Kamis, 21 Maret 2019

LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)

LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A.    TINJAUAN TEORITIS
1.     Pengertian
      Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi. (mitayani,2011.buku keperawatan maternitas, hal:74)
      Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktu nya melahirkan, hal ini dapat terjadi pada akhirnya kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan, (Sujiyati, 2009, asuhan patologi kebidanan ,hal:13)
      Ketuban pecah dini (KPD) merupakan pecahnya selaput janin sebelum proses persalinan dimulai, pada usia kurang dari 37 minggu. (errol norwiz, dan john, obstetric dan ginekologi, 2007, hal:56)
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas adalah
      Ketuban pecah dini adalah pecah/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya persalinan, dan sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu, dengan kontraksi atau tanpa kontraksi.
2.     Etiologi
a.     Persalinan prematur
b.    Korioamnionitis terjadi dua kali sebanyak KPD
c.     Malposisi atau malpresentasi janin
d.    Faktor yang mengabitkan kerusakan serviks
1)  Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya aborsi terapeutik, LEEP, dan sebagainya
2)  Peningkatan paritas yang memnungkinkan kerusakan serviks selama pelahiran sebelumnya
3)  Inkompeteni serviks
e.     Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih
f.      Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat ibu
1)   Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
2)   Penambahan berat badan sebelum kehamilan
g.     Merokok selama kehamilan
h.    Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu muda
i.      Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.(buku obstetric dan ginekologi,2009,geri morgan)
3.     Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivitas monosit/makrofag, yaitu sitokrin, interleukin 1, factor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janinyang ditemukan dalam cairan amnion , secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk kedalam cairan amnion juga akan merangsang sel-sel disidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.
      Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban .Banyak flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga kulit ketuban.Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III papa manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.
      Enzim hidrolitik lain , termasuk katepsin B , katepsin N, kolagenase yang dihasilkan netrofil dan makrofag , nampaknya melemahkan kulit ketuban . Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi plasmin , potensial , potensial menjasi penyebab ketuban pecah dini.(http://www.scribd.com/doc/83328609/Ketuban-Pecah - Dini)
4.     Tanda dan gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ktuban merembes melalui vagina, aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bbau amoniak,mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes dengan cirri pucat dan bergaris warna darah,cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.tetapi bila anda duduk atau berdiri,kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya “mengganjal “atau menyambut kebocoran untuk sementara.
     Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. (buku asuhan patologi kebidanan, sujiyatini, 2009, hal:14)
5.     Penatalaksanaan
a.  Pencegahan
1)  Obati infeksi gonokokus, klamidi, dan vaginosis bacterial
2)  Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung untuk mngurangi atau berhenti.
3)  Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil
4)  Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trisemester akhir bila ada faktor predisposisi.
b.  Panduan mengantisipasi : jelaskan pasien yang memiliki riwayat berikut ini saat prenatal bahwa mereka harus segera melapor bila ketuban peccah.
1)     Kondisi yang menyebabkan ketuban pecah dapat mengakibatkan prolaps tali pusat
a)    Letak kepala selain vertex
b)   Polihdramnion
2)     Herpes aktif
3)     Riwayat infeksi streptokus beta hemolitiukus sebelumnya
c.  Bila ketuban telah pecah
1)   Anjurkan pengkajian secara saksama. Upayakan mengetahui waktu terjadinya pecahnya ketuban
2)   Bila robekan ketuban tampak kasar :
a)    Saat pasien berbaring terlentang , tekan fundus untuk melihat adanya semburan cairan dari vagina.
b)   Basahai kapas asupan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.
c)    Sebagian cairan diusapkan kekertas Nitrazene. Bila positif, pertimbangkan uji diagnostik bila pasien sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual tidak ada perdarahan dan tidak dilakukan pemeriksaan pervagina menggunakan jeli K-Y.
3)   Bila pecah ketuban dan / atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas, lakukan pemeriksaan pekulum steril.
a)    Kaji nilai bishop serviks (lihat Nilai Bishop, tabel 5-2).
b)   Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi.
c)    Dapatkan spesimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning dubawah mikroskop.
4)   Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit herpes Tipe 2, rujuk ke dokter.

d.  Penatalaksanaan konservatif
1)   Kebanyakan persalinan dimulai dalam  24-72 jam setelah ketuban pecah.
2)   Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan kevagina, kecuali spekulum steril ; jangan melakukan pemeriksaan vagina.
3)   Saat menunggu, tetap pantau pasien  dengan ketat.
a)    Ukur suhu tubuh empat kali sehari ; bila suhu meningkatkan secara signifikan, dan / atau mencapai 380 C, berikan macam antibiotik dan pelahiran harus diselesaikankan.
b)   Observasi rabas vagina : bau menyengat menyengat, purulen atau tampak kekuningan menunjukan adanya infeksi.
c)    Catat bila ada nyeri tekan dan iritabilitas uterus serta laporkan perubahan apa pun
e.  Penatalaksaan agresif
1)   Jel prostaglandin atau misoprostol (meskipun tidak disetujui penggunaannya) dapat diberikan setelah konsultasi dengan dokter
2)   Mungkin dibutuhkan rangkaian induksi pitocin bila serviks tidak berespons
3)   Beberapa ahli menunggu 12 jam untuk terjadinya persalinan. Bila tidak ada tanda, mulai pemberian pitocin
4)   Berikan cairan per IV , pantau janin
5)   Peningkatan resiko seksio sesaria bila induksi tidak efektif.
6)   Bila pengambilan keputusan bergantung pada kelayakan serviks untuk di indikasi, kaji nilai bishop (lihat label 5-2) setelah pemeriksaan spekulum. Bila diputuskan untuk menunggu persalinan, tidak ada lagi pemeriksaan yang dilakukan, baik manipulasi dengan tangan maupun spekulum, sampai persalinan dimulai atau induksi dimulai
7)   Periksa hitung darah lengka bila ketuban pecah. Ulangi pemeriksaan pada hari berikutnya sampai pelahiran atau lebih sering bila ada tanda infeksi
8)   Lakukan NST setelah ketuban pecah ; waspada adanya takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi
9)   Mulai induksi setelah konsultasi dengan dokter bila :
a)    Suhu tubuh ibu meningkat signifikan
b)   Terjadi takikardia janin
c)    Lokia tampak keruh
d)   Iritabilitas atau nyeri tekan uterus yang signifikan
e)    Kultur vagina menunjukan strepkus beta hemolitikus
f)     Hitung darah lengkap menunjukan kenaikan sel darah putih
f.   Penatalaksanaan persalinan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah
1)   Pesalinan spontas
a)    Ukur ssuhu tubuh pasien setiap 2 jam, berikan antibiotik bila ada demam
b)   Anjurkan pemantauan janin internal
c)    Beritahu dokter  spesialis obstetri dan spesialis anak atau praktisi perawat neonates
d)   Lakukan kultur sesuai panduan
2)   Indikasi persalinan
a)    Lakukan secara rutin setelah konsultasi dengan dokter
b)   Ukur suhu tubuh setiap 2 jam
c)    Antibiotik : pemberian antibiotik memiliki beragam panduan , banyak yang memberikan 1-2 g ampisilin per IV atau 1-2 g Mefoxin per IV ssetiap 6 jam sebagai profilakis . Beberapa panduan lainnya menyarankan untuk mengukur suhu tubuh ibu dan DJJ  untuk menentuan kapan aantibiotik mungkin diperlukan.(buku obstetric dan ginekologi,2009,geri morgan)

6.     Pemeriksaan penunjang
a.    Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang bkeluar dari vagina perlu di periksa warna konsentrasi,baud an PH nya.Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban mungkin juga urine atu secret vagina,Sekret vagina ibu hamil pH :4,5 dengan kertas nitrazin tidak berubah warna ,tetap kuning .1.a tes lakmus (tes nitrazin),jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).Ph air ketuban 7-7,5 darah dan infeksi vagina dapat menghaslkan tes yang positif palsu .1b. mikroskop (tes pakis ),dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun psikis.
b.   Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit .Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidroamion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya ,namun pada umunya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.(buku asuhan patologi kebidanan, sujiyatini,2009,hal:16-17)

7.     Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.Semua ibu hamil dengan KPD premature sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion).Seklain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada KPD.
      Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD Praterm.Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal terjadi pada KPD praterm.Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD prater mini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
a.    Infeksi intrauterine
b.   Tali pusat menumbung
c.    Prematuritas
d.   Distosia
(buku asuhan patologi kebidanan,sujiyatini,2009,hal:17)

