalui kepala atau di gunting antara 2 kocher. (obstetri patofisiologi, prof.Dr.D
jamhoer martaadisoebrata, Dkk. 2004
Jakarta; EGC)
b. Trauma
Sperti
benturan yang dapat menimbulkan edema pada plasenta sehingga menyebabkan pada
pelepasan sebagian atau semuanya.
3. Faktor pada janin
a. Kompresi tali pusat sehingga menghambat
aliran darah dari ibu kejanin bisa karena puntiran tali pusat yang menghambat
ataupun karena prolaps tali pusat
b. Penurunan kemampuan janin membawa oksigen di
karenakan hb yang turun atau dari plasenta yang tidak berfungsi secara normal
D. Klasifikasi
Jenis
Fetal Distress yaitu :
1. Gawat janin yang terjadi secara ilmiah
2. Gawat janin iatrogenic
Gawat
janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik atau
kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang dilakukan telah mengungkapkan
patofisiologi gawat janin iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung
janin
E. Manifestasi Klinik
Penyebab
tanda-tanda gawat janin (Menurut Tuckor Martin 1997 Pemantauan janin)
1. Hipoksia awal pada janin
Janin
melakukan kompensasi untuk mengurangi aliran darah dengan meningkatkan stimulasi simpatik atau melepaskan epinefrin
dari medulla adrenal atau keduanya.
2. Demam pada maternal
Mempercepat
metabolisme dari miokardium janin, meningkatkan aktivitas kardia akselerasi
simpatik sampai 2 jam sebelum ibu demam.
a. Hipertensi pada ibu
b. Saturasi oksigen;oksigen ibu
berkurang:penyakit jantung
c. Kelainan pasukan plasenta:solution
plasenta,lilitan tali pusat
F. Komplikasi
Komplikasi
yang dapat muncul jika janin mengalami gawat janin yaitu:
1. Asfiksia
2. Menyebabkan kematian janin jika tidak segera
ditangani dengan baik.
G. Penatalaksnaan Medis
Jika
denyut jantung janin diketahui tidak normal, lakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Tergantung faktor penyebab: perubahan posisi
lataran dan pemberian O2 8-12 l/menit membantu mengurangi demam pada maternal
dengan hidrasi anti piretik dan tindakan pendinginan.
2. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam,
obat-obatan) mulailah penanganan yang sesuai dengan kondisi ibu:
3. a. Istirahat baring
b.
Banyak minum
c.
Kompres untuk menurunkan suhu tubuh ibu
4. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan
denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi,
lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin:
a. Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang
hilang timbul atau menetap, pikirkan
kemungkinan solusio plasma.
b. Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam,
sekret vagina berbau tajam) berikan anti biotik untuk amnionitis.
c. Jika tali pusat terletak di bawah janin atau
dalam vagina lakukan penanganan prolaps tali pusat.
5. a.Jika denyut jantung janin tetap abnormal
atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat janin (mekonium kental pada cairan
amnion, rencanakan persalinan).
H. Penantalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis
Promotion
Memberikan
pindidikan kepada msyarakat, terutama
dalam hal ini adalah para ibu hamil tentang fetal distress, bagaimana mencegah
terhadap suatu hal yang dapat membahayakan kondisi kesehatan ibu dan anak.
Terutama
Pemantauan
dasar fisiologi pada: (pemantauan dan pengkajian janin susan martin tucker edisi 4)
1. Kemampuan plasenta untuk berdifusi
Kemampuan
plasenta untuk berdifusi mengatur laju pengiriman oksigen dan laju aliran
darah.Oksigen berdifusi dari darah ibu, yang memiliki tekanan persial lebih
tinggi, ke darh janin yang memiliki tekanan persial lebih rendah. Laju aliran
darah ibu dan janin
2. Area permukaan plasenta
Semakin
banyak pembulu fdarah plasenta semakin besar jumlah zat yang dapat disalurkan antara ibu dan janin.
3. Latihan fisik
Takik
kardi yang terjadi setelah latihan fisik ibu dianggap sebagai akibat dari
periode transisi dari oksigen janin yang berkurang.Meskipun latihan fisik ibu
mengalirkan darah keotot yang jauh dari uterus, tetapi tidak ada bukti bahwa
latihan itu berbahaya apabila fungsi uteroplasenta masih normal.
4. Kontraksi uterus
Kontraksi
uterus mengakibatkan penurunan laju perfusi darah ibu melalui ruang antarvili.
Kontraksi ini dapat terjadi akibat ketegangan
atau stres yang berkepanjangan.
Untuk mencegah stress ini. Uterus sangat perlu rileks secara adekuat
agar berdilatasi.
5. Hipertonus
uterus
Hipertonus
uterus-tekanan intrateurus tinggi yang berlebihan dapat menyebabkan janin
mengalami stress.
6. Hipertensi
Mengakibatkan
peningkatan ketahanan vaskular, yang mengakibatkan penurunan aliran darah
uterus
I. Menejemen Diit
Menghindari
makanan yang mengandung lemak jenuh(minyak goreng,santan,jeroham),makanan yang
terlalu manis serta mengkonsumsi banyak sayuran dan buah
J. Pemeriksaan Penunjang
1. USG (Ultrasonographi)
Dapat
mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapisi
cervik tidak biasa diungkapkan
2. Sinar X
Menampakkan
kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh dari janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
laborat yaitu ada hemoglobin dan hematokrit menurun.Faktor pembekuan pada
umumnya di dalam batas normal.
4. Pengkajian vaginal
Pengkajian
ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan
hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan
ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure).Double setup
adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan
kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5. Isotop Scanning
Atau
lokasi penempatan placenta. Yaitu untuk mengetahu letak atau posisi plasenta.
A. Pengkajian
1. Identitas : nama, umur, pekerjaan, nama
suami, alamat, golongan darah ibu dan bapak.
2. Riwayat kesehatan.
a. Keluhan utama
b. Teeratur tidaknya haid dansiklusnya, lamanya
haid, banyaknya darah haid, sifat darahnya, dan nyeri tidak pada sewaktu haid.
c. Perkawinan/seksualitas
d. Kehamilan, persalinan yang lalu
e. Kehamilan sekarang
f. Kesehatan keluarga
g. Riwayat kesehatan dahulu
h. Prenatal : kesehatan ibu, pengobatan
penggunaan alkohol, atau obat-obat terlarang, pendarahan vagina, penambahan
berat badan, dan lamanya kehamilan.
i. Intranatal : sifat persalinan dan kelahiran
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Infeksi karena bakteri pada janin b. d malpersentasi,
pencetus kelahiran
Tujuan : Berpartisipasi dalam intervensi
untuk memperbaiki pola persalinan dan menurunkan faktor resiko yang
teridentifikasi.
Kriteria hasil : menunjukkan denyut jantung
janin ( DJJ ) batas normal
2.
Kerusakan pertukaran gas pada janin b. d kompresi mekanis
tali pusat, penurunan perfusi plasenta.
Tujuan :
a. Mempertahankan kontrol pernafasan
b. Menggunakan posisi yang meningkatkan aliran
balik vena/ sirkulasi plasenta.
Kriteria
hasil : Bebas dari variabel atau deselerasi lanjut dengan DJJ
3.
Hipoksia b.d disfungsi plasenta, gangguan pertukaran gas
dan nutrisi ditandai dengan embolus (sumbatan).
Tujuan : melancarkan aliran darah terutama
pada janin.
Kriteria hasil : Tekanan darah normal, pernapasan adekut.
4.
Rasa nyeri b.d robeknya serviks ditandai dengan trauma
Tujuan :
a. Mengatasi/mengurangi rasa nyeri
b. Usahakan agar kehamilan dapat berlangsung
dengan beristirahat dan pemberianprogesteron.