B.    TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
1.   PENGKAJIAN
a.    Identitas ibu
b.   Riwayat penyakit
2.   Riwayat kesehatan sekarang ;ibu dating dengan pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa komplikasi
3.   Riwayat kesehatan dahulu
a.    Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion
b.   Sintesi ,pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual
c.    Infeksi vagiana /serviks oleh kuman sterptokokus
d.   Selaput amnion yang lemah/tipis
e.    Posisi fetus tidak normal
f.     Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks yang pendek
g.    Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
4.   Pemeriksaan fisik
a.     Kepala dan leher
1)   Mata perlu diperiksa dibagian skelra,konjungtiva
2)   Hidung ,ada atau tidaknya pembebngkakan konka nasalis .Ada /tidaknya hipersekresi mukosa
3)   Mulut :gigi karies/tidak ,mukosa mulut kering dan warna mukosa gigi,
4)   Leher berupa pemeriksaan JVP,KGB Dan tiroid

b.     Dada
1)   Troraks
Inspeksi kesimetrisan dada, jenis oernapasan torakaab-dominal, dan tidak ada retraksi dinding dada.Frekuensi pernapasan normal.
Palpasi :payudara tidak ada pembengkakan
Auskultasi:terdengar Bj 1 dan II  di IC kiri/kanan,Bunyi napas normal vesikuler
2)   Abdomen
Inspeksi : ada a/tidak bekas operasi, striae dan linea
Palpasi : TFU kontraksi ada/tidak, Posisi, kandung kemih penuh/tidak
Auskultasi: DJJ ada/tidak.
c.     Genitalia
1)   Inspeksi : kebersihan ada/tidaknya tanda-tanda REEDA(Red, Edema, discharge, approxiamately); pengeluaran air ketuban (jumlah, warna, bau 0dan lender merah mda kecoklatan.
2)   Palpas : pembukaan serviks(0-4)
3)   Ekstrimitas :edema ,varises ad/tidak.
5.   Pemeriksaan diagnostic
a.    Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia,infeksi
b.   Golongan darah dan faktor Rh
c.    Rasio lestin terhadap spingomielin (rasio US):menentukan maturitas janin
d.   Tes ferning dan kertas nitrazine:memastikan pecah ketuban
e.    Ultrasonografi ;menentukan usia gestasi ,ukuran janin ,gerakan jantung janinmdan lokasi plasenta.
f.     Pelvimetri ;identifikasi posisi janin

C.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.   Risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur infasif,pemeriksaan vagina berulang dan rupture membrane amniotic
2.   Kerusakan perutakaran gas pada janin nyang berhubungan dengan adanya penyakit
3.   Risiko tinggi cedera pada janin yang berhubungan dengan melahirkan bayi premature /tidak matur
4.   Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi,abcaman pada diri sendiri/janin
5.   Risiko tinggi penyebaran infeksi /sepsis yang berhubungan dengan adanya infeksi ,prosedur infasif ,dan peningkatan pemahaman lingkungan.
6.   Resiko tinggi keracunan karena toksik yang berhubungan dengan dosis/efek samping tokolitik
7.   Risiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan intervensi pembedahan, penngunaan obat tokolitik
8.   Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan hipersensitivitas
9.   Risiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan masukan cairan

D.    INTERVENSI KEPERAWATAN
1.   Diagnosis 1 : Ansietas yang berhubungan dengaan krisis situasi, ancaman konsep diri, ancaman yang dirasakan/actual dari kesejahteraan maternal, dan janin transmisi interpersonal.
Tujuan : Ansietas pada iibu dapat teratasi
Kriteria hasil :
a.    Mengungkapkan rasa takut pada keselamatan ibu dan janin
b.   Mendiskusikan perasaan tentang kelahiran caesarea
c.    Pasien tampak benar – benar rileks
d.   Menggunakan sumber / system pendukung dengan efektif
Intervensi :
a.    Kaji respon psikologi pada kejadian dan ketersediaan system pendukung
Rasional : makin ibu merasakan ancaman, makin besar tingkat ansietas.
b.   Pastikan apakah prosedur direncanakan atau tidak direncanakan.
Rasional : pada kelahiran caesarea yang tidak direncanakan, ibu dan pasangan biasanya tidak mempunyai waktu untuk persiapan psikologi dan fisiologi.
c.    Tetap bersama ibu, dan tetap bicara perlahan, tunjukan empati.
Rasional : membantu transmisi ansietas interpersonal dan mendemonstrakan perhatian terhadap ibu.
d.   Beri penguatan aspek positif dari ibu dan janin
Rasional : memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan akhir dan membantu membawa ancaman yang dirasakan/ actual kedalam prespektif.
e.    Anjurkan ibu dan pasangannya mengungkapkan atau mengekspresikan perasaan
Rasional : membantu membatasi perasaan dan memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaaan ambivalen atau berduka. Ibu dapat merasakan ancaman emosional pada harga diri nya karena perasaannya bahwa ia telah gagal, wanita yang lemah.
f.     Dukung atau arahkan kembali mekanime koping yang diekspresikan
Rasional : mendukung mekanisme kopin dasar dan otomatis meningkatkan kepercayaan diri serta penerimaan dan menurunkan ansietas.
g.    Berikan masa privasi terhadap rangsangan lingkungan seperti jumlah orang yang ada sesuai kenginan ibu.
Rasional : memungkinkan kesempatan bagi ibu untuk memperoleh informasi, menyusun sumber – sumber, dan mengatasi cemas dengan efektif.




2.   Diagnosis 2 : Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan prosedur invasif pecah ketuban, kerusakan kulit dan penurunan Hb.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
a)  Klien bebas infeksiPencapaian tepat waktu dalam pemulihan luka tanpa komplikasi

Intervensi :
a)  Tinjau ulang kondisi factor resiko yang ada sebelumnya.
Rasional : kondisi dasar ibu : seperti DM dan hemoragi menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Adanya proses infeksi dapat meningkat resiko kontaminasi janin.
b)  Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi ( misalnya peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih atau bau / warna secret vagina.
Rasional : pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat mengakibatkan korioamonitis sebelum mengintervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
c)  Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban telah pecah.
Rasional : membantu mengurangi resiko infeksi asenden.
KOLABORASI
d)  Lakukan persiapan kulit praoperatif, scrub sesuai protocol.
Rasional : menurunkan kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi pasca-operatif
e)  Dapatkan kultur darah vagina dan plasenta sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi organisme yang meninfeksi dan tingkat keterlibatan.
f)   Catat Hb dan Ht catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahaan.
Rasional : resiko infeksi pasca melahirkan serta penyembuhan lebih lama bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
g)  Berikan antibiotic spectrum luas parental pada pra-operasi
Rasional : Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah terjadinya proses infeksi sebagai pengobatan pada infeksi sebagai pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi.

 
LP GAWAT JANIN

A. Pengertian
Fetal Distres (Gawat Janin) adalah kondisi hipoksia yang bila tidak dilakukan penyelamatan akan berakibat buruk.Hipoksia adalah keada jaringan yang kurang oksigen,sedangkan hipoksemia adalah kadar oksigen dalam darah yang kurang (Ilmu Kesehatan Anak.Nelson.Vol 1. Edikator Rischard E.Berham, Robert M.Kliegman Ann M.Arvin, edikator edisi B.Indonesia :A.Samik Wahab.Ed:15 jakarta: EGC,1999)
Fetal Distres adalah keadaan ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen dan nutrisi janin sehingga menimbulkan perubahan metabolisme janin menuju metabolisme anaerob menyebabkan hasil akhir metabolismenya terakhir bukan karbondioksida (Pengantar Kuliah Obstetri. Prof.dr.I.B.G. Manuaba, Sp.OG (K),dr.I.A. Chandranita Manuaba, Sp.OG,dr.I.B.G.Fajar Manuaba, Sp.OG. jakarta:EGC,2007)   

B. Etiologi
Penyebab dari Fetal Distress yaitu:
1.  Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat)
1)  Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin.
2)  Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi vena kava, posisi terlentang.
3)  Solusio plasenta.
4)  Plasenta previa dengan pendarahan.
5)   
2.  Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu lama)
1)   Penyakit hipertensi
2)   Diabetes melitus
3)   Postmaturitas atau imaturitas
3.  Kompresi (penekanan) tali pusat
C. Patofisiologi
Faktor yang mengakibatkan fetal distres terdapat tiga hal, yaitu :
1.  faktor ibu yang mengandung
a.    Anemi / kekurangan darah otomatis hb darah akan turun juga, sehingga oksigenpun berkurang.
b.   Hipertensi merupakan suatu pertanda adanya sumbatan pada vaskuler shingga tubuh mengompensasi yaitu dengan berkontaksinya vaskuler sehingga menimbulkan hipertensi. Dan sumbatan inilah yang dapat mengurangi aliran pada vaskuler, dalam hal ini adalah pada plasenta, sehingga janin tidak dapat memenuhi kebutuhan yang cukup akan nurisi dan oksigen.
c.    Dibetes militus (DM pada dasarnya gula dapat menjadikan suatu aliran darah menjadi mengental(viskositas). Maka dari itu akan dapat menimbualkan sebuah gangguan pada laju/aliran darah, terutama pada plasenta.
2.  Faktor uteroplasental
a.    Kelainan tali pusat
bentuk plasenta yang yang normal ialah ceper dan bulat. diameternya antara 15-20 cm dan tebal 1,5-3 cm. panjang tali pusat adalah sektar 55 cm.
1)   Tali pusat pendek
Kadang tali pusat sedemikian pendeknya sehingga perut anak berhubungan dengan plasenta,dalam hal ini selalu disertai  umbelikalis.
     Tali psat harus lebih panjang dari 20-30m untuk memungkinkan kelahiran anak ,bergantung  pada apakah plasenta terletak dibawah atau diatas.
      Tali psat yang terlalu pendek dapat menimbulkan  herniaumbilikalis, solusio plasenta, persalinan tak maju dalam  pengeluaran dan karena tali pusat tertarik mungkin bunyi jantung menjadi buruk dan inversio uteri.
2)   Tali pusat terlalu panjang
Memudahkan terjadinya lilitan tali pusat, lilitan tali pusat
Biasanya terdapat pada leher anak. Lilitn tali pusat menyebabkan tali pusat menjadi relatif pendek dan mungkin juga menyebabkan  letak defleksi. setelah kepala anak lahir, lilitan perlu di bebaskan melalui kepala atau di gunting antara 2 kocher. (obstetri patofisiologi, prof.Dr.D jamhoer martaadisoebrata, Dkk. 2004  Jakarta; EGC)
b.   Trauma
Sperti benturan yang dapat menimbulkan edema pada plasenta sehingga menyebabkan pada pelepasan sebagian atau semuanya.
3.  Faktor pada janin
a.    Kompresi tali pusat sehingga menghambat aliran darah dari ibu kejanin bisa karena puntiran tali pusat yang menghambat ataupun karena prolaps tali pusat
b.   Penurunan kemampuan janin membawa oksigen di karenakan hb yang turun atau dari plasenta yang tidak berfungsi secara normal

D. Klasifikasi
Jenis Fetal Distress yaitu :
1.  Gawat janin yang terjadi secara ilmiah
2.  Gawat janin iatrogenic
Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik atau kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang dilakukan telah mengungkapkan patofisiologi gawat janin iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin

E. Manifestasi Klinik
Penyebab tanda-tanda gawat janin (Menurut Tuckor Martin 1997 Pemantauan janin)
1.  Hipoksia awal pada janin
Janin melakukan kompensasi untuk mengurangi aliran darah dengan meningkatkan  stimulasi simpatik atau melepaskan epinefrin dari medulla adrenal atau keduanya.


2.  Demam pada maternal
Mempercepat metabolisme dari miokardium janin, meningkatkan aktivitas kardia akselerasi simpatik sampai 2 jam sebelum ibu demam.
a.    Hipertensi pada ibu
b.   Saturasi oksigen;oksigen ibu berkurang:penyakit jantung
c.    Kelainan pasukan plasenta:solution plasenta,lilitan tali pusat

F.  Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul jika janin mengalami gawat janin yaitu:
1.  Asfiksia
2.  Menyebabkan kematian janin jika tidak segera ditangani dengan baik.

G. Penatalaksnaan Medis
Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, lakukan hal-hal sebagai berikut:
1.  Tergantung faktor penyebab: perubahan posisi lataran dan pemberian O2 8-12 l/menit membantu mengurangi demam pada maternal dengan hidrasi anti piretik dan tindakan pendinginan.
2.  Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang sesuai dengan kondisi ibu:
3.  a. Istirahat baring
b. Banyak minum
c. Kompres untuk menurunkan suhu tubuh ibu
4.  Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin:
a.    Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap, pikirkan   kemungkinan solusio plasma.
b.   Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau tajam) berikan anti biotik untuk amnionitis.
c.    Jika tali pusat terletak di bawah janin atau dalam vagina lakukan penanganan prolaps tali pusat.
5.  a.Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion, rencanakan persalinan).

H. Penantalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis
Promotion
Memberikan pindidikan kepada  msyarakat, terutama dalam hal ini adalah para ibu hamil tentang fetal distress, bagaimana mencegah terhadap suatu hal yang dapat membahayakan kondisi kesehatan ibu dan anak. Terutama
Pemantauan dasar fisiologi pada: (pemantauan dan pengkajian janin susan  martin tucker edisi 4)
1.  Kemampuan plasenta untuk berdifusi
Kemampuan plasenta untuk berdifusi mengatur laju pengiriman oksigen dan laju aliran darah.Oksigen berdifusi dari darah ibu, yang memiliki tekanan persial lebih tinggi, ke darh janin yang memiliki tekanan persial lebih rendah. Laju aliran darah ibu dan janin
2.  Area permukaan plasenta
Semakin banyak pembulu fdarah plasenta semakin besar jumlah zat yang dapat disalurkan  antara ibu dan janin.
3.  Latihan fisik
Takik kardi yang terjadi setelah latihan fisik ibu dianggap sebagai akibat dari periode transisi dari oksigen janin yang berkurang.Meskipun latihan fisik ibu mengalirkan darah keotot yang jauh dari uterus, tetapi tidak ada bukti bahwa latihan itu berbahaya apabila fungsi uteroplasenta masih normal.
4.  Kontraksi uterus
Kontraksi uterus mengakibatkan penurunan laju perfusi darah ibu melalui ruang antarvili. Kontraksi ini dapat terjadi akibat ketegangan  atau stres yang berkepanjangan.  Untuk mencegah stress ini. Uterus sangat perlu rileks secara adekuat agar berdilatasi.


5.  Hipertonus  uterus
Hipertonus uterus-tekanan intrateurus tinggi yang berlebihan dapat menyebabkan janin mengalami stress.
6.  Hipertensi
Mengakibatkan peningkatan ketahanan vaskular, yang mengakibatkan penurunan aliran darah uterus

I.   Menejemen Diit
Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh(minyak goreng,santan,jeroham),makanan yang terlalu manis serta mengkonsumsi banyak sayuran dan buah

J.  Pemeriksaan Penunjang
1.  USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placnta tapi apakah placenta melapisi cervik tidak biasa diungkapkan
2.  Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-bagian tubuh dari janin.
3.  Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laborat yaitu ada hemoglobin dan hematokrit menurun.Faktor pembekuan pada umumnya di dalam batas normal.
4.  Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure).Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara cesar.
5.  Isotop Scanning
Atau lokasi penempatan placenta. Yaitu untuk mengetahu letak atau posisi  plasenta.

A. Pengkajian
1.  Identitas : nama, umur, pekerjaan, nama suami, alamat, golongan darah ibu dan bapak.
2.  Riwayat kesehatan.
a.    Keluhan utama
b.   Teeratur tidaknya haid dansiklusnya, lamanya haid, banyaknya darah haid, sifat darahnya, dan nyeri tidak pada sewaktu haid.
c.    Perkawinan/seksualitas
d.   Kehamilan, persalinan yang lalu
e.    Kehamilan sekarang
f.     Kesehatan keluarga
g.    Riwayat kesehatan dahulu
h.   Prenatal : kesehatan ibu, pengobatan penggunaan alkohol, atau obat-obat terlarang, pendarahan vagina, penambahan berat badan, dan lamanya kehamilan.
i.     Intranatal : sifat persalinan dan kelahiran

B. Diagnosa Keperawatan
1.   Infeksi karena bakteri pada janin b. d malpersentasi, pencetus kelahiran
Tujuan : Berpartisipasi dalam intervensi untuk memperbaiki pola persalinan dan menurunkan faktor resiko yang teridentifikasi.
Kriteria hasil : menunjukkan denyut jantung janin ( DJJ ) batas normal
2.   Kerusakan pertukaran gas pada janin b. d kompresi mekanis tali pusat, penurunan perfusi plasenta.
Tujuan :
a.    Mempertahankan kontrol pernafasan
b.   Menggunakan posisi yang meningkatkan aliran balik vena/ sirkulasi plasenta.
Kriteria hasil : Bebas dari variabel atau deselerasi lanjut dengan DJJ
3.   Hipoksia b.d disfungsi plasenta, gangguan pertukaran gas dan nutrisi ditandai dengan embolus (sumbatan).
Tujuan : melancarkan aliran darah terutama pada janin.
Kriteria hasil  : Tekanan darah normal, pernapasan adekut.
4.   Rasa nyeri b.d robeknya serviks ditandai dengan trauma
Tujuan :
a.    Mengatasi/mengurangi rasa nyeri
b.   Usahakan agar kehamilan dapat berlangsung dengan beristirahat dan pemberianprogesteron.
























LAPORAN PENDAHULUAN
ABORTUS INCOMPLET

A.    DEFINISI
       Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin mampu hidup diluar kandungan (Nugroho,2010).
      Abortus inkomplit adalah dimana sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dimana perdarahannya masih terjadi dan jumlahnya bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus (Sujiyatini dkk,2009)
      Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagaian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis servikal yang tertinggal pada desidua atau plasenta ( Ai Yeyeh, 2010).

B.    ETIOLOGI
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut:
1.   Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin dan cacat bawahan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena :
a.    Faktor kromosom, gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks.
b.   Faktor lingkungan endometrium
1)   Endometrium  yang  belum  siap  untuk  menerima  implantasi hasil konsepsi.
2)   Gizi ibu kurang karena anemia atau jarak kehamilan terlalu pendek.
c.    Pengaruh luar
1)   Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi
2)   Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
2.   Kelainan Pada Plasenta
a.    Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi.
b.   Gangguan pada pembuluh darah plasenta yang diantaranya pada penderita diabetes mellitus
c.    Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga menimbulkan keguguran.
3.   Penyakit Ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis, anemia dan penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetesmilitus.
4.   Kelainan yang terdapat dalam rahim. Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas  operasi  pada serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan serviks postpartum (Manuaba, 2010).