LAPORAN PENDAHULUAN
ABORTUS INCOMPLET
A. DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran
hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram, sebelum janin mampu hidup diluar kandungan
(Nugroho,2010).
Abortus inkomplit adalah dimana sebagian
jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dimana perdarahannya
masih terjadi dan jumlahnya bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan
yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga
perdarahan berjalan terus (Sujiyatini dkk,2009)
Abortus inkomplit adalah perdarahan pada
kehamilan muda dimana sebagaian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum
uteri melalui kanalis servikal yang tertinggal pada desidua atau plasenta ( Ai
Yeyeh, 2010).
B.
ETIOLOGI
Penyebab
keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa
faktor sebagai berikut:
1.
Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat
menyebabkan kematian janin dan cacat bawahan yang menyebabkan hasil konsepsi
dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena :
a. Faktor kromosom, gangguan terjadi sejak
semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks.
b. Faktor lingkungan endometrium
1) Endometrium yang belum
siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi.
2) Gizi ibu kurang karena anemia atau jarak
kehamilan terlalu pendek.
c. Pengaruh luar
1) Infeksi endometrium, endometrium tidak siap
menerima hasil konsepsi
2) Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan
radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
2.
Kelainan Pada Plasenta
a. Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab,
sehingga plasenta tidak dapat berfungsi.
b. Gangguan pada pembuluh darah plasenta yang
diantaranya pada penderita diabetes mellitus
c. Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran
darah plasenta sehingga menimbulkan keguguran.
3.
Penyakit Ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus
abdominalis, malaria, sifilis, anemia dan penyakit menahun ibu seperti
hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetesmilitus.
4.
Kelainan yang terdapat dalam rahim. Rahim merupakan
tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma
uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten,
bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan
serviks postpartum (Manuaba, 2010).
C.
PATOFISIOLOGI
Pada
awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti nerloisi
jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing
dalam uterus.Sehingga menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda
asing tersebut.
Apabila
pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai khorialis belum menembus desidua
serta mendalam sehingga hasil konsepsi dapat keluar seluruhnya.Apabila
kehamilan 8-14 minggu villi khoriasli sudah menembus terlalu dalam hingga
plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan dari
pada plasenta.
Apabila
mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka dia
dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Pada janin yang telah meninggal dan
tidak dikeluarkan dapat terjadi proses modifikasi janin mengering dan karena
cairan amion menjadi kurang oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng. Dalam
tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis.
Kemungkinan
lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi,
kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa cairan
dan seluruh janin bewarna kemerah-merahan (Ai Yeyeh, 2010).
D.
TANDA DAN GEJALA
1.
Abortus inkomplit ditandai dengan dikeluarkannya sebagian
hasil konsepsi dari uterus, sehingga sisanya memberikan gejala klinis sebagai
berikut:
a. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20
minggu
b. Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan
anemis
c. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan
keadaan gawat
d. Terjadi infeksi dengan ditandai suhu tinggi
e. Dapat terjadi degenerasi ganas/koriokarsinoma
(Manuaba, 2010).
2.
Gejala lain dari abortus incomplit antara lain:
a. Perdarahan biasa sedikit/banyak dan biasa
terdapat bekuan darah .
b. Rasa mules (kontraksi) tambah hebat.
c. perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan
hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
d. Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka.
e. Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat
diraba dalam cavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari
eksternum atau sebagian jaringan keluar.
f. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa
janin dikeluarkan dapat menyebabkan syok (Maryunani, 2009).
E.
PENATALAKSAAN MEDIS
1. Pemeriksaan umum:
a. Lakukan penilaian secara cepat mengenai
keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda vital.
b. Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat
banyak, pingsan, tekanan sistolik kurang 90 mmHg, nadi lebih 112 kali per
menit).
c. Jika dicurigai terjadi syok, segera
lakukan penanganan syok. Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap
pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi
wanita karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.Jika terjadi syok, sangat
penting untuk memulai penanganan syok dengan segera.
d. Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkaan
kemungkinan kehamilan ektopik terganggu.
e. Pasang infus dengan jarum infus besar (16 G
atau lebih), berikan larutan garam fisiologik atau ringer laktat dengan tetesan
cepat 500 cc dalam 2 jam pertama (Syaifuddin, 2006).
2. Penanganan Abortus Inkomplit
a. Menentukan besar uterus, kenali dan atasi
setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok dan sepsis)
b. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung
dan usia kehamilan < 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan:
1) Aspirasi Vacum Manual merupakan metode
evakuasi yang terpilih.Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan
jika AVM tidak tersedia.
2) Jika evakuasi belum dapat dilakukan
segera, beri ergometrium 0,2 mg im (diulangi setelah 15 menit jika perlu)
atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam
jika perlu).
3. Jika kehamilan > 16 mingguan
a. Berikan infus oksitosin 20 unit dalam
500 ml cairan IV (garam fisiologis arau RL ) dengan kecepatan 40 tetes /
menit sampai terjadi ekspulsi konsepsi.
b. Jika perlu berikan misoprostol 200
mg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi(maksimal
80 mg)
c. Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal
dalam uterus
4. Bila tidak ada tanda-tanda infeksi beri
antibiotika profilaksis (sulbenisillin 2 gram/IM atau sefuroksim 1 gram oral).
5. Bila terjadi infeksi beri ampicillin 1 gram
dan Metrodidazol 500mg setiap 8 jam.
6. Bila pasien tampak anemik, berikan
sulfasferosus 600 mg/hari selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfusi darah
(anemia berat).
7. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu
setelah penanganan (Syaifuddin, 2006).
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah
Kadar
Hb, dimana Hb normal pada ibu hamil adalah ≥ 11 gr% (TM I dan TM III 11 gr %
dan TM II 10,5 gr %).
1. Hb ≥ 11 gr% : tidak anemia
2. Hb 9-10 gr% : anemia ringan
3. Hb 7-8 gr% : anemia sedang
4. Hb ≤ 7 gr% : anemia berat
b. Urine
Untuk
memeriksa protein urine dan glukosa urine.untuk klien dengan kehamilan dan
persalinan normal protein dan glukosa urine negatif.
c. USG
Untuk
memeriksa apakah kantong gestasi masih utuh dan cairan amnion masih ada.
G.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Klien
b. Keluhan Utama: Sakit perut, perdarahan,
nyeri pada luka jahitan, takut bergerak.
c. Riwayat Kesehatan, terdiri dari:
1) Kesehatan sekarang
2) Kesehatan masa lalu
d. Riwayat Pembedahan
e. Riwayat penyakit yang pernah dialami
f. Riwayat kesehatan keluarga
g. Riwayat kesehatan reproduksi: Kaji tentang
mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan
adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan
yang menyertainya
h. Riwayat Kehamilan, persalinan, dan nifas:
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini,
bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
i. Riwayat seksual: Kaji mengenai aktivitas
seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang
menyertainya.
j. Riwayat pemakaian obat: Kaji riwayat
pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
k. Pola aktivitas sehari-hari: Kaji mengenai
nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur,
hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
2.
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Hal
yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan
warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas,
adanya keterbatasan fisik, dan seterusnya.
b. Palpasi
Sentuhan
: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur
kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
1) Tekanan : menentukan karakter nadi,
mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk
mengamati turgor.
2) Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus
otot atau respon nyeri yang abnormal
c. Perkusi
Menggunakan
jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya
cairan , massa atau konsolidasi.
Menggunakan
palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki
bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau
tidak
d. Auskultasi
Mendengarkan
di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen
untuk bising usus atau denyut jantung janin.(Johnson & Taylor, 2005 : 39).
3.
Pemeriksaan psikososial
a. Respon dan persepsi keluarga
b. Status psikologis ayah, respon keluarga
terhadap bayi
4.
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi
uterus
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan
perdarahan aktif
c. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan
adanya pendarahan dan proses kuretase
d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan
(kurang informasi/tidak mengenalnya sumber-sumber informasi) tentang prosedur
kuretase.
e. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi.
PRE EKLAMPSIA BERAT
(PEB)
A. Pengertian
Preeklampsia
adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan
setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat
kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Preeklampsia
adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang
terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan
tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya
biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar,
1998 ).
Preeklampsia
adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang
timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).
Preeklampsi
berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema
pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).
Preeklampsia
dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila satu
atau lebih tanda gejala dibawah ini :
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau
tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.
2. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3
atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;
3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang
dalam 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau
nyeri di daerah epigastrium
5. Edema paru dan sianosis.
(Ilmu Kebidanan : 2005)
B. Etiologi
Etiologi
penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.Banyak teori – teori
dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya.Oleh karena itu
disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan.
Tetapi terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :
a.
Spasmus arteriola
b.
Retensi Na dan air
c.
Koagulasi intravaskuler
Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan
sebab primer penyakit ini, akan tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai
gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri Patologi : 1984)
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan
sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta.Akan tetapi, dengan teori ini
tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu.Rupanya
tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia
dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar
ditemukan mana yang sebab mana yang akibat (Ilmu Kebidanan : 2005).
C. Patofisiologi
Pada
pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air.Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.Pada
beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat
dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh
mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi
tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan
berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam
ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan
garam.Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi
perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).
Pada
preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia (Cunniangham,2003).
Wanita
dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap
berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat
menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.
Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat
yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang.Nekrosis
ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria.Kerusakan
hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan
tes fungsi hati.Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh
perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan
trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael,2005).
Perubahan
pada organ :
1. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan
fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan eklampsia.
Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload
jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara
iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid intravena, dan
aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru
(Cunningham,2003).
2. Metablisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi
yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya .jumlah
air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsia dan
eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.
Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam
yang diberikan.Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan
penyerapan kembali tubulus tidak berubah.Elektrolit, kristaloid, dan protein
tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium,
natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo,2005).
3. Mata
Dapat
dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.Selain itu dapat terjadi
ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satu
indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada
preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia
dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam
pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998).
4. Otak
Pada
penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan
(Trijatmo,2005).
5. Uterus
Aliran
darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga
terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat
janin.Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim
dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjad partus prematur.
6. Paru2
Kematian
ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis.Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau abses
paru (Rustam, 1998).
D. Manifestasi Klinis
Diagnosis
preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :
1. Edema
2. Hipertensi
3. Proteinuria
Berat badan yang berlebihan bila terjadi
kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali.Edema terlihat sebagai peningkatan berat
badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka.Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau
tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg
yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit.Tekanan diastolik pada
trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat
preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air
kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar
protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi
tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
Disebut preeklamsia berat bila ditemukan
gejala :
1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau
diastolik ≥ 110 mmHg.
2. Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes
celup.
3. Oliguria (<400 ml dalam 24 jam). - Sakit
kepala hebat atau gangguan penglihatan. - Nyeri epigastrum dan ikterus. -
Trombositopenia. - Pertumbuhan janin terhambat. - Mual muntah - Nyeri
epigastrium - Pusing - Penurunan visus (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3)
E. Pencegahan
Pemeriksaan
antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini
preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita
perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor
predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya
preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi
dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya yang baik
pada wanita hamil.Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan.Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun
pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan
berbaring.Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan
penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.Mengenal secara
dini preeklampsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan
obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan
antenatal yang baik.
F. Penatalaksanaan
Ditinjau
dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi:
a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera
diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal.
1. Perawatan aktif
Sedapat
mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan
fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :
a. Ibu
1) Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
2) Adanya tanda-tanda atau gejala impending
eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi
terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada
gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan)
b. Janin
1) Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)
2) Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
c. Laboratorium
Adanya
“HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia)
2. Pengobatan mediastinal
Pengobatan
mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :
a. Segera masuk rumah sakit.
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital
perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.
c. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter
diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak
dan garam.
e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat
(MgSO4).
1) Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam
20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5
menit). Diikuti segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40%
dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat
diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
2) Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6
jam pemberian dosis awal lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam
dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
3) Syarat-syarat pemberian MgSO4
a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium
gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit.
b) Refleks patella positif kuat.
c) Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.
d) Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam
sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam) 4. MgSO4 dihentikan bila :
e) Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan
otot, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP,
kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot
pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7
mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15
mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15 mEq/liter
terjadi kematian jantung.
f) Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :
1) Hentikan pemberian MgSO4
2) Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam
10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit
3) Berikan oksigen
4) Lakukan pernapasan buatan
g) MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam
pasca persalinan sedah terjadi perbaikan (normotensi).
f. Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada
tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan
furosemid injeksi 40 mg IM.
g. Anti hipertensi diberikan bila :
1) Desakan darah sistolik > 180 mmHg,
diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi
plasenta.
2) Dosis antihipertensi sama dengan dosis
antihipertensi pada umumnya.
3) Bila diperlukan penurunan tekanan darah
secepatnya dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan
kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc
cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
4) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral
dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam,
maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama
mulai diberikan secara oral (syakib bakri,1997)
b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap
dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.
1. Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37
minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin
baik.
2. Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan
medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV,
cukup intramuskular saja dimana gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat
kanan.
3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan konservatif : observasi dan
evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda
preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka
dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan
maka diberi lebih dulu MgSO4 20% 2 gr IV.
4. Penderita dipulangkan bila :
a. Penderita kembali ke gejala-gejala /
tanda-tanda preeklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan
preeklamsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai
preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
G. Komplikasi
1. Stroke
2. Hipoxia janin
3. Gagal ginjal
4. Kebutaan
5. Gagal jangtung
6. Kejang
7. Hipertensi permanen
8. Distress fetal
9. Infark plasenta
10. Abruptio plasenta
11. Kematian janin
H. Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia
1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi urin.
2. Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui
kadar ureum darah (untuk menilai kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.
3. Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi
perubahan pada pembuluh darah retina.
4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta
(HPL) dan esteriol di dalam plasma serta urin untuk menilai faal unit
fetoplasenta (Helen Farier : 1999)
5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan
pembesaran ventrikel dan kardiomegali.
I. Diagnosa Keperawatan
1.
Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
2.
Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP
3.
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2,
kelemahan fisik
4.
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
5.
Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na
6.
Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina
J. Rencana Tindakan Keperawatan
1.
Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 60 menit pola nafas kembali normal
Kriteria hasil : bebas dari sianosis, pala
nafas normal RR : 24 x/mnt
Intervensi :
a. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
Rasional
: untuk mengetahui pola nafas pasien
b. Auskultasi bunyi nafas
Rasional
: mengetahui ada tidaknya nafas tambahan
c. Atur posisi pasien semi fowler
Rasional
: merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
d. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional
: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
2.
Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 60 menit diharapkan kebutuhan O2 terpenuhi.
Kriteria hasil : CRT < 2 detik, tidak
terjadi sianosis
Interensi :
a. Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan,
penggunaan otot bantu.
Rasional
: untuk mengetahui kelemahan otot pernapasan.
b. Awasi tanda-tanda vital
Rasional
: untuk mengetahui tingkat kegawatan klien.
c. Pantau BGA
Rasional
: asidosis yang terjadi dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel.
d. Kolaborasi pemberian IV larutan elektrolit
Rasional
: meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler.
3.
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2,
kelemahan fisik
Tujuan : setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas pasien dapat terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien berpartisipasi dalam
aktivitas yang di inginkan / di perlukan
Intervensi :
a. Periksa TTV sebelum dan sesudah aktivitas
Rasional
: mengetahui tingkat kelemahan
b. Instruksikan pasien tentang tekhnik
penghematan energy
Rasional
: membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
c. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional
: Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam
melakukan aktivitas.