C.    PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti nerloisi jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.Sehingga menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsepsi dapat keluar seluruhnya.Apabila kehamilan 8-14 minggu villi khoriasli sudah menembus terlalu dalam hingga plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan dari pada plasenta.
Apabila mudigah yang mati tidak  dikeluarkan dalam  waktu singkat, maka dia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amion menjadi kurang oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng. Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa cairan dan seluruh janin bewarna kemerah-merahan (Ai Yeyeh, 2010).

D.    TANDA DAN GEJALA
1.   Abortus inkomplit ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus, sehingga sisanya memberikan gejala klinis sebagai berikut:
a.    Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
b.   Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
c.    Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
d.   Terjadi infeksi dengan ditandai suhu tinggi
e.    Dapat terjadi degenerasi ganas/koriokarsinoma (Manuaba, 2010).
2.   Gejala lain dari abortus incomplit antara lain:
a.    Perdarahan biasa sedikit/banyak dan biasa terdapat bekuan darah .
b.   Rasa mules (kontraksi) tambah hebat.
c.    perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
d.   Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka.
e.    Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam cavum uteri atau  kadang-kadang sudah  menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan keluar.
f.     Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat menyebabkan syok (Maryunani, 2009).

E.    PENATALAKSAAN MEDIS
1.   Pemeriksaan umum:
a.    Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda vital.
b.   Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik kurang 90 mmHg, nadi lebih 112 kali per menit).
c.    Jika dicurigai terjadi syok, segera  lakukan  penanganan syok. Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.Jika terjadi syok, sangat penting untuk memulai penanganan syok dengan segera.
d.   Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkaan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu.
e.    Pasang infus dengan jarum infus besar (16 G atau lebih), berikan larutan garam fisiologik atau ringer laktat dengan tetesan cepat 500 cc dalam 2 jam pertama (Syaifuddin, 2006).
2.   Penanganan Abortus Inkomplit
a.    Menentukan besar uterus, kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok dan sepsis)
b.   Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan < 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan:
1)   Aspirasi Vacum Manual merupakan metode evakuasi yang terpilih.Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika AVM tidak tersedia. 
2)   Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrium 0,2 mg im (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).
3.   Jika kehamilan > 16 mingguan
a.    Berikan infus  oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologis arau RL ) dengan  kecepatan 40 tetes / menit  sampai terjadi ekspulsi konsepsi. 
b.   Jika perlu berikan misoprostol 200 mg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi(maksimal 80 mg)
c.    Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus
4.   Bila tidak ada tanda-tanda infeksi beri antibiotika profilaksis (sulbenisillin 2 gram/IM atau sefuroksim 1 gram oral).
5.   Bila terjadi infeksi beri ampicillin 1 gram dan Metrodidazol 500mg setiap 8 jam.
6.   Bila pasien tampak anemik, berikan sulfasferosus 600 mg/hari selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfusi darah (anemia berat).
7.   Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan (Syaifuddin, 2006).

F.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.    Darah
Kadar Hb, dimana Hb normal pada ibu hamil adalah ≥ 11 gr% (TM I dan TM III 11 gr % dan TM II 10,5 gr %).
1.   Hb ≥ 11 gr% : tidak anemia
2.   Hb 9-10 gr% : anemia ringan
3.   Hb 7-8 gr% : anemia sedang
4.   Hb ≤ 7 gr% : anemia berat
b.   Urine
Untuk memeriksa protein urine dan glukosa urine.untuk klien dengan kehamilan dan persalinan normal protein dan glukosa urine negatif.
c.    USG
Untuk memeriksa apakah kantong gestasi masih utuh dan cairan amnion masih ada.

G.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.   Pengkajian Keperawatan
a.    Identitas Klien
b.   Keluhan Utama: Sakit perut, perdarahan, nyeri pada luka jahitan, takut bergerak.
c.    Riwayat Kesehatan, terdiri dari:
1)   Kesehatan sekarang
2)   Kesehatan masa lalu
d.   Riwayat Pembedahan
e.    Riwayat penyakit yang pernah dialami
f.     Riwayat kesehatan keluarga
g.    Riwayat kesehatan reproduksi: Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
h.   Riwayat Kehamilan, persalinan, dan nifas: Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
i.     Riwayat seksual: Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
j.     Riwayat pemakaian obat: Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
k.   Pola aktivitas sehari-hari: Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
2.   Pemeriksaan Fisik
a.    Inspeksi
Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fisik, dan seterusnya.

b.   Palpasi
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
1)   Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
2)   Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
c.    Perkusi
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
d.   Auskultasi
Mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.(Johnson & Taylor, 2005 : 39).
3.   Pemeriksaan psikososial
a.    Respon dan persepsi keluarga
b.   Status psikologis ayah, respon keluarga terhadap bayi
4.   Diagnosa Keperawatan
a.    Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus
b.   Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan aktif
c.    Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya pendarahan dan proses kuretase
d.   Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan (kurang informasi/tidak mengenalnya sumber-sumber informasi) tentang prosedur kuretase.
e.    Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

PRE EKLAMPSIA BERAT
(PEB)

A.    Pengertian
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam Muctar, 1998 ).

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Ilmu Kebidanan : 2005).

Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini :
1.  Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.
2.  Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif;
3.  Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4.  Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5.  Edema paru dan sianosis.
(Ilmu Kebidanan : 2005)
B.    Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.Banyak teori – teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya.Oleh karena itu disebut “penyakit teori” namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Tetapi terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu :
a.    Spasmus arteriola
b.   Retensi Na dan air
c.    Koagulasi intravaskuler
Walaupun vasospasme mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi vasospasme ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai eklampsia (Obstetri Patologi : 1984)
Teori yang dewasa ini banyak dikemukakan sebagai sebab preeklampsia ialah iskemia plasenta.Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit itu.Rupanya tidak hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan sering kali sukar ditemukan mana yang sebab mana yang akibat (Ilmu Kebidanan : 2005).

C.    Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus.Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Sinopsis Obstetri, Jilid I, Halaman 199).

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia (Cunniangham,2003).

Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.  Penumpukan trombus dan perdarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit syaraf lokal dan kejang.Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria.Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael,2005).
Perubahan pada organ :
1.  Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid intravena, dan aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam ekstravaskuler terutama paru (Cunningham,2003).
2.  Metablisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui penyebabnya .jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklamsia dan eklampsia dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan.Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak mununjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo,2005).
3.  Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukkan pada preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina (Rustam,1998).
4.  Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,2005).
5.  Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin.Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjad partus prematur.


6.  Paru2
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis.Bisa juga karena aspirasi pnemonia atau abses paru (Rustam, 1998).

D.    Manifestasi Klinis
Diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala, yaitu :
1.   Edema
2.   Hipertensi
3.   Proteinuria
Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali.Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan muka.Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit.Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia. Proteiuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala :
1.  Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
2.  Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
3.  Oliguria (<400 ml dalam 24 jam). - Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan. - Nyeri epigastrum dan ikterus. - Trombositopenia. - Pertumbuhan janin terhambat. - Mual muntah - Nyeri epigastrium - Pusing - Penurunan visus (Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3)


E.    Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita hamil.Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.

F.     Penatalaksanaan
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi:
a.     Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medisinal.
1.   Perawatan aktif
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST dan USG). Indikasi :
a.    Ibu
1)   Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
2)   Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan)
b.   Janin
1)   Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG)
2)   Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
c.    Laboratorium
Adanya “HELLP Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia)
2.   Pengobatan mediastinal
Pengobatan mediastinal pasien preeklampsia berat adalah :
a.    Segera masuk rumah sakit.
b.   Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap 30 menit, refleks patella setiap jam.
c.    Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc.
d.   Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
e.    Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4).
1)   Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4) IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di pantat kiri dan 4 gr di pantat kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
2)   Dosis ulang : diberikan 4 gr IM 40% setelah 6 jam pemberian dosis awal lalu dosis ulang diberikan 4 gram IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
3)   Syarat-syarat pemberian MgSO4
a)   Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit.
b)   Refleks patella positif kuat.
c)   Frekuensi pernapasan lebih 16 x/menit.
d)   Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam) 4. MgSO4 dihentikan bila :
e)   Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq/liter dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan dan > 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
f)    Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4 :
1)   Hentikan pemberian MgSO4
2)   Berikan calcium gluconase 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit
3)   Berikan oksigen
4)   Lakukan pernapasan buatan
g)   MgSO4 dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sedah terjadi perbaikan (normotensi).
f.     Deuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg IM.
g.    Anti hipertensi diberikan bila :
1)   Desakan darah sistolik > 180 mmHg, diastolik > 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolik <105 mmHg (bukan < 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
2)   Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
3)   Bila diperlukan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang dapat dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
4)   Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (syakib bakri,1997)
b.     Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medisinal.
1.   Indikasi : bila kehamilan paterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2.   Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV, cukup intramuskular saja dimana gram pada pantat kiri dan 4 gram pada pantat kanan.
3.   Pengobatan obstetri :
a.    Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
b.   MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
c.    Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi.
d.   Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dulu MgSO4 20% 2 gr IV.
4.   Penderita dipulangkan bila :
a.    Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda preeklampsia ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
b.   Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).


G.    Komplikasi
1.      Stroke
2.      Hipoxia janin
3.      Gagal ginjal
4.      Kebutaan
5.      Gagal jangtung
6.      Kejang
7.      Hipertensi permanen
8.      Distress fetal
9.      Infark plasenta
10. Abruptio plasenta
11. Kematian janin

H.    Pemeriksaan Penunjang Preeklampsia
1.     Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi urin.
2.     Pemeriksaan darah, khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk menilai kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin.
3.     Pemeriksaan retina, untuk mendeteksi perubahan pada pembuluh darah retina.
4.     Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam plasma serta urin untuk menilai faal unit fetoplasenta (Helen Farier : 1999)
5.     Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan kardiomegali.