4.
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri berkurang /menghilang
Kriteria hasil : wajah tidak menyeringai,
tidak pusing
Intervensi :
a. Kaji skala nyeri
Rasional
: mengetahui intensitas nyeri
b. Pertahankan tirah baring
Rasional
: meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi
c. Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala misalnya, mengejan, batuk panjang
Rasional
: aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menambah beratkan penyakit
d. Ajarkan taknik relaksasi dan distraksi
Rasional
: membantu menghilangkan rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai
indikasi misalnya lorazepam, diazepam
Rasional
: menurunkan nyeri dan menurunkan rengsang system saraf simpatis.
5.
Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam BB stabil
Kriteria hasil : - Tidak ada destensi vena
perifer dan edema
Paru bersih dan BB stabil
Intervensi :
a. Obervasi input dan output
Rasional
: Mengetahui pengeluaran dan pemasukan cairan
b. Jelaskan tujuan pembatasan cairan / Na pada
pasien
Rasional
: Na dapat mengikat air sehingga meningkatkan volume cairan bertambah
c. Kolaborasi pemberian deuretik , contoh :
furosemid (lazix),asam etakrinik (edecrin) sesuai dengan indikasi.
Rasional
: Menghambat reabsorpsi natrium dan menurunkan kelebihan cairan
d. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional
: diet pembatasan Na sesuai indikasi
6.
Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak mengalami trauma
Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami
cidera
Intervensi :
a. Hindarkan pasien dari benda-benda yang
berbahaya bagi pasien
Rasional
: Mencegah terjadinya injuri
b. Pertahankan tirah baring
Rasional
: Meminimalkan pergerakan pasien
c. Pertahankan BEL di samping tempat tidur dan
pagar tempat tidur tinggi
Rasional
: Mencegah terjadinya injuri
d. Batasi aktivitas pasien
Rasional
: Meminimalkan aktivitas yang dapat menimbulkan trauma pada pasien.
PLASENTA PREVIA
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu
indikatorpenilaian status kesehatan. Organisasi kesehatan dunia (WHO)
memperkirakan diseluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal setiap tahun
saat hamil atau bersalin, artinya setiap menit ada satu perempuan yang
meninggal. Di indonesia menurut survey demografi kesehatan indonesia (SDKI)
tahun 2009, angka kematian ibu (AKI) 390 per 100.000 kelahiran hidup. Angka
kematian ibu di sumatera barat 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut kementrian kesehatan RI tahun 2010, tiga
faktor utama kesehatan ibu melahirkan adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%,
infeksi 11%. Padasebuah laporan oleh chikaki, dkk disebutkan perdarahan
obstetrik yang sampai menyebabkan kematian maternal terdiri atas solusio
plasenta 19%, koagulopati 14%, robekan jalan lahir termasuk ruptur uteri 16%,
plasenta previa 7% dan plasenta akreta atau inkreta dan perkreta 6% dan atonia
uteri. (Prawirohardjo, Sarwono. 2009)
Kasus perdarahan sebagai penyebab utama kematian ibu
dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Salah satu
penyebab perdarahan tersebut adalah plasenta previa yaitu plasenta yang
berimplementasi pada segmen bawah rahim (SBR) sedemikian rupa sehingga menutupi
seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI). Pada beberaparumah
sakit umum pemerintah angka kejadian plasenta previa berkisar 1,7% sampai 2,9%,
sedangkan di negara maju kejadiannya lebih rendah yaitu <1%. (Prawirohardjo,
Sarwono. 2008).
Penyebab terjadinya plasenta previa secara pasti
sulit ditentukan namun ada beberapa faktor yang meningkatkan terjadinya
plasenta previa seperti jarak kehamilan, paritas tinggi dan usia diatas 35
tahun (Prawirohardjo, Sarwono. 2008). Menurut hasul penelitian wardana (2007),
plasenta terjadi 1,3 lebih sering pada ibu yang sudah beberapa kali melahirkan
(multipara) dari pada ibu yang baru pertama kali melahirkan (primipara).
Semakin tua umur ibu maka kemungkinan untuk mendapatkan plasenta previa lebih
besar. Pada ibu yang melahirkan dalam usia >40 tahun berisiko 2,6 kali untuk
terjadinya plasenta previa.
(Santoso. 2006). Plasenta previa juga sering terjadi pada kehamilan ganda dari
pada kehamilan tunggal. Uterus yang cacat ikut mempertinggi angka kejadiannya.
Ibu yang mempunyai riwayat secsio
sesaria minimal satu kali mempunyai resiko 2,6 kali untuk menjadi
plasenta previa pada kehamilan selanjutnya. (Santoso, 2008)
B. Tinjauan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan asuhan
kebidanan pada persalinan patologis dengan plasenta previa melalui pendekatan
pola pikir manajemen asuhan kebidanan secara komprehensif dan
mendokumentasikannya dalam bentuk soap.
2.
Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subjektif dan
objektif pada persalinan dengan plasenta
previa.
b. Masiswa mampu menegakkan diagnosa, masalah,
sertamenentukan kebutuhan pasien berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan
c. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah
potensial yang mungkin akan terjadi
d. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan
segera
e. Mahasiswa mampu merencanakan asuhan sesuai dengan
diagnosa, masalah dan kebutuhan klien
f. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan yang telah
direncanakan baik secara mandiri, kolaborasi, rujuakan
g. Mahasiswa mampu menevaluasi hasil asuhan yang telah
dilakukan
h. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan yang dilakukan
dalam bentuk soap
C. Manfaan Penulisan
1.
Bagi Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan atau keterampilan dan
dapat mengaplikasikan ilmu dalam penerapan manajemen asuhan kebidanan dengan
pendikumentasian soap untu asuhan persalinan dengan plasenta previa.
2.
Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi institusi, khususnya di
STIkes Mercubaktijaya Padang dalam meningkatkan wawasan mahasiswa mengenai
asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan plasenta previa.
D. Ruang Lingkup
Tuang lingkup studi kasus ini adalah
mengetahui asuhan kebidanan pada “Ny. T” G2P1A0H0 dengan plasenta previa di
RSUD tahun 2013.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Plasenta Previa
1. Pengrtian Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan
dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal yaitu pada segmen bawah
rahim (SBR) sehingga menutupi sebagian atau seluruh permukaan jalan lahir
(Ostium uteri Internum) dan oleh karenanya bagianterendah sering kali
terkendala memasuki pintu atas panggu (PAP) atau menimbulkan kelainan janin
dalam lahir. Pada keadaan normal plasenta umumnya terletak di corpus uteri
bagian depan atau belakang agak ke arah fundus uteri. (Prawirohardjo, 2008)
Sejalan dengan bertambah besarnya
segmen bawah rahim (SBR) ke arah proksimalme mungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim (SBR) ikut berpindah mengikuti perluasan
segmen bawah rahim (SBR) seolah plasenta tersebut berimigrasi. Ostium Uteri
yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala Ibisa mengubah
luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. (Prawirohardjo, 2009)
2. Klasifikasi Plasenta Previa
Belum ada kata sepakat diantara para
ahli, terutama mengenai beberapa pembukaan jalan lahir. Oleh karena pembagian
tidak didasarkan pada keadaan anatomi,melainkan pada keadaan fisiologi yang
dapat berubah-ubah, maka klasifikasi akan berubah setiap waktu. Misalnya pada
pembukaan yang masih kecil, seluruh permukaan ditutupi oleh jaringan plasenta
(plasenta previa totalis), namun pada pembukaan yang lebih besar, keadaan ini
akan menjadi plasenta previa lateralis.
Menurut Patrick (2009), plasenta
previa dibagi menjadi beberapa jenis :
a. Plasenta previa totalis
Plasenta previa totalis yaitu ostium
uteri internum tertutup seluruhnya oleh plasenta.
b. Plasenta previa parsialis
Plasenta previa parsialis yaitu
ostium uteru internum tertutup sebagian oleh plasenta.
c. Plasenta previa marginalis
Plasenta previa marginalis yaitu
pinggir bawah plasenta sampai pada pinggir ostium uteri internum
d. Plasenta previa letak rendah
Plasenta previa letak rendah yaitu
terjadi jika plasenta tertanam di segmen bawah uterus.
Menurut De Snoo,
plasenta previa dibagi berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm :
a. Plasenta previa sentralis (totalis)
Bila pada pembukaan 4-5 cm terapa
plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum
b. Plasenta previa lateralis
Bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta.
Plasenta previa
lateralis dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Plasentalateralis posterior
bila sebagian menutupi ostium bagian
belakang
b. Plasenta previa lateralis anterior
bila menutupi ostium bagian depan
c. Plasenta previa marginalis
bila sebagian kecil atau hanya
pinggir ostium yang ditutupi plasenta (norma, dkk. 2013)
Menurut Brown, klasifikasi plasenta previa dibagi menjadi
:
a. Tingkat I : Lateral Plasenta Previa
pinggir bawah plasenta berinserasi
sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
b. Tingkat II : Marginal Plasenta Previa
plasenta mencapai pinggir pembukaan
(ostium)
c. Tingkat III : complete plasenta previa
plasenta menutupi ostium waktu
tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
d. Tingkat IV : central plasenta previa
plasenta menutupi seluruhnya pada
pembukaan hampir lengkap. (sofian, 2012)
Dari semua klasifikasi plasenta
previa, frekuensi plasenta previa totalis sebesar 20-45%, plasenta previa
parsialis 30%, plasenta previa marginalis 25-50%. (Anurugo. 2008)
3. Etiologi Plasenta Previa
Etiologi plasenta previa
belum diketahui secara pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat pada grande multipara,
primigravida tua, bekas secsio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin, dan
leioma uteri. Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut
beberapa ahli penyebab plasenta previa yaitu :
a. Plasenta previa merupakan implementasi di segmen bawah
rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima
implanmtasi, endometrium yang tipis sehingga diberpulakan perluasan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi pada janin dan vili korealis pada chorion leave
yang persisten.
b. Etiologi plasenta previa belum diketahui pasti namun
meningkat pada grande multi para, primigravida tua, bekas secsio sesarea, bekas
operasi dan leiomioma uteri. (norma, dkk. 2013)
Menurut Sofian (2012), penyebab
plasenta previa yaitu :
a. Endometrium yang inferior
b. Chorion leave yang persesiten
c. Korpus luteum yang bereaksi lambat
Strassman mengatakan
bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada desidua yang
menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Brown menekankan bahwa faktor
terpenting ialah vili korealis persisten pada desidua kapsularis.
4. Faktor Resiko Plasenta Previa
Menurut Mochtar yang dikutup pada buku Norma (2013), ada
beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya :
a. Usia >35 tahun atau <20 tahun
b. Paritas
c. Riwayat pembedahan rahim
d. Jarak persalinan yang dekat < 2 tahun
e. Hipoplasia endometrium
f. Korpus luteum bereaksi lambat
Menurut Sheiner yang
dikutip pada buku Norma (2013), faktor resiko lainnya yang berhubungan dengan
plasenta previa yaitu:
a. Terdapat jaringan parut
b. Riwayat plasenta previa sebelumnya
c. Tumor-tumor rahim seperti mioma uteri
d. Kehamilan ganda
e. Merokok
Menurut Sofian (2012),
plasenta previa kadang-kadang terjadi pada ibu dengan malnutrisi.
a. Usia >35 tahun atau <20 tahun
1) Usia < 20 tahun
Usia aman untuk melahirkan dan
persalinan adalah 20-35 tahun. Plasenta previa terjadi pada umur muda karena
endometrium belum sempurna (manuaba, 2008). Keadaan endometrium yang kurang
baik menyebabkan plasenta harus tunbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan
janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri
internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik yaitu di tempat yang rendah dekat ostium
uteri internum (arnita, 2013)
2) usia >35 tahun
Prevalensi plasenta previa meningkat
3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat terjadi pada umur
diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur dapat meningkatkan
kejadian plasenta previa (Manuaba, 2008). Hasil penelitian Wardana (2007)
menyatakan peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko plasenta previa, karena
sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan arteriole miometrium menyebabkan
aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar
dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang
adekuat.
b. Paritas
Menurut manuaba (2008), paritas
adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm. Multipara adalah wanita yang
telah melahirkan bayi variabel (hidup) beberapa kali. Grandemultipara adalah
wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami
penyulit dalam kehamilan dan persalinan
Kejadian plasenta previa 3 kali
lebih sering pada wanita multipara. Pada multipara plasenta previa disebabkan
oleh vaskularisasi yang kurang dan atrofi desidua akibat persalinan masa
lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup sehingga menutupi pembukaan jalan
lahir. Pada paritas tinggi, kejadian plasenta previa semakin besar karena
keadaan endometrium yang kurang subur (Prawirohardjo, 2006)
c. Riwayat pembedahan rahim
Operasi sesarea yang berulang
memungkinkan terjadinya komplikasi. Salah satu komplikasi yang potensial adalah
plasenta abnormal, salah satunya yaitu plasenta previa. Resiko melahirkan
berkali-kali membuat letak plasenta terlalu dekat dengan leher rahim, sehingga
jika leher rahim terbuka dapat menyebabkan keguguran dan perdarahan hebat.
Riwayat persalinan sesarea akan
meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa yaitu 3,9% lebih tinggi bila
dibandingkan dengan angka1,9%untuk keseluruhan populasi obstetrik (Cunningham,
2008)
5. Patofisiologi Plasenta Previa
Perdarahan antepartumdiasebabkan oleh plasenta previa
umumnya terjadi pada trimester ketiga karena pada saat itu segmen bawah rahim
lebih mengalami perubahan karena berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan.
Menurut manuaba 2008, implementasi plasenta di segmen
bawah rahim dapat disebabkan :
a. Endomentriumdi fundus uteri belum siap menerima
implantasi
b. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan
plasenta untuk mampu memberikan nutrisi ke janin.
c. Vili korealis pada korion leave (korion yang gundul yang
persisten.
Menurut Davood 2008 sebuah penyebab
utama pada perdarahan trimester tiga yaitu plasenta previa yang memiliki tanda
khas dengan perdarahan tanpa rasa sakit. perdarahan diperkirakan terjadi dalam
hubungan dengan perkembangan segmen bawah rahim (SBR) pada trimester tiga.
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim (SBR) lebih melebar lagi
dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah rahim
(SBR), pelebaran segmen bawah rahim (SBR) dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa diikuti tanpa terlepasnya
sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi
perdarahan. Darahnya bewarna merah segar,berlainan dengan darah yang
disebabkanoleh solusio plasenta yang bewarna kehitam-hitaman. Sumber
perdarahannya ialah sinus uteri yang robek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya
tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim
(SBR) untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, sebagaimana serabut otot
uterus menghentikan perdarahan pada kala tiga dengan plasenta yang letanya
normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi.
6. Diagnosa Plasenta Previa
Untuk menegakkan diagnosa pasti kejadian plasenta previa.