I.      Diagnosa Keperawatan
1.   Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
2.   Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP
3.   Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik
4.   Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
5.   Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na
6.   Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina

J.     Rencana Tindakan Keperawatan
1.   Pola nafas inefektif b.d peningkatan kebutuhan O2
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit pola nafas kembali normal
Kriteria hasil : bebas dari sianosis, pala nafas normal RR : 24 x/mnt
Intervensi :
a.    Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
Rasional : untuk mengetahui pola nafas pasien
b.   Auskultasi bunyi nafas
Rasional : mengetahui ada tidaknya nafas tambahan
c.    Atur posisi pasien semi fowler
Rasional : merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
d.   Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
2.   Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan COP
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 60 menit diharapkan kebutuhan O2 terpenuhi.
Kriteria hasil : CRT < 2 detik, tidak terjadi sianosis
Interensi :
a.    Catat frekuensi dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot bantu.
Rasional : untuk mengetahui kelemahan otot pernapasan.

b.   Awasi tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui tingkat kegawatan klien.
c.    Pantau BGA
Rasional : asidosis yang terjadi dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel.
d.   Kolaborasi pemberian IV larutan elektrolit
Rasional : meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler.
3.   Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai O2, kelemahan fisik
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas pasien dapat terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / di perlukan
Intervensi :
a.    Periksa TTV sebelum dan sesudah aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat kelemahan
b.   Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energy
Rasional : membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
c.    Berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional : Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
4.   Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan vaskuler otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri berkurang /menghilang
Kriteria hasil : wajah tidak menyeringai, tidak pusing
Intervensi :
a.    Kaji skala nyeri
Rasional : mengetahui intensitas nyeri
b.   Pertahankan tirah baring
Rasional : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi
c.    Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya, mengejan, batuk panjang
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menambah beratkan penyakit
d.   Ajarkan taknik relaksasi dan distraksi
Rasional : membantu menghilangkan rasa nyeri
e.    Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi misalnya lorazepam, diazepam
Rasional : menurunkan nyeri dan menurunkan rengsang system saraf simpatis.
5.   Kelebihan volume cairan b.d peningkatan reabsorpsi Na
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam BB stabil
Kriteria hasil : - Tidak ada destensi vena perifer dan edema
Paru bersih dan BB stabil
Intervensi :
a.    Obervasi input dan output
Rasional : Mengetahui pengeluaran dan pemasukan cairan
b.   Jelaskan tujuan pembatasan cairan / Na pada pasien
Rasional : Na dapat mengikat air sehingga meningkatkan volume cairan bertambah
c.    Kolaborasi pemberian deuretik , contoh : furosemid (lazix),asam etakrinik (edecrin) sesuai dengan indikasi.
Rasional : Menghambat reabsorpsi natrium dan menurunkan kelebihan cairan
d.   Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : diet pembatasan Na sesuai indikasi
6.   Resiko injuri b.d peningkatan tekanan vaskuler retina
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien tidak mengalami trauma
Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami cidera
Intervensi :
a.    Hindarkan pasien dari benda-benda yang berbahaya bagi pasien
Rasional : Mencegah terjadinya injuri
b.   Pertahankan tirah baring
Rasional : Meminimalkan pergerakan pasien
c.    Pertahankan BEL di samping tempat tidur dan pagar tempat tidur tinggi
Rasional : Mencegah terjadinya injuri
d.   Batasi aktivitas pasien
Rasional : Meminimalkan aktivitas yang dapat menimbulkan trauma pada pasien.


























PLASENTA PREVIA

 

A.    Latar Belakang

Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikatorpenilaian status kesehatan. Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan diseluruh dunia lebih dari 585.000 ibu meninggal setiap tahun saat hamil atau bersalin, artinya setiap menit ada satu perempuan yang meninggal. Di indonesia menurut survey demografi kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2009, angka kematian ibu (AKI) 390 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di sumatera barat 228 per 100.000 kelahiran hidup.

 

Menurut kementrian kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kesehatan ibu melahirkan adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, infeksi 11%. Padasebuah laporan oleh chikaki, dkk disebutkan perdarahan obstetrik yang sampai menyebabkan kematian maternal terdiri atas solusio plasenta 19%, koagulopati 14%, robekan jalan lahir termasuk ruptur uteri 16%, plasenta previa 7% dan plasenta akreta atau inkreta dan perkreta 6% dan atonia uteri. (Prawirohardjo, Sarwono. 2009)

 

Kasus perdarahan sebagai penyebab utama kematian ibu dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Salah satu penyebab perdarahan tersebut adalah plasenta previa yaitu plasenta yang berimplementasi pada segmen bawah rahim (SBR) sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI). Pada beberaparumah sakit umum pemerintah angka kejadian plasenta previa berkisar 1,7% sampai 2,9%, sedangkan di negara maju kejadiannya lebih rendah yaitu <1%. (Prawirohardjo, Sarwono. 2008).

 

Penyebab terjadinya plasenta previa secara pasti sulit ditentukan namun ada beberapa faktor yang meningkatkan terjadinya plasenta previa seperti jarak kehamilan, paritas tinggi dan usia diatas 35 tahun (Prawirohardjo, Sarwono. 2008). Menurut hasul penelitian wardana (2007), plasenta terjadi 1,3 lebih sering pada ibu yang sudah beberapa kali melahirkan (multipara) dari pada ibu yang baru pertama kali melahirkan (primipara). Semakin tua umur ibu maka kemungkinan untuk mendapatkan plasenta previa lebih besar. Pada ibu yang melahirkan dalam usia >40 tahun berisiko 2,6 kali untuk terjadinya plasenta previa.
(Santoso. 2006). Plasenta previa juga sering terjadi pada kehamilan ganda dari pada kehamilan tunggal. Uterus yang cacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Ibu yang mempunyai riwayat secsio  sesaria minimal satu kali mempunyai resiko 2,6 kali untuk menjadi plasenta previa pada kehamilan selanjutnya. (Santoso, 2008)

 

B.    Tinjauan Penulisan

1.   Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memberikan dan melaksanakan asuhan kebidanan pada persalinan patologis dengan plasenta previa melalui pendekatan pola pikir manajemen asuhan kebidanan secara komprehensif dan mendokumentasikannya dalam bentuk soap.

2.   Tujuan Khusus

a.    Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif  pada persalinan dengan plasenta previa.
b.   Masiswa mampu menegakkan diagnosa, masalah, sertamenentukan kebutuhan pasien berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan
c.    Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial yang mungkin akan terjadi
d.   Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera
e.    Mahasiswa mampu merencanakan asuhan sesuai dengan diagnosa, masalah dan kebutuhan klien
f.     Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan yang telah direncanakan baik secara mandiri, kolaborasi, rujuakan
g.    Mahasiswa mampu menevaluasi hasil asuhan yang telah dilakukan
h.   Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan yang dilakukan dalam bentuk soap

C.    Manfaan Penulisan

1.   Bagi Penulis

Dapat meningkatkan pengetahuan atau keterampilan dan dapat mengaplikasikan ilmu dalam penerapan manajemen asuhan kebidanan dengan pendikumentasian soap untu asuhan persalinan dengan plasenta previa.

2.   Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan bagi institusi, khususnya di STIkes Mercubaktijaya Padang dalam meningkatkan wawasan mahasiswa mengenai asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan plasenta previa.

 

D.    Ruang Lingkup

Tuang lingkup studi kasus ini adalah mengetahui asuhan kebidanan pada “Ny. T” G2P1A0H0 dengan plasenta previa di RSUD tahun 2013.











TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Plasenta Previa
1.  Pengrtian Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal yaitu pada segmen bawah rahim (SBR) sehingga menutupi sebagian atau seluruh permukaan jalan lahir (Ostium uteri Internum) dan oleh karenanya bagianterendah sering kali terkendala memasuki pintu atas panggu (PAP) atau menimbulkan kelainan janin dalam lahir. Pada keadaan normal plasenta umumnya terletak di corpus uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus uteri. (Prawirohardjo, 2008)