Hal-hal yang harus dilakukan menurut ai yeyeh, dkk. 2010 :
a. Anamnesa
Perdarahan jalan lahir pada
kehamilan >22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan terutama pada
mutigravida. Perdarahan cenderung berulang apada volume yang lebih banyak dari
sebelumnya, perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam rahim.
b. Inspeksi
Dapat dilihat pada perdarahan yang
keluar pervaginam, banyak, sedikit atau darah beku (stolsel). Bila terjadi
perdarahan banyak maka ibu terlihat pucar atau anemis.
c. Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah, nadi dan pernapasan
dalam batas normal. Bila tekanan darah, nadi dan pernapasan meningkat maka daerah
akral menjadi dingin atau tampak anemis.
d. Pemeriksaan khusus Kebidanan
1) Palpasi abdomen
Janian belum cukup bulan, tinggi
fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan, bagian terendah janin masih tinggi
karena plasenta berada pada segmen bawah rahim. Bila cukup pengalaman bisa
dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim (SBR) terutama pada ibu yang
kurus.
2) Denyut Jantung janin
Denyut jantung janin bervariasi dari
normal menjadi asfiksia dan kemudian kematian dalam rahim.
3) Pemeriksaan Inspekulo
Dengan memakai spekulum secara
hati-hati dan dilihat asal perdarahan apak dari segmen bawah rahim atau
kelainan serviks, vagina da varises pecah.
4) Pemeriksaan Penunjang
Sitografi
Mula-mula kandung kemih dikosongkan
lalu masukkan 40 cc larutan NaCl 12,5%, kepala janin ditekan ke arah pintu atas
panggul (PAP), bila jarak kepala janin dan kandung kemih 1 cm, kemungkinan
terdapat plasenta previa.
7. Komplikasi Plasenta Previa
Ada beberapa komplikasi yang bila terjadi pada ibu hamil
dengan plasenta previa menurut manuaba 2008, yaitu :
a. Komplikasi pada ibu
1) Dapat terjadi anemi bahkan syok
2) Dapat terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim
yang rapuh
3) Infeksi pada perdarahan yang banyak
b. Komplikasi pada janin
1) Kelainan letak janin
2) Prematuritas, morbiditas dan mortalitas yang tinggi
3) Asfiksia intauterine sampai dengan kematian
8. Penanganan Plasenta Previa
Menurut Prof. DR. Dr. Sarwono Prawirohardjo. SpOG.2009.
jakarta :
a. Perdarahan dalam trimester dua atau trimester tiga harus
dirawat di rumah sakit. Pasien diminta baring dan dikalukan pemeriksaan darah
lengkap termasuk golongan darah dan faktor Rh.pada kehamilan 24 minggu sampai
34 minggu diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk perawatan paru
janin.
b. Jika perdarahan terjadi pada trimester dua perlu
diwanti-wanti karena perdarahan ulangan biasanya lebih banyak. Jika ada gejala
hipovelemik seperti hipotensi, pasien tersebut mungkin mengalami perdarahan
yang cukup berat, lenih berat dari pada penampakannya secara klinis. Transfusi
darah yang banyak perlu segera diberikan.
c. Pada kondisi yang terlihat stabil di dalam rawatan di
luar rumah sakit, hubungan suami istri dan tumah tangga dihindari kecuali
setelah pemeriksaan ultrasonografi ulangan dianjurkan minimal setelah 4 minggu,
memperlihatkan ada migrasi plasenta menjauhi ostiun uteri internum (OUI)
d. Perdarahan dalam trimester tiga perlu pengawasan lebih
ketat dengan istirahat baring yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam
keadaan yang cukup serius untuk merawatnya sampai melahirkan.
e. Pada pasien dengan riwayat secsio sesaria perlu diteliti
dengan ultrasonografi, color doppler atau MRI untuk melihatkemungkinan adanya
plasenta akreta, inkreta atau perkreta.
f. Secsio sesaria juga dilakukan apabilaada perdarahan
banyak yang menghawatirkan
Semua pasien dengan perdarahan
pervaginam pada trimester tiga dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila
pasien dalam keadaan syok karena perdarahan yang banyak, harus segera perbaiki
keadaan umumnya dengan pemberian infus atau transfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta
previa bergantung pada keadaan umum pasien, kadar Hb, jumlah perdarahan, umur
kehamilan, taksiran janin, jenis plasenta previa dan paritas.
9. Penanganan Plasenta Previa di RSUD
Penanganan pada pasien dengan plasenta previa di
lingkungan rumah sakit yaitu :
a. Penanganan Ekspektatif
Kriteria pada penanganan ekspektatif yaitu :
1) Usia kehamilan <34 minggu
2) Belum ada tanda-tanda inpartu
3) Keadaan umum baik
4) Perdarahan <200 cc
Rencana penanganan
ekspektatif :
1) Istirahat tirah baring
2) Pemeriksaan darah lengkap
3) Pemeriksaan USG
4) Infuse D5% atau elektrolit
5) Pemberian spasmolitik, kotolitik, raboransia dan
plasentrotofik
6) Observasi perdarahan, tanda-tanda vital dan denyut
jantung janin
7) Transfusi darah jika diperlukan
b. Penanganan Aktif
Kriteria untuk penanganan aktif yaitu :
1) Usia kehamilan >34minggu
2) Perdarahan >200 cc
3) Keadaanumum ibu dan janin tidak baik
4) Rencana penanganan aktif yaitu :
Kolaborasi dengan dojter SpOG untuk
dilakukan tindakan secsio sesaria
B. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan
1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar (pengkajian)
Pengkajian adalah pendekatan
seismatis untuk mengumpulkan data dan mengelompokkan data serta menganalisa
data sehingga dapat diketahui masalah dan keadaan klien. Pada langkah pertama
ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan semua sumber yang berkaitan
dengan klien.
Data-data yang dikumpilkan meliputi:
a. Data Subjektif
1) Biodata (istri dan suami)
Yang perlu dikaji yaitu : nama,
umur, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan alamat. Maksud pertanyaan ini
adalah untuk mengidentifikasi pasien.
Pada klien dengan plasenta previa,
pada biodata istri perli diperhatikan usia ibu. Prevalensi plasenta previa
meningkat 3 kali pada umur ibu >35 tahun. (manuaba, 2008)
2) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan alasan utama
klien datang ke rumah sakit dan apa saja yang dirasakan klien. Keluhan pada
plasenta previa yaitu perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak.
Perdarahan bewarna merah segar tanpa alasan dan tanpa rasa sakit. (Alam,
Dewi.K. 2012)
3) Riwayat Perkawinan
Pada riwayat perkawinan kemungkinan
diketahui status perkawinan, umur waktu kawin, berapa lama kawin baru hamil
4) Riwayat Menstruasi
Pada riwayat menstruasi yang perlu
ditanyakan atau diketahui yaitu menarche (untuk mengetahui usia pertama haid.
Usia menarche dipengaruhi oleh keturunan, keadaan gizi, bangsa, lingkungan, iklim
dan keadaan umum), siklus (untuk mengetahui klien mempunyai siklus normal atau
tidak), lamanya (jika lama haid ≥15 hari berarti abnormal dan kemungkinan
adanya gangguan yang mempengaruhinya), banyaknya(untuk mengetahui apakah ada
gejala kelainan banyaknya darah haid), nyeri haid (untuk mengetahui apakah
klien menderita nyeri setiap haid)
5) Riwayat Obstetrik yang lalu
no
|
tanggal lahir
|
usia kehamilan
|
jenis persalinan
|
tempat persalinan
|
komplikasi
|
penolong
|
bayi
|
nifas
|
|||
ibu
|
bayi
|
pb/bb/jk
|
keadaan
|
lochea
|
laktasi
|
||||||
Pada riwayat obstetri
yang lalu perlu dikaji pada kasus plasenta previa yaitu riwayat operasi rahim
atau memiliki kelainan rahim, riwayat kehamilan kembar (alam, 2012) dan riwayat
plasenta previa sebelumnya
6) Riwayat kehamilan sekarang
Kemungkinan klien merasa mual,
muntah serta perdarahan, kapan pergerakan janin pertama kali dirasakan. Apakah
ibu telah melakukan kunjungan antenatal dengan tenaga kesehatan, ibu mendapat
imunisasi TT dan belum ada tanda-tanda persalinan.
Pada klien dengan plasenta previa
terjadiperdarahan bewarna merah segar pada TM III, perdarahan sedikit dan
sesekali mungkin terjadi pada TM I dan TM II.perdarahan biasanya tidak
disertasi rasa sakit walaupun kram rahim pada beberapa wanita. Sebagian wanita
tidak mengalami perdarahan sama sekali (http://majalahkesehatan.com/plasenta-previa-bila-plasenta-menutupi-jalan-lahir diakses pada tanggal 10
november 2013)
7) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang lalu :
kemungkinan klien pernah menderita penyakit jantung, hipertensi, DM, dan
mengalami operasi dinding rahim.
Pada kasus plasenta previa, salah
satu faktor penyebab terjadinya plasenta previa yaitu riwayat pembedahan rahim
(cunningham, 2008)
8) Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan ada anggota keluarga
yang menderita penyakit turunan, penyakit menular, riwayat kehamilan kembar
atau riwayat kehamilan postterm
Pada klien dengan plasenta previa,
salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya plasenta previa yaitu
kehamilan kembar
9) Riwayat kontrasepsi
Untuk mengetahui apakah klien sudah
pernah atau belum menggunakan alat kontrasepsi
10) Riwayat seksualitas
Untuk mengetahui apakah ibu
mengalami masalah selama berhubungan atau tidak
Pada kasus plaenta previa,
berhubungan seks dapat memicu perdarahan yang dapat membahayakan jiwa ibu dan
janinya. Jangankan berhubungan seks, tidak berhubungan pun perdarahan bisa
mungkin terjadi. Itulah mengapa jika ada gangguan plasenta previa hubungan seks
dilarang dilakukan sampai dokter mengizinkan setelah sebelumnya melakukan pemeriksaan
menyeluruh
(http:/female.kompas.com/read/2011/05/20/10330768/
diakses pada tanggal 1 november 2013).
11) Riwayat sosial, ekonomi dan budaya
Kemungkinan hubungan klien dengan
suami, keluarga dan masyarakat baik, kemungkinan ekonomi yang kurang mencukupi,
adanya kebudayaan klien yang mempengaruhi kehamilan dan persalinan
12) Riwayat spiritual
Kemungkinan klien melakukan ibadah
agama dan kepercayaan dengan baik
13) Riwayat psikologi
Kemungkinan adanya tanggapan klien
dan keluarga dengan baik terhadap kehamilan dan persalinan. Kemungkinan klien
dan suami mengharapkan dan senang dengan kehamilan ini atau kemungkinan klien
cemas dan gelisah dengan kehamilannya.
Pada klien dengan plasenta previa,
secara psikologis klien mengalami kekhawatiran serta kecemasan tentang kelangsungan
bayi di dalam kandungannya saat harus menjalani bedrest
(http:bidanku.com/kondisi-psikologi-saat-bed-rest diakses pada tanggal 10
november 2013)
14) Kebutuhan dasar
Kemingkinan pemenuhan kebutuhan
bio-psiko yang meliputi pemenuhan nutrisi, proses eliminasi, aktifitas
sehati-hari, istirahat, personal hygien, kebiasaan-kebiasaan yang mempengaruhi
saat hamil dan bersalin
b. Data Objektif
Dapat dikumpulkan melalui
pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus :
1. Pemeriksaan umum
Pada klien dengan plasenta previa,
dapat dijumpai tenakan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal, tekanan
darah turun, nadi dan pernapasan meningkat, dan daerah ujung menjadi dingin,
serta tampak anemis (norma, dkk. 2013)
2. Pemeriksaan khusus
a. Secara inspeksi
secara inspeksi yaitu pemeriksaan
pandang yang dimulai dari kepala sampai kaki. Yang dinilai pada inspeksi yaitu
kemungkinan bentuk tubuh yang normal, kebersihan kulit rambut, muka,
konjungtiva, sklera, hidung, telinga, mulut, leher, payudara, abdomen,
genitalia dan ekstremitas.
Pada klien dengan plasenta previa,
yang perlu dikaji pada pemeriksaan inspeksi yaitu :
1) Mata :conjungtiva terlihat pucat dan anemis
hal ini disebabkan oleh perdarahan yang banyak (sofian, 2012)
hal ini disebabkan oleh perdarahan yang banyak (sofian, 2012)
2) Genitalia : perdarahan pervagianam yang keluar banyak,
sedikit, darah beku dan sebagainya (sofian, 2012)
b. Secara palpasi
Pada klien dengan plasenta previa,
hasil pemeriksaan palpasi abdomen yang didapat yaitu :
1) Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih
rendah
2) Sering dijumpai kesalahan letak janin
3) Bila cukup pengalaman (ahli), dapat dirasakan suatu
bantalanpada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus
4) Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala,
biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau di atas pintu atas
panggul (sofian,2012)
c. Secara auskultasi
Secara auskultasi, kemungkinan dapat
terdengar bunyi jantung janin, frekuensinya teratur atau tidak.
Pada klien dengan plasenta previa,
denyut jantung janin dapat bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian
dalam rahim (norma, dkk. 2013).
d. Pemeriksaan inspekulo
Pada klien dengan plasenta previa,
pemeriksaan inspekulo dilakukan untuk memastikan apakah perdarahan berasal dari
segmen bawah rahim atau kelainan serviks, vagina dan varises pecah (yeyeh,
2010).
e. Pemeriksaan dalam
Pada kasus plasenta previa,
pemeriksaan dalam adalah senjatayang paling ampuh di bidang obstetrik untuk
mendiagnosa plasenta previa. Walaupun ampuh, namun harus berhati-hati karena
bahaya yang besar (sofian, 2013)
Pemeriksaan dalam dilakukan hanya di
atas meja operasi dan siap untuk mengambil tindakan. Hasil pemeriksaan dalam
teraba plasenta di sekitar ostium uteri internum (norma, dkk. 2013)
f. Pemeriksaan radio-isotop
1) Plasentografi jaringan lunak yaitu membuat foto dengan sinar
rontgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta. Hasil foto dibaca oleh ahli
radiologi yang berpengalaman.
2) Sitografi
yaitu mula-mula kandung kemih dikosongkan, lalu masukkan 40 cc larutan NaCl 12,5%, kepala janin ditekan ke arah pintu atas panggul, lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih 1 cm, makaterdapat kemungkinan plasenta previa.
yaitu mula-mula kandung kemih dikosongkan, lalu masukkan 40 cc larutan NaCl 12,5%, kepala janin ditekan ke arah pintu atas panggul, lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih 1 cm, makaterdapat kemungkinan plasenta previa.
3) Plasentografi Indirek
yaitu membuat foto seri lateral dan
anteroposterior yaitu ibu dalam posisi berdiri atau duduk setengah berdiri.
Lalu foto dibaca oleh ahli radiologi berpengalaman dengan cara menghitung jarak
antara kepala-simpisis dan kepala-promontorium.
4) Arteriografi
yaitu dengan memasukkan zat kontras ke dalam arteri femoralis. Karena plasenta sangat kaya akan pembuluh darah, maka ia akan banyak menyerap zat kontras, ini akan jelas terlihat pada foto dan juga lokasinya.
yaitu dengan memasukkan zat kontras ke dalam arteri femoralis. Karena plasenta sangat kaya akan pembuluh darah, maka ia akan banyak menyerap zat kontras, ini akan jelas terlihat pada foto dan juga lokasinya.