Sejalan dengan bertambah besarnya segmen bawah rahim (SBR) ke arah proksimalme mungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim (SBR) ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim (SBR) seolah plasenta tersebut berimigrasi. Ostium Uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala Ibisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. (Prawirohardjo, 2009)
2.  Klasifikasi Plasenta Previa
Belum ada kata sepakat diantara para ahli, terutama mengenai beberapa pembukaan jalan lahir. Oleh karena pembagian tidak didasarkan pada keadaan anatomi,melainkan pada keadaan fisiologi yang dapat berubah-ubah, maka klasifikasi akan berubah setiap waktu. Misalnya pada pembukaan yang masih kecil, seluruh permukaan ditutupi oleh jaringan plasenta (plasenta previa totalis), namun pada pembukaan yang lebih besar, keadaan ini akan menjadi plasenta previa lateralis.
Menurut Patrick (2009), plasenta previa dibagi menjadi beberapa jenis :


a.    Plasenta previa totalis
Plasenta previa totalis yaitu ostium uteri internum tertutup seluruhnya oleh plasenta.
b.   Plasenta previa parsialis
Plasenta previa parsialis yaitu ostium uteru internum tertutup sebagian oleh plasenta.
c.    Plasenta previa marginalis
Plasenta previa marginalis yaitu pinggir bawah plasenta sampai pada pinggir ostium uteri internum
d.   Plasenta previa letak rendah
Plasenta previa letak rendah yaitu terjadi jika plasenta tertanam di segmen bawah uterus.
Menurut De Snoo, plasenta previa dibagi berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm :
a.    Plasenta previa sentralis (totalis)
Bila pada pembukaan 4-5 cm terapa plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum
b.   Plasenta previa lateralis
Bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta.
Plasenta previa lateralis dibagi menjadi 2, yaitu :
a.    Plasentalateralis posterior
bila sebagian menutupi ostium bagian belakang
b.   Plasenta previa lateralis anterior
bila menutupi ostium bagian depan
c.    Plasenta previa marginalis
bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta (norma, dkk. 2013)
Menurut Brown, klasifikasi plasenta previa dibagi menjadi :
a.    Tingkat I : Lateral Plasenta Previa
pinggir bawah plasenta berinserasi sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.

b.   Tingkat II : Marginal Plasenta Previa
plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)
c.    Tingkat III : complete plasenta previa
plasenta menutupi ostium waktu tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
d.   Tingkat IV : central plasenta previa
plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap. (sofian, 2012)
Dari semua klasifikasi plasenta previa, frekuensi plasenta previa totalis sebesar 20-45%, plasenta previa parsialis 30%, plasenta previa marginalis 25-50%. (Anurugo. 2008)
3.    Etiologi Plasenta Previa
Etiologi plasenta previa belum diketahui secara pasti. Frekuensi plasenta previa meningkat pada grande multipara, primigravida tua, bekas secsio sesarea, bekas aborsi, kelainan janin, dan leioma uteri. Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa ahli penyebab plasenta previa yaitu :
a.    Plasenta previa merupakan implementasi di segmen bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima implanmtasi, endometrium yang tipis sehingga diberpulakan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin dan vili korealis pada chorion leave yang persisten.
b.   Etiologi plasenta previa belum diketahui pasti namun meningkat pada grande multi para, primigravida tua, bekas secsio sesarea, bekas operasi dan leiomioma uteri. (norma, dkk. 2013)
Menurut Sofian (2012), penyebab plasenta previa yaitu :
a.    Endometrium yang inferior
b.   Chorion leave yang persesiten
c.    Korpus luteum yang bereaksi lambat
Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Brown menekankan bahwa faktor terpenting ialah vili korealis persisten pada desidua kapsularis.
4.  Faktor Resiko Plasenta Previa
Menurut Mochtar yang dikutup pada buku Norma (2013), ada beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya :
a.  Usia >35 tahun atau <20 tahun
b.  Paritas
c.  Riwayat pembedahan rahim
d.  Jarak persalinan yang dekat < 2 tahun
e.  Hipoplasia endometrium
f.   Korpus luteum bereaksi lambat
Menurut Sheiner yang dikutip pada buku Norma (2013), faktor resiko lainnya yang berhubungan dengan plasenta previa yaitu:
a.     Terdapat jaringan parut
b.     Riwayat plasenta previa sebelumnya
c.     Tumor-tumor rahim seperti mioma uteri
d.     Kehamilan ganda
e.     Merokok
Menurut Sofian (2012), plasenta previa kadang-kadang terjadi pada ibu dengan malnutrisi.
a.     Usia >35 tahun atau <20 tahun
1)   Usia < 20 tahun
Usia aman untuk melahirkan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Plasenta previa terjadi pada umur muda karena endometrium belum sempurna (manuaba, 2008). Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tunbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum (arnita, 2013)
2)   usia >35 tahun
Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur dapat meningkatkan kejadian plasenta previa (Manuaba, 2008). Hasil penelitian Wardana (2007) menyatakan peningkatan umur ibu merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.
b.     Paritas
Menurut manuaba (2008), paritas adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi variabel (hidup) beberapa kali. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan
Kejadian plasenta previa 3 kali lebih sering pada wanita multipara. Pada multipara plasenta previa disebabkan oleh vaskularisasi yang kurang dan atrofi desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup sehingga menutupi pembukaan jalan lahir. Pada paritas tinggi, kejadian plasenta previa semakin besar karena keadaan endometrium yang kurang subur (Prawirohardjo, 2006)
c.     Riwayat pembedahan rahim
Operasi sesarea yang berulang memungkinkan terjadinya komplikasi. Salah satu komplikasi yang potensial adalah plasenta abnormal, salah satunya yaitu plasenta previa. Resiko melahirkan berkali-kali membuat letak plasenta terlalu dekat dengan leher rahim, sehingga jika leher rahim terbuka dapat menyebabkan keguguran dan perdarahan hebat.
Riwayat persalinan sesarea akan meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa yaitu 3,9% lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka1,9%untuk keseluruhan populasi obstetrik (Cunningham, 2008)
  
5.  Patofisiologi Plasenta Previa
Perdarahan antepartumdiasebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada trimester ketiga karena pada saat itu segmen bawah rahim lebih mengalami perubahan karena berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan.
Menurut manuaba 2008, implementasi plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan :
a.  Endomentriumdi fundus uteri belum siap menerima implantasi
b.  Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi ke janin.
c.  Vili korealis pada korion leave (korion yang gundul yang persisten.
Menurut Davood 2008 sebuah penyebab utama pada perdarahan trimester tiga yaitu plasenta previa yang memiliki tanda khas dengan perdarahan tanpa rasa sakit. perdarahan diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen bawah rahim (SBR) pada trimester tiga. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim (SBR) lebih melebar lagi dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah rahim (SBR), pelebaran segmen bawah rahim (SBR) dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa diikuti tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darahnya bewarna merah segar,berlainan dengan darah yang disebabkanoleh solusio plasenta yang bewarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahannya ialah sinus uteri yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim (SBR) untuk berkontraksi menghentikan perdarahan itu, sebagaimana serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala tiga dengan plasenta yang letanya normal. Makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi.
6.  Diagnosa Plasenta Previa
Untuk menegakkan diagnosa pasti kejadian plasenta previa. Hal-hal yang harus dilakukan menurut ai yeyeh, dkk. 2010 :
a.     Anamnesa
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan >22 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan terutama pada mutigravida. Perdarahan cenderung berulang apada volume yang lebih banyak dari sebelumnya, perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin dalam rahim.
b.     Inspeksi
Dapat dilihat pada perdarahan yang keluar pervaginam, banyak, sedikit atau darah beku (stolsel). Bila terjadi perdarahan banyak maka ibu terlihat pucar atau anemis.
c.     Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal. Bila tekanan darah, nadi dan pernapasan meningkat maka daerah akral menjadi dingin atau tampak anemis.
d.     Pemeriksaan khusus Kebidanan
1)   Palpasi abdomen
Janian belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan, bagian terendah janin masih tinggi karena plasenta berada pada segmen bawah rahim. Bila cukup pengalaman bisa dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim (SBR) terutama pada ibu yang kurus.
2)   Denyut Jantung janin
Denyut jantung janin bervariasi dari normal menjadi asfiksia dan kemudian kematian dalam rahim.


3)   Pemeriksaan Inspekulo
Dengan memakai spekulum secara hati-hati dan dilihat asal perdarahan apak dari segmen bawah rahim atau kelainan serviks, vagina da varises pecah.
4)   Pemeriksaan Penunjang
Sitografi
Mula-mula kandung kemih dikosongkan lalu masukkan 40 cc larutan NaCl 12,5%, kepala janin ditekan ke arah pintu atas panggul (PAP), bila jarak kepala janin dan kandung kemih 1 cm, kemungkinan terdapat plasenta previa.
7.  Komplikasi Plasenta Previa
Ada beberapa komplikasi yang bila terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa menurut manuaba 2008, yaitu :
a.    Komplikasi pada ibu
1)   Dapat terjadi anemi bahkan syok
2)   Dapat terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh
3)   Infeksi pada perdarahan yang banyak
b.   Komplikasi pada janin
1)   Kelainan letak janin
2)   Prematuritas, morbiditas dan mortalitas yang tinggi
3)   Asfiksia intauterine sampai dengan kematian
8.  Penanganan Plasenta Previa
Menurut Prof. DR. Dr. Sarwono Prawirohardjo. SpOG.2009. jakarta :
a.    Perdarahan dalam trimester dua atau trimester tiga harus dirawat di rumah sakit. Pasien diminta baring dan dikalukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan faktor Rh.pada kehamilan 24 minggu sampai 34 minggu diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk perawatan paru janin.
b.   Jika perdarahan terjadi pada trimester dua perlu diwanti-wanti karena perdarahan ulangan biasanya lebih banyak. Jika ada gejala hipovelemik seperti hipotensi, pasien tersebut mungkin mengalami perdarahan yang cukup berat, lenih berat dari pada penampakannya secara klinis. Transfusi darah yang banyak perlu segera diberikan.
c.    Pada kondisi yang terlihat stabil di dalam rawatan di luar rumah sakit, hubungan suami istri dan tumah tangga dihindari kecuali setelah pemeriksaan ultrasonografi ulangan dianjurkan minimal setelah 4 minggu, memperlihatkan ada migrasi plasenta menjauhi ostiun uteri internum (OUI)
d.   Perdarahan dalam trimester tiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahat baring yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam keadaan yang cukup serius untuk merawatnya sampai melahirkan.
e.    Pada pasien dengan riwayat secsio sesaria perlu diteliti dengan ultrasonografi, color doppler atau MRI untuk melihatkemungkinan adanya plasenta akreta, inkreta atau perkreta.
f.     Secsio sesaria juga dilakukan apabilaada perdarahan banyak yang menghawatirkan
Semua pasien dengan perdarahan pervaginam pada trimester tiga dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan yang banyak, harus segera perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau transfusi darah.

Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung pada keadaan umum pasien, kadar Hb, jumlah perdarahan, umur kehamilan, taksiran janin, jenis plasenta previa dan paritas.
9.  Penanganan Plasenta Previa di RSUD
Penanganan pada pasien dengan plasenta previa di lingkungan rumah sakit yaitu :
a.    Penanganan Ekspektatif
Kriteria pada penanganan ekspektatif yaitu :
1)   Usia kehamilan <34 minggu
2)   Belum ada tanda-tanda inpartu
3)   Keadaan umum baik
4)   Perdarahan <200 cc
Rencana penanganan ekspektatif :
1)   Istirahat tirah baring
2)   Pemeriksaan darah lengkap
3)   Pemeriksaan USG
4)   Infuse D5% atau elektrolit
5)   Pemberian spasmolitik, kotolitik, raboransia dan plasentrotofik
6)   Observasi perdarahan, tanda-tanda vital dan denyut jantung janin
7)   Transfusi darah jika diperlukan
b.   Penanganan Aktif
Kriteria untuk penanganan aktif yaitu :
1)   Usia kehamilan >34minggu
2)   Perdarahan >200 cc
3)   Keadaanumum ibu dan janin tidak baik
4)   Rencana penanganan aktif yaitu :
Kolaborasi dengan dojter SpOG untuk dilakukan tindakan secsio sesaria

B. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan
1.  Langkah I : Pengumpulan Data Dasar (pengkajian)
Pengkajian adalah pendekatan seismatis untuk mengumpulkan data dan mengelompokkan data serta menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah dan keadaan klien. Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan semua sumber yang berkaitan dengan klien.
Data-data yang dikumpilkan meliputi:
a.    Data Subjektif
1)   Biodata (istri dan suami)
Yang perlu dikaji yaitu : nama, umur, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan alamat. Maksud pertanyaan ini adalah untuk mengidentifikasi pasien.
Pada klien dengan plasenta previa, pada biodata istri perli diperhatikan usia ibu. Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu >35 tahun. (manuaba, 2008)
2)   Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan alasan utama klien datang ke rumah sakit dan apa saja yang dirasakan klien. Keluhan pada plasenta previa yaitu perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan bewarna merah segar tanpa alasan dan tanpa rasa sakit. (Alam, Dewi.K. 2012)
3)   Riwayat Perkawinan
Pada riwayat perkawinan kemungkinan diketahui status perkawinan, umur waktu kawin, berapa lama kawin baru hamil
4)   Riwayat Menstruasi
Pada riwayat menstruasi yang perlu ditanyakan atau diketahui yaitu menarche (untuk mengetahui usia pertama haid. Usia menarche dipengaruhi oleh keturunan, keadaan gizi, bangsa, lingkungan, iklim dan keadaan umum), siklus (untuk mengetahui klien mempunyai siklus normal atau tidak), lamanya (jika lama haid ≥15 hari berarti abnormal dan kemungkinan adanya gangguan yang mempengaruhinya), banyaknya(untuk mengetahui apakah ada gejala kelainan banyaknya darah haid), nyeri haid (untuk mengetahui apakah klien menderita nyeri setiap haid)
5)   Riwayat Obstetrik yang lalu
no
tanggal lahir
usia kehamilan
jenis persalinan
tempat persalinan
komplikasi
penolong
bayi
nifas
ibu
bayi
pb/bb/jk
keadaan
lochea
laktasi
Pada riwayat obstetri yang lalu perlu dikaji pada kasus plasenta previa yaitu riwayat operasi rahim atau memiliki kelainan rahim, riwayat kehamilan kembar (alam, 2012) dan riwayat plasenta previa sebelumnya
6)   Riwayat kehamilan sekarang
Kemungkinan klien merasa mual, muntah serta perdarahan, kapan pergerakan janin pertama kali dirasakan. Apakah ibu telah melakukan kunjungan antenatal dengan tenaga kesehatan, ibu mendapat imunisasi TT dan belum ada tanda-tanda persalinan.
Pada klien dengan plasenta previa terjadiperdarahan bewarna merah segar pada TM III, perdarahan sedikit dan sesekali mungkin terjadi pada TM I dan TM II.perdarahan biasanya tidak disertasi rasa sakit walaupun kram rahim pada beberapa wanita. Sebagian wanita tidak mengalami perdarahan sama sekali (http://majalahkesehatan.com/plasenta-previa-bila-plasenta-menutupi-jalan-lahir diakses pada tanggal 10 november 2013)
7)   Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang lalu : kemungkinan klien pernah menderita penyakit jantung, hipertensi, DM, dan mengalami operasi dinding rahim.
Pada kasus plasenta previa, salah satu faktor penyebab terjadinya plasenta previa yaitu riwayat pembedahan rahim (cunningham, 2008)
8)   Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan ada anggota keluarga yang menderita penyakit turunan, penyakit menular, riwayat kehamilan kembar atau riwayat kehamilan postterm
Pada klien dengan plasenta previa, salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya plasenta previa yaitu kehamilan kembar

9)   Riwayat kontrasepsi
Untuk mengetahui apakah klien sudah pernah atau belum menggunakan alat kontrasepsi
10)  Riwayat seksualitas
Untuk mengetahui apakah ibu mengalami masalah selama berhubungan atau tidak
Pada kasus plaenta previa, berhubungan seks dapat memicu perdarahan yang dapat membahayakan jiwa ibu dan janinya. Jangankan berhubungan seks, tidak berhubungan pun perdarahan bisa mungkin terjadi. Itulah mengapa jika ada gangguan plasenta previa hubungan seks dilarang dilakukan sampai dokter mengizinkan setelah sebelumnya melakukan pemeriksaan menyeluruh
(http:/female.kompas.com/read/2011/05/20/10330768/ diakses pada tanggal 1 november 2013).
11)  Riwayat sosial, ekonomi dan budaya
Kemungkinan hubungan klien dengan suami, keluarga dan masyarakat baik, kemungkinan ekonomi yang kurang mencukupi, adanya kebudayaan klien yang mempengaruhi kehamilan dan persalinan
12)  Riwayat spiritual
Kemungkinan klien melakukan ibadah agama dan kepercayaan dengan baik
13)  Riwayat psikologi
Kemungkinan adanya tanggapan klien dan keluarga dengan baik terhadap kehamilan dan persalinan. Kemungkinan klien dan suami mengharapkan dan senang dengan kehamilan ini atau kemungkinan klien cemas dan gelisah dengan kehamilannya.
Pada klien dengan plasenta previa, secara psikologis klien mengalami kekhawatiran serta kecemasan tentang kelangsungan bayi di dalam kandungannya saat harus menjalani bedrest (http:bidanku.com/kondisi-psikologi-saat-bed-rest diakses pada tanggal 10 november 2013)
14)  Kebutuhan dasar
Kemingkinan pemenuhan kebutuhan bio-psiko yang meliputi pemenuhan nutrisi, proses eliminasi, aktifitas sehati-hari, istirahat, personal hygien, kebiasaan-kebiasaan yang mempengaruhi saat hamil dan bersalin
b.   Data Objektif
Dapat dikumpulkan melalui pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus :
1.   Pemeriksaan umum
Pada klien dengan plasenta previa, dapat dijumpai tenakan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal, tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat, dan daerah ujung menjadi dingin, serta tampak anemis (norma, dkk. 2013)
2.   Pemeriksaan khusus
a.    Secara inspeksi
secara inspeksi yaitu pemeriksaan pandang yang dimulai dari kepala sampai kaki. Yang dinilai pada inspeksi yaitu kemungkinan bentuk tubuh yang normal, kebersihan kulit rambut, muka, konjungtiva, sklera, hidung, telinga, mulut, leher, payudara, abdomen, genitalia dan ekstremitas.
Pada klien dengan plasenta previa, yang perlu dikaji pada pemeriksaan inspeksi yaitu :
1)   Mata :conjungtiva terlihat pucat dan anemis
hal ini disebabkan oleh perdarahan yang banyak (sofian, 2012)
2)   Genitalia : perdarahan pervagianam yang keluar banyak, sedikit, darah beku dan sebagainya (sofian, 2012)
b.   Secara palpasi
Pada klien dengan plasenta previa, hasil pemeriksaan palpasi abdomen yang didapat yaitu :
1)   Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah
2)   Sering dijumpai kesalahan letak janin
3)   Bila cukup pengalaman (ahli), dapat dirasakan suatu bantalanpada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus
4)   Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau di atas pintu atas panggul (sofian,2012)
c.    Secara auskultasi
Secara auskultasi, kemungkinan dapat terdengar bunyi jantung janin, frekuensinya teratur atau tidak.
Pada klien dengan plasenta previa, denyut jantung janin dapat bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim (norma, dkk. 2013).
d.   Pemeriksaan inspekulo
Pada klien dengan plasenta previa, pemeriksaan inspekulo dilakukan untuk memastikan apakah perdarahan berasal dari segmen bawah rahim atau kelainan serviks, vagina dan varises pecah (yeyeh, 2010).
e.    Pemeriksaan dalam
Pada kasus plasenta previa, pemeriksaan dalam adalah senjatayang paling ampuh di bidang obstetrik untuk mendiagnosa plasenta previa. Walaupun ampuh, namun harus berhati-hati karena bahaya yang besar (sofian, 2013)
Pemeriksaan dalam dilakukan hanya di atas meja operasi dan siap untuk mengambil tindakan. Hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta di sekitar ostium uteri internum (norma, dkk. 2013)
f.     Pemeriksaan radio-isotop
1)   Plasentografi jaringan lunak yaitu membuat foto dengan sinar rontgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta. Hasil foto dibaca oleh ahli radiologi yang berpengalaman.
2)   Sitografi
yaitu mula-mula kandung kemih dikosongkan, lalu masukkan 40 cc larutan NaCl 12,5%, kepala janin ditekan ke arah pintu atas panggul, lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih 1 cm, makaterdapat kemungkinan plasenta previa.
3)   Plasentografi Indirek
yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior yaitu ibu dalam posisi berdiri atau duduk setengah berdiri. Lalu foto dibaca oleh ahli radiologi berpengalaman dengan cara menghitung jarak antara kepala-simpisis dan kepala-promontorium.
4)   Arteriografi
yaitu dengan memasukkan zat kontras ke dalam arteri femoralis. Karena plasenta sangat kaya akan pembuluh darah, maka ia akan banyak menyerap zat kontras, ini akan jelas terlihat pada foto dan juga lokasinya.
5)   Amniografi
dengan memasukkan zat kontras ke dalam rongga amnion, lalu bibuat foto dan dilihat dimana terdapat daerah kososng (diluar janin) dalam rongga rahim
6)   Radioisotop
yaitu dengan menyuntikkan zat radio aktif, biasanya RISA (radioiodinated serum albumin) secara intravena, lalu diikuti dengan detektor GMC (sofian, 2012)
3.   Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan plasenta previa yaitu :
a.    Ultrasonografi (USG) : pemeriksaan dilakukan untu penentuan lokasi plasenta dan tidak menimbulkan bahaya radiasi pada janin(sofian, 2012)
b.   Kardiokotografi (KTG) : dilakukan pada kehamilan >28 minggu
c.    Labolatorium : darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan operasi, perlu diperiksa faktor pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah sewaktu. Pemeriksaan hanya dilakukan atas indikasi medis (norma, dkk. 2013)
2.  Langkah II    : intepretasi data
a.  Diagnosa kehamilan
Ibu G...P...A...H... usia kehamilan di atas 22 minggu, janin hidup/mati, tunggal/multi, intrauterine, presentasi janin, KU ibu dan janin dengan plasenta previa totalis
Dasar :
1)     Ibu mengatakan ini kehamilan yang ke....
2)     Ibu mengatakan HPHT ....
3)     DJJ....
4)     Pada pemeriksaan palpasi teraba 2 bagian besar janin dan DJJ terdengan pada satu sisi atau pada pemeriksaan palpasi teraba lebih dari 2 bagian besar janin dan DJJ terdengan pada 2 sisi
5)     Pada pemeriksaan palpasi ibu tidak merasa nyeri
Tanda- tanda vital
TD       : .... mmHg           P : ... x/menit
N                   : ... x/menit                   S : ... x/menit
DJJ     : ... x/menit
6)     Pada hasil pemeriksaan labolatarium USG plasenta tertanam pada ostium uteri internum
b.  Masalah
kemungkinan masalah yang timbul pada klien dengan plasenta previa adalah kesemasan
c.  Kebutuhan
kebutuhan yang diperlukan pada klien dengan plasenta previa yaitu dukungan psikologis, hidrasi, pengosongan kandung kemih, defiksasi dan rasa nyaman
3.  Langkah III : diagnosa atau dan masalah potensial
kemungkinan diagnosa potensial yang akan timbul yaitu :
a.  Pada ibu
1)   Anemi
2)   Perdarahan hingga syok hipovolemik (norma, dkk. 2013)
3)   Infeksi
4)   Inersia primer
5)   Prolaps tali pusat
6)   Prolaps plasenta
7)   Plasenta melekat, sehinggaharus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan korekan
8)   Robekan jalan lahir karena tindakan
9)   Perdarahan postpartum (sofian, 2012)
b.  Pada janin
1)   Kelainan letak janin
2)   Bayi premaur atau lahir mati (sofian, 2012)
3)   Asfiksia (norma, dkk. 2013)
4.  Langkah IV: tindakan segera
Jika klien terdeteksi dengan plasenta previa, segera lakukan kolaborasi dengan dokter spesial obgyn untuk dilakukan tindakan.
5.  Langkah V : intervensi
Perencanaan tindakan penanganan pada pasien dengan plasenta previa :
a.  Beritahu ibu hasil pemeriksaan
b.  Beri dukungan psikologis pada ibu
c.  Anjurkan ibu istirahat bedrest (tirah baring)
d.  Penuhi kebutuhan hidrasi dan nutrisi ibu
e.  Penuhi kebutuhan personal hygien ibu
f.   Atur cairan infus dan drip adona 1ampul
g.  Lakukan observasi TTV, perdarahan dan DJJ
h. Berikan terapi sesuai anjuran dokter spesialis obgyn
i.   Anjurkan keluarga untuk menyiapkan golongan darah A sebanyak 2 kantong
6.  Langkah VI : implementasi
a.  Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
b.  Memberi dukungan psikologis pada ibu
c.  Menganjurkan ibu istirahat bedrest (tirah baring)
d.  Memenuhi kebutuhan hidrasi dan nutrisi ibu
e.  Memenuhi kebutuhan personal hygien ibu
f.   Mengatur cairan infus dan drip adona 1 ampul
g.  Melakukan observasi TTV, perdarahan dan DJJ
h. Memberikan terapi sesuai anjuran dokter spesialis obgyn
i.   Menganjurkan keluarga untuk menyiapkan golongan darah A sebanyak 2 kantong
7.  Langkah VII : evaluasi
evaluasi adalah hal terakhir yang dilakukan dari proses asuhan kebidanan dengan plasenta previa. Kemungkinan hasil evaluasi yang ditemukan :
a.  Tercapainya seluruh perencanaan tindakan
b.  Tercapainya sevagian dari perencanaan tindakan
8.  Konsep dasar soap
a.     S (subjektif)
data subjektif berhubungan dengan masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya akan berhubungan langsung dengan diagnosis.
b.     (objektif)
Merupakan pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan labolatorium/pemeriksaan diagnostik. Catatan medik dapat dimasukkan dalam data objektif sebagai data penunjang.
c.     (asessment)
merupakan pendokumentasian analisis dan intepretasi (kesimpulan) dari data subjektif dan objektif. Analisis data adalah melakukan intepretasi data yang telah dikumpulkan mencakup diagnosis, diagnosis masalah potensial serta perlunya natisipasi diagnosa/masalah potensial dan tindakan segera.
d.     (planning)
membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan intepretasi data. Rencana asuhan bertujuan untuk mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraan.



DAFTAR PUSTAKA

Maryunani, Anik, dkk, 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam      Kehamilan. Jakarta : Trans Info Media

Nugroho, Taufan, 2011. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan.         Yogyakarta : Nuha Medika

Mose,dkk 2012. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Patologi, Edisi 3. Jakarta       : EGC

Sofiian, A, 2011.  Sipnosis Obstetri, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : EGC

Sofiian, A, 2011.  Sipnosis Obstetri, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : EGC

Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Jakarta :   Trans Info Media

Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2007. Buku Pengantar Obtetri. Jakarta :   EGC

Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2008. Buku Pengantar Obtetri. Jakarta :   EGC

Norma, Nita, dkk, 2013. Asuhan Kebidanan Patologi Teori dan Tinjauan Kasus. Yogyakarta : Nuha Medika

Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2011. Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rachmaningtyas, Ayu 2013, Data SDKI 2012 Angka Kematian Ibu Melonjak

Progestian, Prima 2012, Penyebab Infertilitas/Ketidaksuburan Pada        Wanita

Ayah Bunda, 2012, Plasenta Previa Dalam Kehamilan


Antar Sumbar, 2013, Kematian Ibu dan Bayi Sumbar Jauh dari Target     MDGs

Rachmaningtyas, Ayu 2013, Data SDKI 2012 Angka Kematian Ibu Melonjak


2 komentar:

SURAT LAMARAN KERJA BIDAN

  Bandar Lampung, …………….. Hal : Lamaran Pekerjaan   Kepada Yth. …………….. di- Tempat Dengan hormat,         Sehubungan d...