5) Amniografi
dengan memasukkan zat kontras ke dalam rongga amnion, lalu bibuat foto dan dilihat dimana terdapat daerah kososng (diluar janin) dalam rongga rahim
dengan memasukkan zat kontras ke dalam rongga amnion, lalu bibuat foto dan dilihat dimana terdapat daerah kososng (diluar janin) dalam rongga rahim
6) Radioisotop
yaitu dengan menyuntikkan zat radio aktif, biasanya RISA (radioiodinated serum albumin) secara intravena, lalu diikuti dengan detektor GMC (sofian, 2012)
yaitu dengan menyuntikkan zat radio aktif, biasanya RISA (radioiodinated serum albumin) secara intravena, lalu diikuti dengan detektor GMC (sofian, 2012)
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada klien dengan plasenta previa yaitu :
a. Ultrasonografi (USG) : pemeriksaan dilakukan untu penentuan
lokasi plasenta dan tidak menimbulkan bahaya radiasi pada janin(sofian, 2012)
b. Kardiokotografi (KTG) :
dilakukan pada kehamilan >28 minggu
c. Labolatorium : darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan operasi,
perlu diperiksa faktor pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah
sewaktu. Pemeriksaan hanya dilakukan atas indikasi medis (norma, dkk. 2013)
2. Langkah II :
intepretasi data
a. Diagnosa kehamilan
Ibu G...P...A...H... usia kehamilan
di atas 22 minggu, janin hidup/mati, tunggal/multi, intrauterine, presentasi
janin, KU ibu dan janin dengan plasenta previa totalis
Dasar :
1) Ibu mengatakan ini kehamilan yang ke....
2) Ibu mengatakan HPHT ....
3) DJJ....
4) Pada pemeriksaan palpasi teraba 2 bagian besar janin dan
DJJ terdengan pada satu sisi atau pada pemeriksaan palpasi teraba lebih dari 2
bagian besar janin dan DJJ terdengan pada 2 sisi
5) Pada pemeriksaan palpasi ibu tidak merasa nyeri
Tanda- tanda vital
TD :
.... mmHg P : ... x/menit
N :
... x/menit S : ...
x/menit
DJJ :
... x/menit
6) Pada hasil pemeriksaan labolatarium USG plasenta tertanam
pada ostium uteri internum
b. Masalah
kemungkinan masalah yang timbul pada klien dengan plasenta previa adalah kesemasan
kemungkinan masalah yang timbul pada klien dengan plasenta previa adalah kesemasan
c. Kebutuhan
kebutuhan yang diperlukan pada klien dengan plasenta previa yaitu dukungan psikologis, hidrasi, pengosongan kandung kemih, defiksasi dan rasa nyaman
kebutuhan yang diperlukan pada klien dengan plasenta previa yaitu dukungan psikologis, hidrasi, pengosongan kandung kemih, defiksasi dan rasa nyaman
3. Langkah III : diagnosa atau dan masalah potensial
kemungkinan diagnosa potensial yang akan timbul yaitu :
kemungkinan diagnosa potensial yang akan timbul yaitu :
a. Pada ibu
1) Anemi
2) Perdarahan hingga syok hipovolemik (norma, dkk. 2013)
3) Infeksi
4) Inersia primer
5) Prolaps tali pusat
6) Prolaps plasenta
7) Plasenta melekat, sehinggaharus dikeluarkan manual dan
kalau perlu dibersihkan dengan korekan
8) Robekan jalan lahir karena tindakan
9) Perdarahan postpartum (sofian, 2012)
b. Pada janin
1) Kelainan letak janin
2) Bayi premaur atau lahir mati (sofian, 2012)
3) Asfiksia (norma, dkk. 2013)
4. Langkah IV: tindakan segera
Jika klien terdeteksi dengan
plasenta previa, segera lakukan kolaborasi dengan dokter spesial obgyn untuk
dilakukan tindakan.
5. Langkah V : intervensi
Perencanaan tindakan penanganan pada
pasien dengan plasenta previa :
a. Beritahu ibu hasil pemeriksaan
b. Beri dukungan psikologis pada ibu
c. Anjurkan ibu istirahat bedrest (tirah baring)
d. Penuhi kebutuhan hidrasi dan nutrisi ibu
e. Penuhi kebutuhan personal hygien ibu
f. Atur cairan infus dan drip adona 1ampul
g. Lakukan observasi TTV, perdarahan dan DJJ
h. Berikan terapi sesuai anjuran dokter spesialis obgyn
i. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan golongan darah A
sebanyak 2 kantong
6. Langkah VI : implementasi
a. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
b. Memberi dukungan psikologis pada ibu
c. Menganjurkan ibu istirahat bedrest (tirah baring)
d. Memenuhi kebutuhan hidrasi dan nutrisi ibu
e. Memenuhi kebutuhan personal hygien ibu
f. Mengatur cairan infus dan drip adona 1 ampul
g. Melakukan observasi TTV, perdarahan dan DJJ
h. Memberikan terapi sesuai anjuran dokter spesialis obgyn
i. Menganjurkan keluarga untuk menyiapkan golongan darah A
sebanyak 2 kantong
7. Langkah VII : evaluasi
evaluasi adalah hal terakhir yang
dilakukan dari proses asuhan kebidanan dengan plasenta previa. Kemungkinan
hasil evaluasi yang ditemukan :
a. Tercapainya seluruh perencanaan tindakan
b. Tercapainya sevagian dari perencanaan tindakan
8. Konsep dasar soap
a. S (subjektif)
data subjektif berhubungan dengan
masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan
keluhannya akan berhubungan langsung dengan diagnosis.
b. (objektif)
Merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan labolatorium/pemeriksaan diagnostik. Catatan medik dapat dimasukkan dalam data objektif sebagai data penunjang.
Merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan labolatorium/pemeriksaan diagnostik. Catatan medik dapat dimasukkan dalam data objektif sebagai data penunjang.
c. (asessment)
merupakan pendokumentasian analisis dan intepretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Analisis data adalah melakukan intepretasi data yang telah dikumpulkan mencakup diagnosis, diagnosis masalah potensial serta perlunya natisipasi diagnosa/masalah potensial dan tindakan segera.
merupakan pendokumentasian analisis dan intepretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Analisis data adalah melakukan intepretasi data yang telah dikumpulkan mencakup diagnosis, diagnosis masalah potensial serta perlunya natisipasi diagnosa/masalah potensial dan tindakan segera.
d. (planning)
membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan intepretasi data. Rencana asuhan bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraan.
membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan intepretasi data. Rencana asuhan bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraan.
DAFTAR PUSTAKA
Maryunani, Anik, dkk, 2009. Asuhan
Kegawatdaruratan Dalam Kehamilan. Jakarta : Trans Info Media
Nugroho, Taufan, 2011. Buku Ajar
Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika
Mose,dkk 2012. Obstetri Patologi Ilmu
Kesehatan Patologi, Edisi 3. Jakarta : EGC
Sofiian, A, 2011. Sipnosis Obstetri, Edisi 3, Jilid 1.
Jakarta : EGC
Sofiian, A, 2011. Sipnosis Obstetri, Edisi 3, Jilid 2.
Jakarta : EGC
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuhan
Kebidanan 4 Patologi. Jakarta : Trans Info Media
Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2007. Buku
Pengantar Obtetri. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2008. Buku
Pengantar Obtetri. Jakarta : EGC
Norma, Nita, dkk, 2013. Asuhan
Kebidanan Patologi Teori dan Tinjauan Kasus. Yogyakarta : Nuha Medika
Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2011. Ilmu
kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Rachmaningtyas, Ayu 2013,
Data SDKI 2012 Angka Kematian Ibu Melonjak
Progestian, Prima 2012, Penyebab Infertilitas/Ketidaksuburan Pada Wanita
Ayah Bunda, 2012, Plasenta Previa
Dalam Kehamilan
Antar Sumbar, 2013, Kematian
Ibu dan Bayi Sumbar Jauh dari Target MDGs
Rachmaningtyas, Ayu 2013,
Data SDKI 2012 Angka Kematian Ibu Melonjak
Sukses selalu kk, saya izin copy
BalasHapusterbantu sedikit
BalasHapus